Sejak menjadi mahasiswi, Kalya melewati hari-harinya dengan semangat menggebu-gebu meskipun kadang letih menggerogoti tubuhnya. Ia harus pandai membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Sungguh melelahkan. Malam-malam sunyi Kalya lalui dengan mengepulkan harapan agar bisa menyelesaikan kuliah dengan lancar.
Awalnya Kalya sempat khawatir akan biaya kuliah yang harus dibayar. Untung saja, seperti janjinya beberapa bulan lalu, Nevan benar-benar membantu Kalya mendapatkan beasiswa, utamanya dengan memberi arahan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi. Bagai sebuah keajaiban, ternyata harapannya terkabulkan. Tangis haru tak mampu Kalya tahan bahwa betapa ia bahagia. Semua perasaan suka cita memenuhi batin Kalya.
Orang yang pertama kali Kalya beritahu kabar gembira itu adalah ibu Bintang, yang tidak langsung mengucap selamat, tetapi gagu beberapa saat. Kalya tahu, ibu tersayangnya itu pasti sangat kaget karena Kalya memang belum memberitahu perihal kuliahnya kepada orang-orang di panti, lalu kabar mendapatkan beasiswa itulah yang lantas membuat ibu Bintang tidak menyangka.
Kalya tak memberitahu dari awal karena takut ibu Bintang semakin kepikiran, dengan meninggalkan panti saja ia sudah memberatkan pikiran ibu Bintang, lalu bagaimana jika Kalya turut mengutarakan niatnya meraih mimpi melanjutkan pendidikan? Pasti khawatir. Kalya bisa menebaknya.
"Kal, kamu follow Instagram-nya Kak Aleta nggak?"
"Aku nggak—"
"Kamu nggak follow? Gila, cantik bangettt! Dia tuh mewakili aura cewek tulen yang sesungguhnya. Pernah tuh aku liat dia ngomong, halusss banget. Asli, kelembutan cewek secara hakiki ya si Kak Aleta inilah. Face-nya sesuai sama sikap dia. Bikin iri tahu nggak?" celoteh Adel atas kekagumannya pada cewek yang tak Kalya tahu seperti apa wajahnya. Kalya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Masa, sih? Kok nggak pernah keliatan?"
Adel memutar bola mata. "Kamunya yang nggak pernah liat. Emang sih, beberapa hari ini dia kan lagi sakit."
Adel mendekatkan ponselnya ke depan Kalya, memperlihatkan layar cerita Instagram dari gadis yang menjadi topik pembicaraan mereka. "Kamu nggak liat Instastory-nya yang ini, ya? Tuh, liat. Dia lagi sakit, tangannya pakai diinfus segala."
Dengan senyum getir, Kalya menjawab, "Aku, kan, nggak main Instagram. HP aku cuma bisa buat telepon sama kirim SMS."
Adel menepuk kening. "Aku lupa, astaga. Duh, maaf-maaf, aku nggak maksud gitu." Adel meringis bersalah.
Kalya berusaha tersenyum. Di zaman sekarang, mungkin cuma dia yang menggunakan telepon genggam model jaman dulu, di mana dalamnya tidak bisa mengunduh aplikasi kekinian yang dimainkan para generasi yang orang-orang sebut generasi milenial. Kalya mengerti, jadi wajar saja bila Adel lupa.
"Santai aja, nggak apa-apa." Kalya tersenyum maklum.
"Suer, aku lupa. Kamu jangan marah, ya? Kita, kan, temen." Adel mengangkat dua jarinya dengan raut bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dependencia (Tamat)
General Fiction(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) Kalya Risaluna memberikan seluruh hidupnya kepada Nevan Pradipa Surya, putra dari donatur terbesar untuk Panti Asuhan Gemintang, tempatnya dibesarkan. Tidak adanya restu dari ayah...