Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur!

161 6 0
                                    

Judul buku : tuhan, izinkan aku menjadi pelacur !
Penulis : Muhidin M Dahlan
Penerbit : ScriPtaManent bekerjasama dengan Melibas
Tahun : 2005
Halaman : 268 ; 12 x 19 cm
harga : 50k

"Biarlah aku hidup dalam gelimang api-dosa... sebab terkadang melalui dosa yang dinikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa". Nidah Kirani atau biasa disapa Kiran adalah tokoh utama dalam novel "tuhan, izinkan aku menjadi pelacur". Buku ini menjadi kontroversial di kalangan tertentu dan dalam isi penutupan atau ahir dari cerita dalam buku dikatakan tak sedikit yang menghujat dan mencaci, bahkan ada yang telah klimaks dalam amarahnya sehingga ia tuturkan doa (dalam sebuah acara bedah buku) semoga penulis masuk neraka.

dari Alur ceritanya mencoba membuka tirai pemikiran tentang hal yang dianggap tabu dan tidak tabu. Susila dan asusila. Hitam dan putih lembaran kehidupan serta kemunafikan yang berlindung di balik nama Tuhan, agama, dan sebagainya yang tidak dapat diganggu-gugat.Kiran seorang perempuan yang begitu taatnya dalam jalan beragama. Melalui penyerahan diri yang total ia memuji Tuhannya, walaupun pada akhirnya, ia menilai bahwa, penyerahan diri adalah ketidakberdayaan manusia. Dogma agama tentang surga dan neraka membuatnya tak henti-henti berjalan di atas rel peribadatan. Ritual keagama'an dijalani dengan sangat ikhlas dan penuh hikmah. Ia percaya bahwa Tuhan berkuasa atas seluruh kehidupannya. Hanya ada satu alasan yang membuat ia melakukan semua itu "percaya".

Kepercayaan yang tak tergoyahkan, pengetahuannya tentang agama, membuat Kiran dikagumi oleh banyak teman-temannya hingga akhirnya diajak bergabung dengan salah satu organisasi yang bernaung dibelakang nama Islam. Ia akhirnya fanatik terhadap agama dan berjuang untuk menyebarkan ajaran bahkan bersama-sama dengan anggota organisasi mendirikan negara yang berkedaulatan tuhan (islam) katanya. Hal ini tentu tak bisa dibenarkan mengingat Indonesia didirikan di atas tiang keberagaman dengan berlandaskan pada pancasila dan UUD NRI 1945. sedikit bermain logika coba anda pikir dalam sejarahpun tercatat ketika masyarakat indonesia dulu itu yang melakukan perjuangan bukan semata-mata orang islam semata. kristen, katolik, buda, hindu pun mereka bersama rela berjuang dalam menegakan kebebasan. di tembak, dipenggal, di siksa yang berujung dalam kematian mereka ikhlas meskipun begitu resikonya.

Propaganda terus digencarkan tak ketinggalan kampung halamannya. Ia berhasil mendoktrinasi orang-orang yang ditemui bahkan orangtuanya, bahwa negara ini seharusnya dilandaskan pada hukum Tuhan. Tuhan yang diyakininya.Waktu terus berjalan. Beberapa orang telah direkrutnya masuk menjadi anggota organisasi. Namun, karena misi yang dijalankan ini bertentangan dengan misi negara Indonesia, akitivitas kiran dan organisasinya telah dicium oleh pemerintah. Di kampungnya, ia dijauhi dan pergerakannya diantisipasi oleh masyarakat sekitar. Beberapa tahun bergabung dalam organisasi tersebut, kiran merasa ada yang aneh. Garis perjuangan tidak jelas. Ritual peribadatanpun dinilai tak beda dengan yang pernah dijalani sebelumnya. Ia-pun mulai dihinggapi rasa malas bersekutu dengan Tuhannya.

Keterasingan, ketertutupan organisasi, menumbuhkan benih-benih kecurigaan kiran. Namun, ia merasa bahwa semuanya itu demi kebaikan organisasi. Ia rela membohongi orangtuanya untuk mendapatkan uang demi pembiayaan organisasi. Semangat perjuangan Kiran perlahan mulai redup, ketika melihat aktivitas organisasinya yang mandeg dan tak jelas. Ia memilih kabur bersama tiga orang temannya.

Setelah melarikan diri, rasa takut dan frustasi membayang-bayangi dirinya. Ia semakin jauh pada Tuhan, apalagi setelah memahami ritual peribadatan manusia yang dipenuhi dengan kemunafikan. Ia takut dan merasa terancam. Beberapa bulan mengunci diri dalam kamar yang penuh sesak. Ia menyesali Tuhan dan menuduhnya sebagai penyebab dari kehancuran hidupnya. Dalam ketidakberdayaan ia menuntut pertanggungjawaban Tuhan atas dirinya. Pribadi yang telah hancur akibat memuji dan membela Tuhan. Merasa disia-siakan, Kiran tak mau hidup dalam kesia-sian itu, ia bangkit dengan dendam kepada Tuhan.

Pemberontakan terhadap Tuhan"Aku mengimani iblis. Lantaran sekian lama ia dicaci, dimaki, dimarginalkan tanpa ada satupun yang mau mendengarnya. Sekali-kali bolehlah aku mendengar suara dari kelompok yang disingkirkan, kelompok yang dimarjinalkan itu. Supaya ada keseimbangan informasi". Kini kebencian itu bagaikan bara di hati Kiran. Kiran membuat jarak dan menantang Tuhan. Ia memberontak. Pemberontakannya kepada Tuhan tak tanggung-tanggung, bunuh diri. Bagi Kiran, bunuh diri adalah klimaks pemberontakan manusia atas ciptaan-Nya. Manusia tidak menghargai ciptaan tangan Tuhan.

Bunuh diri itupun gagal. Ia merasa dipermainkan oleh Tuhan. Dalam ketidakberdayaanya, ia menghujat Tuhan yang dinilainya sedang tersenyum melihat Kiran terlunta-lunta bagai cacing kepanasan. Ia telah tidur dengan beberapa laki-laki, yang mengaku dirinya susila dan merangkak di depannya untuk mencurahkan berahi. Laki-laki yang ingin bercumbu dengannya dari kalangan akitivis, dosen, bahkan agamawis. Ia tundukkan dan lelahkan di atas tubuhnya. Baginya, ini adalah sebuah keberhasilan menyingkap kemunafikan manusia terutama kaum adam..

Tahun demi tahun terus dilalui. Sampai akhirnya ia mendengar kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Ia berencana menyelesaikan skripsi. Ternyata, ia semakin ditantang oleh realita hidup. Dosen pembimbing skripsi kiran sekaligus pejabat publik (DPRD) ini, kini menjadi germonya. Kiran memilih hidup menjadi pelacur. Lain dulu, lain sekarang. Apabila ada yang membutuhkannya, tak ada yang gratis.

Ia menjadi tak menyukai beberapa hal, tentu dengan argumentasi yang dikemukakakan. Omongkosong dengan nikah. Pernikahan hanyalah sex yang dilembagakan. Sebuah ego mati yang dilembagakan. Omongkosong dengan cinta. Cinta itu hanya mitos dan abtrak sifatnya. Cinta telah kehilangan esensinya, ia hanya dimaknai sebatas selangkangan. Buktinya, lelaki yang telah menikah sekalipun dan mengikrarkan kesetiannya tunduk pada selangkangan perempuan lain. Omongkosong dengan laki-laki. Laki-laki hanyalah penindas bagi kaum hawa. Atas nama agama dan budaya, mereka menjadi raja bagi hawanya. Omongkosong dengan ibadah. Ibadah bukanlah jawaban untuk mengahadapi hidup. Manusia yang bego semakin bego dibuatnya, sebab mereka tidak mengerti esensi dari ibadah itu sendiri.

Kini hitam-putihnya dunia dibuat oleh manusia bukan Tuhan. Manusia itu munafik!. Kebanyakan menganggap dirinya suci atau susila, berTuhan, sehingga tidak mau terkontaminasi dengan manusia jalang seperti kiran yang memilih hidup menjadi pelacur. Apa bedanya pelacur dengan mereka yang menganggap dirinya susila ? Dari petualangan seksnya, ia menyingkap topeng-topeng kemunafikan. Ia mengerti untuk apa dia hidup. Hidup dalam realita, tidak menjadi manusia yang seolah-olah. Seolah-seolah memuji Tuhan, menyembah Tuhan, ternyata munafik. Bahkan tak jarang kebenaran atas nama Tuhan dijadikan alat untuk mendapatkan sesuatu. Tuhan dikomersilkan oleh orang-orang munafik.

Titik Arah sebuah BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang