Season 5. jogging (Naya)

49 4 0
                                    

"Agya... "

"Apa?" respon Agya dengan pandangan masih pada tali sepatunya.

Celana training, kaos pendek dan handuk di pundak. Olahraga. Aku baru ingat kalau sekarang hari minggu, pantas saja Agya sudah bersiap siap untuk jogging. Agya memang tidak pernah absen untuk olahraga di hari minggu. Setidaknya satu kali dalam seminggu, supaya badan tetap langsing katanya. Berbeda denganku saat ini, seragam dinas masih melekat pada tubuhku. Rambut acak-acakan dan masih muka bantal.

"Kamu mau jogging?"

"Menurut lo?"

"Kok kamu nggak ngajak aku sih?" ucapku sambil mengerucutkan bibir. Aku butuh udara segar. Mungkin dengan aku keluar rumah, kesedihan akibat semalam sedikit hilang.

"Dengan mata lo yang bengkak, kayak gini?" bengkak! OMG, aku lupa kalau semalam aku habis nangis. Pantas saja tadi setelah bangun tadi, mata berat banget buat dibuka. Mengapa aku bisa pikun gini sih. Aku langsung pergi ke kaca buat lihat mataku. Dan benar mataku merah dan bengkak.

"Gimana nih Gy? Aku pengen ikut kamu jogging. Tapi nggak mau orang orang lihat mataku ini," ucapku sambil memijat mata, siapa tahu bisa langsung kempes.

"Ya derita lo, udah ah gue mau langsung pergi. Kalau siang cogan udah pada pulang," dan alasan Agya buat jogging itu cogan A.K.A cowok ganteng. Ini alasan utama dan yang paling penting.

"Tunggu aku Gy, aku mau cuci muka aja sama ganti baju. Bentar, tungguin nggak lama kok," ujarku dengan berlari masuk ke dalam kamar buat siap siap.

"Iya, cepetan ya!"

Ini yang aku suka sama Agya. Dia merupakan sahabat yang pengertian sekaligus baik. Agya tidak pernah egois kepadaku. Pernah dulu waktu pertama kali aku di kos. Saat itu aku tidak punya uang buat makan. Agya langsung memberikan makanan yang baru dia beli untukku. Aku tahu dia lapar, apalagi itu uangnya yang terakhir. Aku menolak untuk memakannya karena aku tahu dia berbohong. Kejadian itu berakhir dengan aku dan Agya yang sama-sama tidak makan.

Setelah mandi bebek dan ganti baju, aku langsung keluar kamar. Tapi waktu di depan pintu kamar aku melupakan sesuatu yang penting. Aku langsung berlari membuka laci lemari dan memakainya. Lengkap sudah, aku keluar untuk mengajak Agya berangkat buat jogging. Agya melongo ketika aku keluar kamar. Apa ada yang salah? Sepatu, celana training, kaos lengan pendek, Handuk kecil di pundak, kaca mata. Oh iya, kaca mata!

"Lo seriusan mau pakek kaca mata warna pink kayak gitu? Mana bentuknya lope-lope lagi,"
tanya Agya dengan ekspresi tidak percaya.

"Lebay kamu Gy, udah ayo katanya mau jogging!" Ajakku tanpa menghiraukan pertanyaan Agya tadi. Aku langsung berlari keluar rumah dengan percaya diri. Tidak peduli pada orang orang yang menatapku dengan tatapan aneh. Apa salahnya pakai kaca mata warna pink gini. Aku terus berlari kecil sambil melihat suasana sekitar diikuti Agya di sampingku.

"Eh Ay, gue lupa bilang sama lo," aku menoleh pada Agya, penasaran dia ingin mengatakan apa.

"Semalem kak Ebi nelfon lo, sorry gue angkat. Dia kayak mau bilang sesuatu gitu, tapi setelah gue bilang lo lagi tidur karena habis nangis, dia nggak jadi bilang."

"Kak Ebi mau bilang apa ya?" gak biasanya kak ebi nelfon, biasanya kalau nelfon ada dua alasan, pertama menanyakan kabar dan kedua karena ingin menitipkan Alisya. Kayaknya yang pertama nggak mungkin, kan kemarin baru ketemu. Ah pasti ingin menitipkan Alisya.

"Paling pengen minta aku jagain Alisya, kayak biasanya. Duh ... aku lupa nggak bawa hp," runtukku sambil merogo saku. Karena tadi buru-buru tidak sempat membawa hp.

"Udah nelfon kak ebinya nanti aja sepulang dari jogging," kata agya menghentikan kegiatanku. Lagian ini masih pagi menurutku untuk menitipkan alisya.

Aku dan Agya berlari kecil ke arah taman, banyak sekali orang orang di sana, mungkin karena sekarang hari minggu. Di bawah pohon aku berhenti untuk melakukan peregangan kecil Sambil memperhatikan sekitar,dan di ikuti Agya.

Saat mataku menelusuri sekitar, aku menangkap sosok anak kecil yang sedang jongkok sambil menutupi matanya, dia menangis. Aku tidak tahu persis wajah anak itu, tapi sepertinya aku mengenalnya. Tanpa buang buang waktu, aku langsung berlari ke arahnya. Memastikan bahwa dugaanku benar.

"Alisya?"

Anak itu mengangkat wajahnya, matanya sembab, hidungnya merah, dan terlihat bercak air mata yang ada di pipinya. Benar, dia Alisya. Tapi dengan siapa dia ke sini? Alisya langsung berdiri dan memelukku. Memeluk kakiku tepatnya. Dia masih menangis, malah tambah histeris.

"Tante Ay, huuwaaaa," tangisan Alisya membludak.

"Loh Alisya kok nangis, kenapa? Terus kesini sama siapa?" tanyaku sambil melepaskan pelukannya, lalu berjongkok supaya lebih mudah melihat wajahnya.

"Sya... sya... ke-ke sini sam-sama Om tante Ay," Om? Siapa yang alisya maksud. Oh mungkin kakak dari kak Ebi. Kan kak Ebi punya dua kakak, dua-duanya laki-laki. Tapi bukankah yang satu ada di makassar dan yang satu di surabaya. Mungkin salah satu darinya berkunjung ke jakarta.

"Terus Om-nya ke mana?"

"Nggak tahu Tante Ay, Om hilang hiks..," sebelum kembali menangis lagi aku buru-buru menenangkannya.

"Udah ya, Alisya kan udah sama Tante Ay. Jadi nggak boleh nangis lagi, ok," Alisya mengangguk menyetujui, tapi bibirnya masih mengerucut. Lucunya.

"ALISYA!"

Terdengar teriakan laki-laki dan suara langkah kaki dari arah belakang. Apa Alisya yang dia maksud itu, Alisya yang ada di hadapanku? Alisya menatap lurus ke belakangku. Ekspresinya berubah, dia sepertinya senang.

"Om," oh mungkin dia Om Alisya. Aku langsung berdiri dan membalikkan badan, melihat orang yang di maksud Alisya. Setelah melihat wajahnya aku terkejut.

"KAMU!"

"KAMU," ucap kita yang hampir bersamaan, kulihat dia juga terkejut. Dilihat dari matanya yang sempat membulat. Lalu dalam sekejap berubah datar.

"Jadi kamu yang nyulik Alisya, ternyata bukan hanya pembawa sial tapi juga orang jahat," katanya seraya tertawa meremehkan.

Apa! Penculik.

"Jangan asal bicara kamu, saya kenal Alisya. Dan kamu, kamu tidak becus mengurus Alisya. Tega ya kamu buat Alisya nangis gini," marahku padanya. Dia diam sedangkan aku tersenyum satu sudut. Mungkin dia sudah sadar kalau dia salah.

Kita buktikan siapa yang bersalah di sini.

"Bukannya saya tidak becus tapi-"

"Alesan, kalau memang-"

"Kok jadi Om sama Tante Ay yang berantem sih," kata Alisya membuat aku dan laki-laki itu bungkam.

"Ya udah kita pulang ke rumah Om aja ya," ucap Laki-laki itu sambil menggendong Alisya, lalu dia berjalan tanpa mengatakan sesuatu kepadaku.

Eh, apakah barusan aku berharap? Tidak! Tidak! Menyebalkan.

Aku berbalik arah dan ah aku menabarak orang,"aduh, maaf maa-"

Terlihat wajah datar Agya, aku tidak sadar kalau Agya ada di belakangku. Sejak kapan dia di sini? Aku menunggu Agya berbicara tapi dia hanya diam sambil melipat tangannya di dada.

Cobaan apalagi ini?

"Kamu sudah dari tadi di sini?"

Agya menghembuskan napas pelan," gue tadi waktu pemanasan sambil lihat cogan, jadi nggak sadar kalau lo udah nggak ada di samping gue. Waktu gue sadar, gue lihat lo lagi sama cowok. Apa jangan jangan cowok itu pacar lo ya?" tanyanya dengan memicingkan kedua matanya.

"Apa sih, dia itu nyebelin. Udah ah yuk kita pulang!" ajakku sambil menarik tangan Agya. Aku tidak ingin melanjutkan jogging, mood baikku sudah hilang sejak laki-laki itu muncul.

Ah aku tidak peduli dengannya, memangnya siapa dia?

•••••

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT OK😉

Pengusaha vs GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang