Dua minggu berlalu. Semenjak kejadian jatuhnya lampu sorot yang hampir saja mengenai Anneth sewaktu turun dari atas panggung, tetapi untung saja dia tepat waktu datang dan mendorong Anneth agar terhindar dan akhirnya lampu sorot itu menimpanya, alhasil sampai sekarang dia masih dalam keadaan kritis.
"Anneth.." Panggil Prilly pelan.
"Eh iya, Kak. Ada apa?"
"Coba sini lihat kakak." Anneth hanya menurut, Ia mengalihkan pandangannya ke arah Prilly.
"Udah tiga hari kamu disini, kamu harus istirahat sayang." Ucap Prilly, "Lihat kantung mata kamu udah menghitam begini, kamu juga makannya nggak teratur kan. Neth, bukan begini caranya. Bukan menyiksa diri kamu seperti ini."
"Tapi Deven begini karena Anneth. Nggak seharusnya Deven nolongin Anneth saat itu. Seharusnya Anneth yang disini bukan Deven." Lirih Anneth menundukkan kepalanya.
"Takdir yang membawa Deven ke sini, bukan kamu." Ujar Prilly mengangkat wajah Anneth perlahan agar menatapnya kembali, "Kamu sekarang pulang ya, istirahat, kamu butuh tidur. Kak Iky udah nunggu di depan. Kamu pulang ya, Neth."
"Tapi, Kak.. Anneth masih mau disini, mau nunggu Deven sadar."
"Deven bakalan marah dan merasa bersalah kalau sewaktu dia sadar ngelihat keadaan kamu begini. Pulang ya, Neth." Bujuk Prilly.
Anneth mengangguk lemah, dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Deven, "Gue pulang dulu ya. Jangan kelamaan tidurnya. Gue kangen." Kata Prilly terlihat parau, air matanya kembali menetes. "Dua minggu lagi, lo bakalan ada lomba kan? Ayo bangun, gue udah bantuin lo buat lanjutin lirik lagu yang lo buat, sekarang udah selesai. Lo harus dengerin ya. Bangun, Dev.." Prilly yang melihat itu mengusap lengan Anneth, menguatkannya.
Anneth menghapus air matanya dan mengangguk, Prilly memegang tangan Anneth dan membawanya untuk menghampiri Iky dan pulang bersamanya. Bukannya Prilly melarang, tapi ini semua demi kebaikan Anneth.
Prilly juga sangat khawatir dengan keadaan adiknya. Dokter bilang beberapa hari ini Deven belum ada menunjukkan perkembangan yang pesat, kondisinya masih sama seperti beberapa hari yang lalu. Itu yang membuat Prilly cemas, tetapi Ia tak mau menyerah. Ia yakin adiknya bisa melewati masa kritisnya.
Iky langsung berdiri saat melihat Prilly dan Anneth keluar dari ruangan ICU. Prilly tersenyum dan mengangguk, mengisyaratkan dirinya berhasil membujuk Anneth untuk pulang kerumah.
"Aku sama Anneth pulang dulu ya, nanti malam aku kesini lagi nemenin kamu." Pamit Iky.
Prilly mengangguk, "Kamu aja, jangan bawa Anneth. Biarin dia istirahat dulu."
"Siap tuan putri. Iyaudah, aku pamit ya. Kabarin aku kalau kamu perlu sesuatu, apapun itu."
"Siap, Bos. Kalian hati-hati. Neth, istirahat ya." Anneth hanya mengangguk, wajah Anneth terlihat pucat, itu yang membuat Prilly khawatir dan Ia lega karena berhasil membujuk gadis itu untuk pulang bersama kakaknya.
Anneth dan Rizky pergi meninggalkan Prilly untuk pulang ke rumah. Setelah langkah mereka sudah tak terlihat lagi, Prilly masuk kembali ke ruang ICU untuk sekedar mengajak Deven mengobrol, meskipun Ia tidak meresponnya.
•••
"Vano, sepi ya nggak ada Deven. Udah dua minggu dia nggak sekolah. Gue kangen ngomelin dia." Ucap Charisa menatap lurus ke depan.
"Sama, Cha. Rasanya emang beda ya kalau salah satu dari kita nggak ada disini." Kata Devano tersenyum miris.
"Dua minggu lagi dia mau lomba kan ya, kalau bukan Deven siapa lagi yang bisa mewakili sekolah kita." Sahut William menatap Charisa dan Devano bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Semesta
Teen FictionJangan dipaksa, jika semesta tidak mengizinkan. Aku hanya takut, akan timbul luka diantara kita - Deven Aku lebih memilih jatuh cinta kepada senja, karena senja tahu cara datang dan berpamitan dengan baik tanpa harus menorehkan luka - Anneth