One

428 38 73
                                    

Ayana Miki adalah namaku.

Seumur hidup, aku sudah mengalami banyak penyesalan. Namun diantara deretan penyesalan yang kulalui, ada satu yang mampu membuat nalarku bimbang.

Setelah kematian kedua orangtuaku, aku diminta untuk tinggal bersama bibiku di Jepang. Rutinitasku berjalan normal sebelum seorang lelaki brengsek datang memasuki alur hidupku secara paksa.

Seolah ia yang berkuasa, alur hidupku diubah olehnya. Menggoreskan luka batin yang aku sendiri tak tau cara menanganinya.

Kepingan-kepingan masa depan penuh kebahagiaanku tak akan hancur jikalau ia tak membuat sebuah skenario palsu yang mengatur hidupku.

•••

HUMAN TRAFFICKING

•••

Sialan.

Mengapa rok ini begitu mini dan lengan bajunya begitu panjang? Bukankah ini terbalik?

Oh, benar. Aku berada di Jepang sekarang.

Aku memakai rok mini duapuluh centimeter di atas lutut serta baju berlengan panjang dengan rompi yang membuatnya nampak serasi.

Rasanya sangat aneh memakai rok mini begini. Aku merasa menjadi anggota cabe-cabean. Aku bahkan hanya memakai celana dalam, tidak melapisinya dengan celana pendek. Jika dilapisi, maka celana pendek ku akan disebut celana panjang.

"Aya, apa kau sudah selesai?"

Aku yakin itu suara bibiku dari bawah. Pasrah, aku pun menenteng tas sekolahku, membawanya turun menuju ruang makan.

Kulihat Bibiku membawa sepiring shasimi dan onigiri, meletakkannya di atas meja. Aku menarik kedua sudut bibirku, sudah lama sekali aku tidak merasakan makanan-makanan Jepang ini.

"Makanlah." kata bibi Li sembari menduduki kursi di hadapanku.

Aku mengganguk antusias. Kuletakan tas sekolahku ke lantai, menyenderkannya dengan kursi yang kududuki. Aku meraih sumpit serta mangkuk kecil, mengambil beberapa potong shasimi ke dalam mangkuk.

Syukurlah aku masih ingat tata cara menggunakan sumpit.

Bibi Li tersenyum kecil melihatku makan dengan lahap. Tak butuh lama aku menghabiskan makananku, aku meneguk segelas air yang tersedia di depanku.

Aku mengambil tasku, berpamitan kepada Bibi lalu menunggangi sepeda yang dulunya milik Kakek. Aku bersenandung kecil, mengayuh pedal sepedaku sembari menikmati sawah dan pepohonan hijau yang kulintasi.

Mikatsu, aku menyukai desa ini. Desa paling bersih yang pernah kutemui. Mikatsu sangat berbeda dengan Jakarta, bahkan perbandingannya hampir 180° dengan kota yang kutinggali dulu.

Mikatsu adalah desa bersih tanpa sampah. Setiap hari warga disini selalu memilah antara sampah organik dan an-organik lalu membawanya ke tempat pembuangan akhir.

Berbeda dengan Jakarta, tak jarang aku melihat sampah berserakan disana. Akan tetapi, semua orang bersikap acuh dan malah menendang sampah itu.

Aku berhenti mengayuh pedal sepedaku saat menyadari bahwa aku telah sampai di depan sekolah baruku.

Gedung yang besar, tinggi menjulang. Pasti butuh waktu setengah jam untuk menemukan kelasku.

3 - 1 adalah nama kelasku, itu yang dikatakan Bibi kemarin. Dia berkata bahwa aku tidak perlu ke ruang kepala sekolah.

Human Trafficking : Give Me Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang