midam menangis. surat itu bikin dia makin putus asa.
"seobin sakit, midam. itu sebabnya dia nggak pernah ketawa kalau sedang sama kamu. kalau dia ketawa dia bisa mati."
midam masih menunduk, menyalahkan diri sendiri. entah tentang apa.
"beberapa hari yang lalu dia masuk rumah sakit. aku kira dia sudah sembuh, setahun ini sudah tidak ada gejalanya lagi."
"tapi Tuhan sayang sama seobin, midam. dan seobin sayang sama kamu, jadi sebelum Tuhan suruh dia pulang, seobin sempat titipkan pamit untukmu."
"aku nyesel. harusnya aku sempat ketemu seobin dari lama dan jelasin penyakitku sejelasnya..."
"midam, seobin nggak cuma tau kalau kamu sakit. nggak, dia tau semuanya. itulah kenapa dia pamit sama kamu. walaupun dia nggak bisa lihat kamu yang dewasa gini, dia pasti mantau dari atas," wooseok menunjuk atap ayunan.
"seobin tau segala tentang kamu jadi dia sayang sama kamu. tapi dia kurang beruntung aja dalam perhitungan waktu."
midam tersenyum miris. kakinya masih menggantung di kursi ayunan. kehabisan kata-kata.
"adikku itu keras kepala memang. dia maksa kuliah, katanya kalau dia capek ada midam yang bisa bikin dia seneng. jadi dia maksa kuliah."
"maafin aku, wooseok."
"jangan minta maaf, midam. nanti aku dimarahin seobin."
"tapi seobin udah nggak ada..."
wooseok menggeleng, "seobin masih ada," ia menunjuk dada midam, "di sini. seobin adalah jantung kamu."
midam menangis lagi. ia memeluk wooseok sambil terisak, masa bodoh dengan kaus wooseok yang mulai basah oleh air matanya.
"kau punya aku, midam. tapi maaf kalau aku tidak bisa menjadi seobinmu."
midam menyeka sisa tangisnya, "aku telah cukup beruntung. terima kasih, wooseok."
"soal dirimu, seobin selalu cerita midam bukan cowok biasa. sindrom midam berlangsung lama. waktu dia tau kamu sembuh, dia mau teriak bahagia. tapi dia di ruang operasi. dia nggak bisa apa-apa selain nangis bahagia."
"aku penasaran, midam kecil itu kaya gimana?"
midam ketawa, "memalukan. jangan mau ketemu dia. anak kecil macam apa yang ngasih tetangganya telepon kaleng terus loncat ke balkonnya sendiri?"
"kapan-kapan aku harus ketemu midam kecil," wooseok tertawa, disusul dengan midam. wooseok lebih banyak bicara daripada seobin. walau rasanya beda, namun itu tetap membuat midam merasa ada seobin di sebelahnya.
"besok mau ketemu seobin? aku bisa minta antar pacarku."
midam mengangguk patah-patah, "boleh. nggak merepotkan pacarmu?"
"sudah biasa dibabu. toh dia juga nggak masalah. midam, jangan merasa membebankan aku dan pacarku, ya? seobin kasih tanggungjawab kamu ke aku."
midam mengangguk lagi. wooseok orang yang baik.
"aku perlu bawa apa buat seobin? dia suka makan apa, baca apa? aku belum sempat tanya."
"seobin suka kamu. bawa aja kamu, dia pasti bahagia."
Telepon Kaleng, 2019. end.
sudah cukup jelas, kah? 🙈
KAMU SEDANG MEMBACA
Telepon Kaleng. [✔]
Fanfiction"Kamu nggak akan pergi, kan? Kamu sudah janji." ©yellow-postitgirl 2019