"Menjadi orang lain sejenak terkadang menyenangkan, tapi apa kalian tahu? Tatapan berbeda dari orang lain entah kenapa membuatku asing dan ... bahagia."
--AD🎶🎶🎶
Pagi harinya, aku terbangun tak bisa bergerak bebas. Badanku yang rasanya seperti remuk dan susah untuk digerakkan ini benar-benar terasa efeknya sekarang. Sakit. Apakah setiap pagi Daiki selalu merasa seperti ini?
Gawat!! Aku belum membereskan rumah. Huft ... aku tidak terbiasa membereskan rumah. Jika tidak aku bereskan segera, lelaki itu pasti akan marah lagi. Sial.
Aku bangun dari ranjang, dan menelusuri setiap sudut rumah. Begitu kacau, sangat kacau. Tapi sepertinya ayah Daiki belum pulang. Aku segera bersiap-siap, aku ingin segera pergi dari tempat ini.
"Mana sisirnya? Apakah dia tidak pernah ber'dandan'? Pantas saja penampilannya kacau. Baiklah, akan kubuat wajahmu sedikit terlihat segar." Aku bergumam menatap cermin kotor itu.
Kucari sisirnya.
"Ahh ini!! Sedikit patah, tidak apalah," seruku.
Aku mulai menyisir rambutnya, dan sedikit memberikan minyak, agar tampak cool. Kuberi pelembab di wajahnya agar terlihat fresh. Ternyata banyak make up yang dia pajang tanpa digunakan sebagaimana mestinya.
"Nah begini lebih baik." Aku menatap wajahku---bukan---wajah Daiki. Dia sedikit lebih cerah sekarang.
"Ah, sial. Aku harus bergegas sebelum lelaki itu datang. Urusan rumah yang berantakan itu urusan nanti."
Aku segera pergi meninggalkan rumah. Luka yang berada di tubuh ini begitu membuatku kesakitan. Harus kulawan.
Di tengah-tengah perjalanan, aku melihat Ibu sedang membeli bunga. Ibu memang sangat menyukai bunga. Terutama bunga Daisy.
"Ibu ...." Aku menghampirinya dan memeluknya.
"Eh ... kau siapa? Teman Yuya?" tanyanya dengan wajah cantiknya itu.
"Aku Yuya, Bu. Aku Yuya." kataku menyakinkan. Kutatap mata indah milik ibuku.
"Chotto ...." ujar ibu kepada pedagang bunga, dan membawaku sedikit menjauh dari toko bunga itu setelah melepaskan pelukanku.
"Nak, kau siapa? Aku tidak mengenalimu. Apa kau teman Yuya?" katanya sambil tersenyum menenangkan.
"Aku Yuya, Ibu. Kumohon percayalah padaku, Bu."
"Sebaiknya kau pergi." usirnya yang menatapku risih. Aku tertegun. Baru kali ini melihat tatapan berbeda dari ibuku sendiri.
Ibu tidak percaya padaku, dan lebih menghiraukanku. Dia pergi begitu saja meninggalkanku. Di sini.
Sekarang ke arah mana aku harus pergi. Aku menengadahkan wajahku menatap langit.
Sepertinya langit mendukung untukku bersedih.
•••
Matahari pagi menyinari seluruh bumi begitu cerahnya. Aku sudah bersiap-siap di rumah Yuya.
"Yuya, sarapan dulu, Nak." ucapnya menatapku teduh.
"Iya, Bu."
Sepertinya aku mulai terbiasa dengan kehidupanku di rumah Yuya. Pagi hari yang begitu menyenangkan.
"Oh iya, kemarin ibu habis beli bunga dan melihat seseorang yang mengaku sebagai kamu, Nak. Itu temanmu, Nak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
IN-OUT [ON HOLD]
FanfictionJika jiwamu tertukar, apa yang akan kalian lakukan? Mengikuti permainannya? Atau Menentang permainannya? -Jika jiwamu tertukar, ingatlah, sifat yang melekat pada dirimu tidak akan pernah tertukar dari dirimu yang asli- GENRE : FRIENDSHIP, PERCI...