Jeruji Besi

22 3 0
                                    

Langkah kaki pertama,aman. Langkah kaki kedua,aman. Memang maklum saja,tengah malam seperti ini mana ada orang yang mau membaca?. Rak buku berjejer rapi dengan perapian di tengah ruangan. Daerah membaca buku dengan meja dan kursi tertata rapi. Dengan meja kayu untuk sekedar menaruh kopi hangat dan sepasang kursi besar empuk. Penerangan malam itu tidak seterang pada lorong yang ia lewati tadi,sedikit remang-remang. Tertarik membaca,ia mengambil satu buku yang terletak di rak terdekat. Meniupnya,karena berdebu dan mengelap sampul berwarna merah bata dengan sebuah bingkai bergaris kuning di tengah sampul. Tulisan judul bergaya kuno,

"Between." Alis Adelle naik satu, "Maksudnya?" Termakan rasa ingin tahu,Adelle membuka buku yang menurutnya aneh.

Halaman pertama ia tidak menemukan daftar isi maupun kata pengantar. Kertasnya seperti buku-buku kuno yang berwarna kecoklatan. Beberapa lembar terlewat,ia menangkap sebuah tulisan kuno panjang berbahasa Prancis.

"Sial,aku tak bisa berbahasa Prancis." Keluhnya.

TAP TAP

Ada orang? Tengah malam seperti ini?

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Panik, cepat ia membawa buku tersebut lalu berlari keluar. Tak lupa menutup pintu perpustakaan. Memerhatikan sekali tiap langkahnya agar tidak menimbulkan suara. Lorong menuju perpustakaan sangat membantu karena terdapat banyak penerangan. Namun saat menuju lorong kamar pasien yang besar, Adelle merasa jantungnya dipacu cepat.Suasana mencekam begitu pekat terasa. Entah takut atau bagaimana,lorong besar itu menjadi menyeramkan hanya karena penerangan yang dibantu oleh sinar bulan.

TAP! TAP! TAP!

Suara langkah kaki berat itu semakin cepat menuju ke arahnya dan semakin nyaring. Merasa terancam, ia mempercepat langkah kakinya. Rasa takut mulai menjalar di seluruh tubuh. Langkah kakinya terasa kian memberat dan semakin memberat. Ia memerhatikan deretan pintu kamar pasien,menghitung mencari kamarnya.

"124! Itu dia!" Menemukan kamarnya,Adelle mempercepat langkahnya.

TAP!!

Langkah kaki itu terhenti dengan suara ketukan sepatu keras menggema di penjuru lorong. Reflek,Adelle terhenti dari aksi berlarinya.

Dia... berhenti?

Gadis itu memberanikan diri menoleh ke belakang.Dan ia tidak menemukan apa-apa,selain kehampaan.

"Itu tadi orang atau jangan-jangan?" Ucapan Adelle menggantung. Ia bergidik,memilih berbalik dan berlari menuju kamarnya.

BRAKK!

"Hahh! Hahh! Haaaah" Nafasnya berderu kencang. Ia membanting pintu kamarnya dan bersender pada pintu tersebut. Kedua tangannya meremas kepalanya yang mendadak pusing ditambah rasa ketakukan akibat suara langkah kaki misterius tanpa wujud yang konkret.

Dan,ia teringat sesuatu. Sesuatu yang harusnya ia bawa.

"Buku tadi?" Adelle merogoh seluruh saku pada pakaiannya.

"Tidak ada."

***

Malam yang tenang. Kesunyian menenangkan ini cukup menghibur Nathan,Dokter dengan tinggi tidak wajar itu. Jam dinding memang sudah menunjukkan pukul sebelas lewat,tapi sama sekali tidak ada niatan untuk beristirahat. Matanya sibuk menatap layar laptop di hadapannya. Diketiknya kata demi kata menjadi sebuah kalimat lalu paragraf. Selain meniti karir sebagai dokter,Nathan juga bergelut dalam dunia sastra. Ia mungkin masih pemula karena hanya berani mengunggah beberapa cerita buatannya ke media sosial ataupun media e-book. Ia belum cukup memupuk keberanian untuk mengirimkan naskahnya ke penerbit.

"Syukurlah sudah dua puluh lembar." Nathan merenggangkan pinggulnya,pegal efek duduk terlalu lama menghadap laptop.

"Astaga sudah tengah malam." Matanya menatap terkejut jam dinding di kamarnya. Dirasa sudah melewatkan jam tidur,Nathan bergegas bangkit dan berusaha untuk tidur.

TAP!

"Apa itu?!" Sedikit terkejut. Suara langkah kaki yang terkesan menggunakan sepatu menghentak cukup keras di atas ubin rumah sakit dan menggema. Kamar Nathan terletak tidak jauh dari pagar pembatas daerah terlarang.

"Siapa yang malam-malam begini keluar kamar?" Termakan rasa penasaran,Nathan mengabaikan niatnya untuk tidur dan bangun. Sekedar mengecek ulah siapa yang membuatnya gagal tidur dengan tenang.

Nathan keluar dari kamarnya hanya dengan menggunakan celana hitam panjang dan kaos putih berlengan panjang dan juga sandal rumah. Lorong kamar inap dokter saat malam terkesan jauh lebih seram dibanding dengan lorong besar milik pasien. Karena hanya ada satu penerangan untuk menerangi sepanjang lorong.

TAP! TAP!

Suara langkah kaki itu terdengar lagi. Kali ini telinga Nathan menjadi lebih awas dan memerhatikan betul dari mana suara yang mengganggu ketenangan malamnya ini berasal. Berada di ujung lorong,Nathan berbelok ke kiri menuju pagar daerah terlarang.

BRAKKK!

Kali ini suara yang berbeda. Seperti suara seseorang membanting pintu dan suara bising itu berasal dari,

"Kamar pasien? Pasien macam apa yang mau keluar malam-malam begini?" Pertanyaan-pertanyaan baru kian berdatangan.

Mengabaikan suara pintu,mata Nathan menangkap sesuatu di dekat pagar pembatas. Sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana. Ia memberanikan diri berjalan ke dekat pagar dan mengambil sesuatu itu dari sela-sela besi pagar.

"Sebuah buku?" Ia bangkit dan mengarahkan buku itu ke arah sinar bulan yang masuk,

"between?".

***

GONEWhere stories live. Discover now