Rumah itu penuh dengan tumbuhan-tumbuhan indah yang daunnya mengkilap. Mencermikan penghuninya yang sangat rajin dan mencintai tanaman. Walau rumah ini ditengah kota, rasanya sejuk sekali karena banyak tanaman. Aku melangkah semakin mendekati pintu rumah ini.
Pintunya terbuka. Aku disambut oleh seekor kucing gembul berbulu lebat serta hitam mengkilap. Kucing itu sedang terlelap di atas lantai teras rumah ini yang sejuk. Aku tersenyum. Kucing itu sehat, pasti penghuninya pencinta kucing seperti diriku. Belum sempat aku melangkah lagi, seekor kucing putih dengan bulu yang tak terlalu lebat melangkah dengan cantiknya dari dalam rumah. Kucing itu cantik.
Aku sudah berdiri di depan pintu rumah itu. Ku ketuk pintu tersebut sambil mengucap salam. Seseorang menyahut dari dalam "wa'alaikumsalam, sebentar yah" suara nya lembut. Suara yang ku kenal. Suara yang delapan tahun ini tak pernah ku dengar. Suara yang tak pernah bernada tinggi sekalipun sedang marah.
Aku memutuskan untuk duduk di kursi teras rumah itu sambil mengusap kucing putih yang menghampiri kaki ku.
"Maaf sudah lama menunggu" seorang wanita berkerudung hitam dengan setelah rok hitam dan kemeja kotak-kotak dengan jas putih yang menggantung di lengannya.
Ya, aku mengenalnya. Dia seorang dokter.
Ku lihat ia sedikit terkejut melihat ku."Karin" ya, gadis itu biasa disapa begitu. Wanita itu masih terdiam
"Ada perlu apa?" Tanyanya lalu duduk di kursi lain di teras itu.
"Apa harus ada alasan untuk menemuimu, Rin?"
Gadis itu menggeleng.
"Kamu mau pergi kerja?"
"Hmm nanti jam 10"
Tak ada lagi kata-kata antara kami.
"Kenapa baru sekarang menemui ku?"
Pertanyaan itu tak bisa ku jawab. Pertanyaan Karin menggantung di langit-langit terasa rumahnya.
"Karena aku baru paham arti rumah yang sebenarnya"
"Mengapa baru sekarang?" Tanya nya kembali
"Maaf jika terlambat"
"Selamat"
"Untuk?"
"Untuk cita-cita mu yang tercapai"
Aku terdiam
"Ku dengar, karir mu naik dengan cepat"
"Itu semua juga karena kamu, Rin"
Gadis itu menggelang
"Itu semua karena usaha mu sendiri" ucapnya
"Rin, apa kamu benci denganku?"
Gadis itu menggeleng
"Bagaimana bisa aku membenci laki-laki yang sudah ku tunggu sejak lama untuk duduk di depanku seperti ini?"
Aku terdiam
"Bagaimana bisa aku membenci laki-laki yang amat sangat aku cintai. Yang selalu aku doakan agar hidup nya baik-baik saja" ucapannya lembut.
Air mata yang ku bendung sejak tadi akhirnya tumpah. Aku menangis. Ya Tuhan, bagaimana bisa ada wanita setulus ini. Yang sudah ku sia-siakan. Tapi masih saja mengharapkan yang terbaik untukku. Ya Tuhan, maafkan aku.
"Rin, maafkan aku. Maaf" aku terisak
Kucing hitam yang tadi tengah tertidur tiba-tiba menghampiri Karin. Ia loncat ke arah pangkuan Karin. Seperti sedang menenangkan Karin.
"Aku ingin memperbaiki semuanya" ucapku
Karin menggeleng.
"Rin, beri aku kesempatan"
"Raka, aku ga bisa. Secinta apapun aku denganmu, aku ga bisa"
"Apa karena Hafiz?" Tanya ku.
Karin mengangguk.
"Walau aku belum mencintainya, aku tak ingin menyakiti hati Hafiz yang mencintaiku"
"Tapi, kalian belum menikah"
"Sebulan lagi kami menikah"
Aku terdiam. Jawaban Karin menggantung kembali.Semua sudah selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah
Teen Fictioningin rasanya bercerita panjang denganmu tentang sesak di dada tapi kurasa telingamu bukan lagi alat untuk mendengar ocehan ku cerita ini biarkan hanya menjadi milikku suatu saat nanti jadi pengingatku saat ada seseorang yang baru hingga aku akhirn...