"Seseorang mungkin bisa saja tidak ingat, tapi sikap dan perhatiannya itu tak pernah hilang dalam memori seseorang. Bisa saja kau bersikap seolah-olah kau adalah orang lain. Tapi apakah kau benar-benar yakin, kau bisa menyerupainya?"
🍋🍋🍋
Aku menikmati setiap detik di tubuh Yuya. Rasanya memang menyenangkan dapat berbaur dengan yang lain. Tanpa dikucilkan dan dipandang jijik. Aku tersenyum lebar.
Aku juga lebih suka memerhatikan Aoi yang sempat berkata sinis pada diriku yang dulu. Dia terlihat manis kalau sedang tertawa.
Tanpa sadar aku tersenyum menatapnya, "Manis."
"Yuya??"
"Iya, Aoi?" ucapku tanpa sadar. Aku memukul bibirku kala melihat raut wajah heran sekaligus sedih di mata Haruna.
"Aku dari tadi mengajakmu bicara, tapi kau melamun? Melamunkan seseorang atau, Aoi?" Nadanya terdengar tidak semangat, namun sedikit berhentak kala menyebut nama sahabatnya, Aoi.
"Gomen, Haruna .... Aku sedang tidak fokus."
Haruna tertunduk diam. "Souka? Apa kau bosan padaku, Yuya?"
"Chigau! Maaf ... maaf ..."
"Aku yang harusnya sadar, kau akhir-akhir ini sedikit berbeda. Lebih baik kau istirahat dulu." Haruna beranjak dari tempat duduknya meninggalkan aku sendirian. Yuto dan Aoi sudah lebih dulu pergi meninggalkan kami.
"Haruna .... Maafkan aku." gumamku menatap punggung Haruna yang kian menjauh.
Aku memang merasakan kebahagiaan itu di dalam tubuh Yuya, tapi perasaan akan puas mengalami semua ini aku tidak senang. Aku merasa bersalah dan berdosa pada Yuya. Hanya saja aku malu mengutarakannya. Iya, aku tahu aku bodoh. Aku masih memiliki hati nurani.
Aku harus melakukan apa?
Aku pergi meninggalkan kantin dan mencari sosok Haruna. Mulai dari perpustakaan hingga ke kelas hasilnya nihil. Tidak ada Haruna di mana-mana.
"Hikss ... Yuya jahat padaku, Daiki-kun. Aku diabaikannya saat asik bercerita."
Aku melihat Yuya dan Haruna di tepi danau. Haruna bersandar di tubuhku yang saat ini ada Yuya di sana. Aku mulai mendengarkan tiap keluh kesah Haruna pada Yuya.
"Ssstt ..., tenanglah. Mungkin Yuya sedang tidak ingin diganggu. Kaubisa berbicara denganku, Haru-chan." Yuya mengusap pundak Haruna yang lagi bersandar itu.
Aku harus melakukan sesuatu. Bergerak gelisah, aku memikirkan cara untuk mereka tidak banyak berinteraksi.
"Daiki-kun kenapa aku merasa kau kadang seperti Yuya. Sikapmu, perhatianmu, sifatmu juga seperti Yuya. Aku tidak mengerti." Haruna menatap Yuya bingung.
"Haru-chan!!!" teriakku. Aku tidak ingin cepat diketahui oleh semua orang apalagi kalah dengan Yuya.
Yuya dan Haruna saling melepas diri. Mereka menatapku terkejut.
Aku segera menghampiri mereka berdua."Gomen ne, Haru-chan." Aku harus bersikap tenang. Bersikap seperti Yuya yang Haruna kenal.
"Kau mengabaikanku Yuya." Haruna tertunduk diam tanpa mau melihatku. Sekilas aku melihat tatapannya begitu sendu, seperti akan menangis.
"Gomen, akhir-akhir ini aku terlalu banyak pikiran. Mohon mengerti posisiku." kataku memohon.
Kulirik Yuya yang sepertinya terlihat marah, aku tahu dia sangat mencintai Haruna dan pastinya tidak akan membuat dia menangis. Tapi aku juga berhak marah, walau aku tidak memiliki rasa sama sekali terhadap Haruna. Hanya bentuk rasa bersalah karena telah mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN-OUT [ON HOLD]
FanfictionJika jiwamu tertukar, apa yang akan kalian lakukan? Mengikuti permainannya? Atau Menentang permainannya? -Jika jiwamu tertukar, ingatlah, sifat yang melekat pada dirimu tidak akan pernah tertukar dari dirimu yang asli- GENRE : FRIENDSHIP, PERCI...