Kejora

127 12 9
                                    

Cruk...srett

Suara anak panah melesat.

"Perhatikan sekitar!" perintah seseorang yang memimpin didepan, setengah berbisik.

Mata mereka menyelidik, memperhatikan sesuatu. Badannya meliuk-liuk diantara pepohonan. Dengan baju gelap membungkus rapat seluruhnya, memudahkan mereka melakukan pengintaian.

Derap langkah kaki bersahutan dihutan seberang. Sekelompok orang berbaju abu-abu gelap, terlihat berjalan memutari potongan kayu yang disusun sedemikian rupa, diatasnya terdapat benda prisma, bercahaya buram.

"Uuu....oo..teregasu..teregasu..."

"Uuuu...ooo...teragasu..teragasu..."

Riuh redam suara mereka terdengar sakral, seperti membaca mantra dengan gerakan kompak dan rapi.
Kemudian mereka duduk melingkar. Seseorang yang terlihat lebih tua dari kelompok, bangkit berdiri, menopangkan tubuh pada tongkatnya. Dia mendekati benda prisma tadi, dan mengucapkan sesuatu, tangannya diayunkan keatas dan kebawah.

"Bogbora...bogbora..."

"Bogbora..bogbora..."

Begitu seterusnya. Sampai benda prisma tadi, mengeluarkan cahaya merah gelap. Seketika, air muka Tetua tadi, berubah menyeramkan. Berbanding terbalik dengan wajah pias orang-orang disekelilingnya, mereka tahu apa yang akan terjadi, dan sedetik kemudian,

Cruk....zleb

"Aaaaakhhh.."

Sebuah teriakan nyaring, terdengar dipenjuru hutan. Lama kelamaan suaranya parau kemudian hilang. Orang-orang berpakaian abu-abu tadi, menatap iba, pada anggota yang baru saja tewas, meski dilain sisi, juga ada rasa syukur, pasalnya, belati tadi tidak mengenai jantung mereka.

Sebuah konsekuensi berat yang harus mereka tanggung dari ritual tadi, jika Tetua tidak berhasil membangkitkan cahaya terang prisma, maka akan ada yang menjadi korban, dan sampai kini, tak terhitung berapa jumlah korban dari belati tajamnya.

Berbeda situasi dengan para pengintai yang berada di seberang, mereka terkejut dengan apa yang baru saja tersaji di hadapannya, belum selesai keterkejutan mereka, tiba-tiba, kobaran api membumbung, rupanya dari kayu ditengah lingkaran kelompok tadi, ketika api semakin membesar mayat yang menjadi korban belati, langsung dilempar tanpa belas kasih, biadab!.

"Kita harus segera ke Hano!,
besok malam, kita akan kembali dan memastikan mayat siapa yang dibakar."

Ucap salah seorang.

"Lalu bagaiman jika itu Yehwa, kita harus kesana capt!"

Seru salah seorang, sambil membebaskan badannya dari rerimbunan.

"Baiklah kita akan turun, bersiaplah dengan rencana B, kalian sudah tahu bukan?"

Ucapnya pasti dengan buku jari mengetat, yang dibalas anggukan oleh beberapa orang dengan pakaian sama.

Mereka berjalan menuruni bukit landai, meliuk menapakkan kaki di tebing terjal, kemudian hilang ditelan rerimbunan.

****

Sudah pukul enam sore, tapi belum ada tanda-tanda senja bersama mega, awan menggantung dengan warna sembabnya, desiran angin menambah hawa semakin mencekam, ini pertanda buruk tentu saja, harusnya senja juga jingga sudah hadir, tapi ada apa dengan mereka?.

"Sarsa! Cepat kemari!,"

Teriak salah seorang, dari sebuah tiang pengintai.

Seseorang berlari menghampiri tiang tadi, sepertinya dia yang bernama Sarsa. Dia mengayunkan dirinya beberapa kali dengan lincah, dan akhirnya sampai diposisi seseorang yang memanggilnya.

KejoraWhere stories live. Discover now