00

27 3 1
                                    

Berandai pada suatu khayalan yang tak berujung memang tak baik. Sakit.

Berandai pada satu hati yang mungkin tak akan pernah mengerti, bahwa disini ada hati yang menanti.

¤¤¤¤¤¤¤

Di tepi pantai yang menampakan keindahan matahari yang akan tenggelam, menampilkan senja yang begitu memukau untuk di pandang.

Disini. Di tepi pantai, Dia seorang diri menikmati keindahan senja yang Allah ciptakan. Mengingat setiap keping-keping kenangan yang sudah terlewatkan. Inilah takdir Allah.

"Aku selalu disini, menantimu untuk kembali yang entah sudah berapa lama pergi yang tak jua kembali. Bersama senja yang setia menemaniku". Derai air mata yang menggambarkan betapa rapuhnya dia saat ini.

Ainun El Zahro. Masih setia berdiri sambil terus menatap senja yang perlahan hilang yang digantikan dengan langit yang gelap. Dengan rambut panjangnya yang beterbangan terkena tiupan angin pantai.

"Jika ini yang kamu mau, baiklah. Aku tak akan menantimu. Aku akan pergi lalu menjauh dan tak kan pernah kembali". Perlahan tapi pasti dia pergi meninggalkan tempat itu.

¤¤¤¤¤

Pagi-pagi sekali ia sudah bersiap untuk pergi. Pergi mengadu nasib di tempat orang. Merantau.

Dulu ia tinggal bersama bibi nya, namun sejak 3 bulan lalu ia tinggal sendiri karena bibi yang merawatnya sejak kecil sudah meninggal dunia setelah 3 tahun belakangan ini mengalami sakit keras.

Bibinya tak mempunyai anak dan suami bibinya pergi entah kemana, pamitnya merantau tapi tak pernah pulang. Jadi bibinya itu sudah menganggap ia seperti anaknya sendiri.

Orang tuanya. Ia tak tau kemana, setiap Ia bertanya kemana orang tuanya, bibi nya selalu mengalihkan pembicaraan.

Sebelum pergi dari gubuk kecil yang telah melindungi dirinya dan juga almarhum bibinya dari hujan dan panas. Ia pandangi gubuk itu lalu melihat tangan kanannya yang memegang amplop surat dari bibi nya yang belum ia buka sama sekali dan tangan kanan yang memegangi tas yang ia gendong di bahu kiri.

"Aku tinggalkan gubuk ini bi". ucapnya masih dengan pandangan yang terarah pada gubuk kecil itu.

Cukup lama ia berdiri, akhirnya ia beranjak untuk pergi ke tempat favoritnya sebelum meninggalkan desa pesisir pantai ini.

Disini lah ia sekarang, ditepi pantai. Tempat favoritnya.

"Sunrise yang indah". Gumamnya pelan dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya.

"Selamat tinggal kenangan. Aku akan pergi. Dan mungkin sulit untuk kembali. Karna kamu hanya kenangan. Selamat tinggal Adli, semoga bahagia dengan pilihanmu.

Kamu pergi tanpa ada alasan yang kamu berikan untuk ku. itu menyakitkan bagiku. Apalagi kamu pergi bersama perempuan lain. Double sakit bagiku". Ujarnya dengan menahan sakit di tenggorokannya.

"Orang yang kusayang perlahan menghilang, kau tau Adli,? itu menyakitkan. Ayah ibu yang tak tau kemana perginya. Bibi ku yang menyayangi ku sudah tak ada lagi disisi ku untuk selamanya. Dan sekarang kamu yang meninggalkan aku sendirian bersama janji-janji busuk mu". Terkekeh pelan. Miris.

"Sudah ku bilang sakitnya double-double". Lanjutnya lagi.

Di hirupnya dengan rakus oksigen untuk mengisi paru-parunya yang terasa sesak seolah tidak akan kebagian oksigen lagi jika tak banyak-banyak menghirup oksigen. Sesak menahan beban hidup yang ia jalani selama ini.

Setelah puas memandangi matahari yang terbit. Akhirnya ia berbalik dan berjalan meninggalkan tempat penuh kenangan dia bersama seseorang yang spesial. Spesial,? benarkah seseorang itu spesial. Hah, dia sendiri tak tau, karna orang itu sekarang telah pergi bersama wanita lain. Apakah masih pantas jika disebut sebagai orang yang spesial,?.

¤¤¤¤¤

1 syawal 1440.
Rabu, 5 juni 2019

AINUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang