Prolog

51 2 0
                                    

Tak pernah sedikitpun Riska berpikir bahwa Riski adalah jodohnya. Bahkan dia selalu merasa jengkel jika melihat Riski. Bagaimana tidak, dulu anak kota nan sombong dan sangat nyebelin itu selalu memamerkan barang-barang miliknya yang mahal-mahal. Riski memang bandel. Dia adalah anak ke 1 dari 2 saudara. Dia dan adiknya perempuan .

Riski memang beruntung terlahir dari orang tua yang berada. Namun, kesibukan orangtuanya membuat dia tumbuh menjadi seseorang yang bandel dan tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Hingga akhirnya saat usia 7 tahun dia dimasukkan di pondok pesanteren. Pada saat itu Riska berumur 6 tahun.

Riska adalah seorang putri yang cantik jelita. Saat ia dipanggil abinya untuk menemui ayah dari Riski tapi, ia membuat ulah. Teh panas yang baru saja disajikan oleh uminya tak sengaja tumpah di baju Pak Razak. Semua yang ada si sana terperanjat kaget. Riska hanya bisa tertunduk takut dan kena marah Abinya.

"Maafkan Riska bi," katanya dengan nada takut.
"Abi nggak masalah kalau kamu menumpahkan teh di baju abi. Tapi, kamu menumpahken teh di baju pak Razak. Tamu abi," kata Kyai Ahmad dengan nada marah.
"Abi Razak, Riska minta maaf. Lain kali tidak Riska ulangi," kata Riska dengan manja.
"Tidak apa-apa nak, kamu ini lucu dan menggemaskan. Bagaimana bisa Abi marah sama Kamu," katanya dengan tertawa kecil lalu mengendong Nadia.

Akhirnya semua tersenyum melihat tingkah Riska . Namun, Riski tiba-tiba masuk ke rumah Pak Kyai dan melihat Nadia di gendong Pak Razak. Riski pun marah besar, sampai-sampai Riska ingin main bersamapun tak mau. Hal itu terjadi hingga bertahun-tahun.

Waktu pun terus berlalu, hampir 17 tahun Riski dan Riska masih saja marahan. Hingga suatu saat, Pak Kyai memanggil Riska dan Riski.
"Riska, kamu mau sampai kapan marahan terus sama Riski. Dan kamu Riski hitung coba berapa tahun kamu marahan sama Riska?" tanya Pak Kyai.
"Abi, aku nggak marah sama Mas Riski. Hanya saja Mas Riski yang selalu jaga jarak setiap kali aku deketin," jawab Riska.
"Nggak kok Kyai. Saya sudah tidak marah sama Riska. Saya hanya merasa aneh saja setiap deket dengan Riska dan saya memang menjaga jarak dengan akhwat," jawab Riski.

Riska memandang Riski dengan tatapan tajam. Ia takut kalau Riski ada rasa dengannya. Riska tak ingin jika nanti ia menyakiti hati Riski. Karena sesungguhnya Riska sudah mempunyai idaman hati. Ia adalah Khafi. Orang yang membantunya di pasar.

"Aneh kenapa, emangnya aku dakocan apa?" sindir Riska.
"Riska! Jangan bicara begitu sama Riski. Bagaimanapun dia adalah..." bentak Pak Kyai namun, kata-katanya terputus.
"Dia apa bi?" tanya Riska.
"Tidak apa-apa, sekarang kamu kembali ke pondok. Kasihan santri-santriwati yang sudah menunggu. Sana cepat," kata Pak Kyai kepada Riska.

Karena takut, Nadia pun segera pergi ke pondok tempatnya mengajar. Sedangkan Riski sengaja Pak Kyai tidak suruh mengajar karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengannya. Pak Kyai mempersilahkan Riski duduk.

"Maaf Pak Kyai, ada apa ya??" tanya Riski.
"Begini nak, saya rasa kepemimpinan saya di pondok ini sudah habis. Saya ingin nak Riski menggantikan saya," jelas Pak Kyai.
"Bukannya ada Riska?" tanyanya Ragu.
"Ya memang, saya ingin kalian berdua mengurus pondok ini bersama. Saya mau kalian menikah," kata Pak Kyai mengagetkan Riski.
"Tapi maaf pak, sepertinya tidak mungkin saya menikah dengan Riska," jelas Riski.
"Lho, memengnya kenapa nak?" Tanya Pak Kyai.
"Begini Pak, kemarin saya lihat Riska sedang bicara sama Khafi, anaknya Pak Samsudin. Saya rasa Riska suka sama dia. Jadi saya tidak bisa menikah sama Riska," jelas Riski.
"Jadi begitu," kata Pak Kyai singkat.

CERPEN IN LOVE PESANTREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang