Empat

361 29 0
                                    

Drtt ... Drtt ....

Ponselku yang tergeletak di meja menyuarakan bunyi. Kulirik, ternyata pesan WA dari Karina.

Karina:
Ras, lo udah belajar belum? Besok ulangan kimia. Belajar yang rajin ya! Gue udah coba belajar tapi gak ngerti sama sekali. Jadi biasa. Gue nyontek lo aja yaa ;)

Aku langsung mendengkus kesal.

Dasar kebiasaan!

Belum juga ponsel benar-benar kuletakkan di atas nakas, pesan yang senada datang lagi dari dua sahabatku yang lain, Gini dan Alina.

Anak-anak ini .... Selalu saja menyerah sebelum berusaha.

Sorry yaa. Besok kayaknya gue nggak masuk.

Cepat aku membuat pesan siaran kepada ketiga sahabatku itu. Dan sebelum ketiganya merespons pesanku, cepat kumatikan data sekaligus ponselku.

Aku malas jika harus meladeni mereka. Jadi biarkan saja.

Saat ini kupikir meminum teh herbal akan sedikit membantu. Apalagi setelah kejadian irasional yang kualami beberapa jam yang lalu. Lagi pula, persediaan teh chamomile-ku juga masih ada. Pusingku pasti mereda jika meminumnya.

Aku pun memutuskan diri untuk turun ke dapur.

Saat melihat ruang tengah, Kak Rama dan teman-temannya masih tampak ribut di depan televisi. Mereka terlihat semakin antusias menonton, apalagi setelah tim jagoan mereka yang memang sama mencetak angka. Aku tahu karena mendengar teriakan gol mereka tadi saat masih di kamar. Pendengaranku kurasa memang semakin tajam akhir-akhir ini.

Terus melangkah ke arah dapur ...

Bugk

Aku jatuh terduduk saat sesuatu yang besar tiba-tiba menabrak tubuhku.

Menatap ke depan, tampak sebuah tangan terulur ke arahku. Dan aku terkesiap demi mendapati sesosok laki-laki yang berdiri di depanku dalam gelap.

Laki-laki itu. Dia ...

Aku tidak menyalakan lampu tadi. Tapi, aku yakin mengenali sosok ini.

"Kamu nggak pa-pa?"

Suaranya terdengar jelas di telinga.

Bukan di kepala.

Aku tidak menjawab dan hanya mendongak menatapnya. Terlalu terkejut.

Dia ... dia adalah bayangan hitam.

Lagi-lagi aku tidak bisa melihat wajahnya karena kegelapan. Sedari awal sampai sekarang aku belum pernah bisa melihat wajahnya karena tudung hitam yang dikenakannya. Namun kali ini, dia tidak memakai jubah dan tudung di kepalanya sama sekali. Dan dari tinggi dan postur badannya, aku yakin sekali itu dia.

Pelan aku meraih uluran tangan itu.

Terjadi seperti sengatan, perasaan aneh yang sama segera menyergapku seperti saat bayangan hitam memegang tanganku, persis seperti sebelumnya.

Samsara: Who Are You? (Teaser)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang