3

19 4 8
                                    

Jeonghwan baru saja menyelesaikan jam kuliahnya. Ia berniat menemui seorang temannya di sebuah cafe. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Baru saja ia keluar dari pintu gerbang kampusnya, ia melihat seorang gadia yang tidak asing baginya sedang berdiri di halte. Pria Oh itu menyunggingkan senyumnya.

"Akhirnya aku bertemu dengannya lagi." Lirihnya senang. Saat di depan halte ia menepikan mobilnya. Sejenak ia memperhatikan gadia yang tengah berdiri di halte itu. Ia mumutuskan melepas seat beltnya dan turun dari mobil saat menyadari bahwa gadis yang tak lain adalah Haewon itu terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya terlihat pucat.

"Haewon-ssi, kau mau ke mana?" Tanyanya saat sudah berada di hadapan Haewon. Namun belum sempat nenjawab pertanyaannya tubuh gadis itu tiba-tiba limbung. Beruntung refleksnya bagus, hingga ia dengan sigap menopang tubuh Haewon.

"Haewon-ssi? Haewon-ssi, kau baik-baik saja? Kau bisa mendengarku? Haewon-ssi?" Ucapnya sambil menepuk-nepuk pipi Haewon. Berusaha menyadarkan gadis itu. Tak ada pergerakan apapun dari Haewon dengan sigap ia menganggkat tubuh Haewon ke dalam mobilnya dan segera membawanya ke rumah sakit.

                                 ***

Jeonghwan memarkikan mobilnya tepat di depan pintu sebuah rumah sakit. Ia terburu-buru melepaskan sabuk pengamannya. Detik selanjutnya ia membuka pintu mobilnya dan segera berlari keluar menuju sisi mobilnya yang lain. Ia membuka pintunya dan melepaskan sabuk pengaman yang digunakan oleh Haewon yang saat ini terkulai lemah tak sadarkan diri. Setelah berhasil melepaskan sabuk pengamannya ia segera mengangkat tubuh gadis itu. Langkahnya tergesa ingin segera tiba di loby rumah sakit.

"Dokter, suster, tolong!" Ucapnya lantang saat berada di loby rumah sakit. Dua orang perawat dengan sigap menghampiri pria Oh dengan sebuah brangkar. Ia lantas menidurkan gadis yang di gendongannya itu ke brangkar dengan hati-hati. Perawat kemudian mendorong brangkar itu menuju ruang gawat darurat.

"Maaf, tuan. Anda harus menunggu di sini." Ucap salah satu perawat saat brangkar akan di dorong masuk ke dalam ruang gawat darurat. Mau tidak mau ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruangan itu. Matanya menatap nanar pintu ruangan yang tertutup rapat itu.

Sudah lebih dari sepuluh menit berlalu, dokter tak kunjung keluar dari ruangan itu. Ia semakin gusar. Entah kenapa sepuluh menit terasa seperti sepuluh jam baginya. Pria itu terus mondar-madir di depan ruangan bertuliskan Emergency Room di atas pintunya itu. Ia terus meremas tangannya karena gugup.

"Ya Tuhan, aku memang ingin bertemu dengannya. Tapi kenapa harus dalam keadaan seperti ini. Semoga dia baik-baik saja." Lirihnya. Sungguh, dia sangat terkejut saat gadis di hadapannya tadi tiba-tiba pingsan bahkan sebelum gadis itu menjawab pertanyaannya. Beruntung ia dengan sigap menopang tubuh lemah gadis itu. Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka dan seorang dokter muda keluar dari dalam ruangan tersebut.

"Dokter bagaimana keadaannya?" Tanya Jeonghwan.

"Dia mengalami kekurangan nutrisi dan juga kelelahan. Sepertinya ia tidak mengkonsumsi apapun sejak kemarin. Untuk itu pasien perlu dirawat inap setidaknya sampai besok pagi." Jelas dokter.

"Apakah anda keluarga pasien?" Tanya dokter itu.

"Ah, aku. . . Aku temannya, dokter. Aku tidak tahu di mana keluarganya, karena aku belum lama mengenalnya." Jawab Jeonghwan.

"Kami memerlukan wali dari pihak pasien untuk meyelesaikan administrasi agar pasien segera dipindahkan ke ruang perawatan." Jelas dokter.

"Biar saya saja yang menyelesaikan administrasinya, dokter. Aku khawatir keluarganya sedang sibuk. Bagaimanapun dia harus segera mendapatkan perawatan." Jelas Jeonghwan.

Spring, and A GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang