Part 5

234K 10.7K 29
                                    

Tubuh Kalya merosot setelah melihat uang tabungannya menipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Kalya merosot setelah melihat uang tabungannya menipis. Kalya memijit kening; sedikit meredakan pusing, tapi otaknya tetap berjibaku memikirkan kelanjutan hidupnya dengan sisa uang yang ada.

Gajian masih dua Minggu lagi, yang Kalya terima bulan ini pun telah digunakan untuk keperluan kuliah yang tidak masuk tanggungan beasiswa. Jangan lupa, kebutuhan sehari-hari Kalya juga turut mengurangi nominal uang yang dimiliki walau sebisa mungkin sudah berhemat.

Belakangan ini Kalya jadi sering terlambat datang ke tempat kerja, bahkan sampai mendapat teguran dari rekannya yang kebetulan menyadari lambannya setiap pekerjaan yang Kalya lakukan. Tak jarang Kalya salah membawa pesanan, dalam artian pesanan antara meja satu dengan yang lain tertukar. Untung saja bukan manajer umum yang memberi peringatanan. Karena jika iya, mungkin Kalya sudah kehilangan pekerjaan. Kalya menggeleng lemah. Jangan sampai hal itu terjadi.

Entah kenapa perasaan Kalya dicekam suasana gundah. Hatinya seolah-olah mencari alasan mengapa ia berjuang; untuk siapa ia menghabiskan letih tak terelakkan ini. Sejujurnya ... pilu kadang menghantam jiwanya saat Dea tak sengaja bercerita tentang ibunya yang sering mengomel karena malas merapikan rumah. Kata Dea, meski masih menyemburkan omelan pedas menyentil hati, ibunya tetap saja masih setia memasakkan air hangat setiap Dea pulang kerja. Bukannya dengki, hanya saja Kalya juga berharap kehadiran seorang ibu yang menepuk punggungnya memberi semangat kala lelah datang.

Di pinggir jalan, tak sengaja Kalya melihat toko komputer. Matanya menangkap keberadaan sebuah laptop yang dari luar bisa Kalya lihat. Langkahnya berjalan lebih dekat ke arah toko itu, semakin dekat hingga akhirnya memilih berhenti. Kalya sungkan bertanya soal harga. Toh, uangnya jauh dari kata cukup. Begitu pikiran Kalya. Karena itu, Kalya keluar dari pelataran parkir toko tersebut dan memilih menunggu angkutan yang lewat.

Sebuah mobil berhenti tepat di depan Kalya. Wanita itu mengernyit, menilik lalu mengingat-ingat siapa pemilik mobil bernomor pelat tak asing yang sampai saat ini si pengemudi tidak menampakkan wujudnya. Lapisan hitam kaca mobil membatasi pandangan Kalya dari luar. Hingga kaca di bagian kiri depan mobil turun dan menampakkan wujud lelaki yang sudah banyak memberinya bantuan.

Tanpa senyum ramah seperti yang biasa Kalya lihat, Nevan hanya menatapnya datar. Mulut Kalya juga mendadak kelu untuk menanyakan kenapa Nevan berhenti di depannya. Selain itu, rambut yang juga biasanya rapi sekarang malah awut-awutan bak se-Minggu tak disiram air. Ada apa dengan Kak Nevan?

Dengan bimbang, Kalya mendekat.

"Ka-kakak kenapa berhenti?" tanyanya sedikit terbata.

Pintu mobil Nevan terbuka.

"Masuk."

Kalya tak bergerak. Maksudnya ... Nevan menyuruhnya masuk ke mobil, begitu?

"Bareng Kakak?" Kalya bertanya dengan hati-hati.

Kepala Nevan turun-naik. "Aku antar pulang."

Dahi Kalya memberengut. Aneh saja dengan kehadiran Nevan yang tiba-tiba berhenti di depannya. Nevan mengikutinya?

Dependencia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang