3. Rehat

423 63 14
                                    

Yang dicari, hilang
Yang dikejar, lari
Yang ditunggu
Yang diharap
Biarkanlah semesta bekerja
Untukmu

———



"Lho, Gi. Abis dari mana?"

Aku meletakkan tas ranselku di atas meja, sebelum akhirnya menghempaskan tubuh di kursi dengan sedikit tekanan. Kuningan-Grogol hari ini ngaco banget. Biasanya motoran 40 menit, ini sampe 2 jam!

"Juuun. Jangan pulang dulu plis. Gue abis dari Bibilac ngambil brief buat activity terbaru. Ntar lo ikut ya. Lo gantiin Caca cuti kan?"

Ajun, head of content di kantorku melengos sebal. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kayaknya dia juga udah siap-siap mau balik trus kebetulan aja lewat mejaku. Eh malah ditarik meeting. Ya... wajar sih kalo ngambek.

Hhhh. Gini lah dilemanya jadi AE.

"Gue beli kopi dulu, Gi. Nitip gak?"

"Mauuuu! Cafe latte susunya banyakin. Duitnya ntar ya gue masih ngap. Capek banget asli."

"Ckckck," Ajun menepuk bahuku pelan. "Napas, Gi."

Bernapas Gia.... Bernapas...

Ucapan sederhana Ajun barusan membuatku teringat kejadian setahun lalu. Saat panik itu masih sering muncul. Panik yang bikin aku lupa semuanya. Bahkan semudah cara bernapas. Wow. Udah lama aku gak ngerasain hal itu. Ini kemajuan. Akan kulaporkan nanti di sesi terapi selanjutnya.

Ngomong-ngomong, aku belum minum obat hari ini. Arghh. Tapi nanti ngantuk. Sementara hari ini masih ada 3 brief yang harus aku deliver. Baiklah, ditunda dulu deh.

Kuambil cepat handphone di saku celana, mencari grup whatsapp bergambar turmeric yang mencolok mata. Nah.. ini dia.

'Guys, belum pada mau pulang kan? meeting di ruang rumput jam setengah 6 ya. Ada activity baru yang harus gue deliver sekarang. sorry for the late request. Biar weekendnya bisa dipake buat ngegodok ide @KIMS Ajun @KIMS Gane @KIMS Lucas @KIMS Mbak Harsya @KIMS Rici @KIMS Alamanda'

jawaban pertama yang aku dapat, seperti biasa, dari Lucas.

'GI KENAPA MENDADAK SIH'

Disusul Mbak Harsya.

'Kamu baru sampe kantor?'

Lalu tim kreatif kami, Alamanda.

'Gia seneng banget sih ngasi pr di weekend'

dan satu-satunya reply positif yang kudapat justru dari orang paling ketus di kantor ini. Tapi ketusnya ke aku doang.

'Ok @Bahagia Nala Al-Farizi'

Wow. thanks?

"Niiiih kopi lo. Gue duluan yak ke ruru." Segelas es kopi mendarat mulus di atas mejaku. Cepet amat Ajun jajannya. Atau aku yang kebanyakan bengong.

"Eh," dompet mana dompet. "Lo ada kembalian 20 gak, Jun? Duit gue gede."

"Dah ambil aja," ucapnya jumawa sambil mengambil laptop di tas dan berlalu menuju ruang meeting.

"Ehh? Gue ditraktir nih?"

"Beramal di hari Jumat."

"Wah. Tiap hari aja hari jumat."

"Kampret lo."

Segera kuseruput es kopi kesayanganku sampai setengah. Baru sadar kalau ternyata sedang sehaus ini. Ahh. Lupa bilang es batunya dibanyakin tadi. Yang paling bikin enak es kopi itu bukan cuma kopinya. Tapi sensasi rasa pahit, yang dinetralisir gigitan es batu. Iya. Aku tim mengunyah es batu berukuran besar. Bahkan bisa habis satu gelas sendiri. Kebiasaan yang dibenci Ibuku karena membuatnya ngilu. Memang yang kadang kita anggap enak, sebenarnya eneg buat orang lain.

ReverieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang