Hukuman yang Pantas

32 3 0
                                    


"Ya ampun sudah kuduga!" Dokter itu terduduk dan menepuk dahinya. Rasa khawatir yang ia wanti-wanti telah terjadi. Walau ia sudah memperkirakannya.

"Jadi,Dok. Bisa anda jelaskan siapa aku sebenarnya?" Gadis itu bertanya,namun wajahnya datar sekali. seperti tidak menganggap masalah ini serius. Berbanding terbalik dengan dokter tampan yang ada di depannya ini. Dokter itu lantas membuka datanya kembali. Mengecek keadaan pasiennya yang satu ini. Ia akan menambahkan gadis ini sebagai pasien yang butuh perhatian khusus sekaligus dihindari.

"Bahkan namamu sendiri kau tidak ingat?".

Gadis itu memasang wajah berpikir. Berusaha mengingat-ingat. Namun,hasil tak sebanding usahanya.

"Adelle. Hanya itu yang bisa ku ingat." Gadis itu mulai mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan dengan nuansa serba putih yang begitu memuakkan.

"Ini rumah sakit." Inisiatif,dokter itu menjawab sebelum pertanyaan itu terlontar dari mulut gadis polos di depannya.

"Aku dibawa masuk ke rumah sakit karena hilang ingatan atau sebelumnya kepalaku terbentur sesuatu lalu aku dibawa kemari kemudian hilang ingatan? Mana skenario terbaik menurut dokter?" Lagi,gadis itu bertanya dengan nada yang memusingkan dan wajah datar dengan aksen membosankan.

Dokter itu menatap Adelle,gadis lugu itu dengan tatapan prihatin, "Sayangnya ini adalah rumah sakit jiwa." Mendengarnya alis Adelle naik satu. Apa ia tak salah dengar? Dokter tampan di depannya ini bilang ia berada di rumah sakit jiwa yang berarti ia sekarang dalam kondisi gila?. Dokter ini lucu sekali,pikirnya.

"Aku tahu kau tidak ingat apapun. Wajar kau memasang wajah bingung seperti itu." Dokter itu bergegas untuk pergi, "Kalau kau tak ada keluhan lagi,aku akan pamit. Panggil saja aku jika perlu. Setiap hari aku akan datang mengecek keadaan mu,ngomong-ngomong."

"Kenapa aku bisa masuk rumah sakit gila ini?" tanya Adelle menghentikan langkah Dokter itu sementara.

"Kau membunuh seseorang." Dokter itu melangkah keluar ruangan.

Pintu itu tertutup lagi. Menyisakan kesunyian yang kian berisik. Pandangannya kosong. Rangkaian pertanyaan dan deru suara 'kaupembunuh' terus terulang seperti kaset rusak di kepalanya. Ia memang tak ingat apapun,tapi kenyataan yang menerpanya begitu telak. Sulit untuk diterima,sulit untuk dielakkan. Sesuatu yang ia ingat hanya sebatas sebuah nama 'Adelle', ia pun tak tahu pasti apakah itu namanya atau nama seseorang yang kebetulan melintas di dalam otaknya. Ataupun nama orang yang ia bunuh?. Ia tidak tahu,yang bisa ia lakukan sekarang adalah mengklaim bahwa 'Adelle' adalah namanya. Untuk sementara waktu.

Adelle mengedarkan pandangan,ruang yang serba putih ini kian lama kian membunuhnya secara perlahan dan saat menghadap ke belakang ia menangkap sebuah cermin persegi panjang yang cukup besar,setidaknya seperempat tubuhnya dapat dipantulkan oleh cermin itu.

Ia memerhatikan sosok dirinya di dalam cermin. Rambutnya pendek di ujungnya sedikit berwarna merah efek terbakar sinar matahari,poninya terbelah di sudut kiri, bulu matanya lentik,alisnya tebal,bentuk wajah yang tirus,hidung yang sedikit mancung dan bibir pink ranum menghias di wajahnya. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek,kulitnya putih pucat dan badannya kurus. Baju biru khas rumah sakit terpati di tubuh kurusnya itu.

Sekelebat,suara gema 'kaupembunuh' mulai merasuki kepala Adelle. Spekulasi mulai bermunculan apakah dokter itu berbohong ataukah dia memang seorang pembunuh?

KREEKK

Pintu itu terbuka lagi. Menampilkan sosok yang jauh berbeda dengan yang tadi.

"Permisi, ini sarapannya." Sosok itu memasuki ruangan dan menaruh nampan berisi sarapan Adelle pada meja di samping ranjangnya. Adelle memerhatikan sosok itu. Lagi-lagi,pemuda yang ia taksir berumur dua puluhan yang berbadan pendek bagi ukuran laki-laki seumurannya atau bahkan tingginya sama dengan Adelle,kulitnya pucat pasi,berwajah datar dan mengenakan pakaian perawat.

GONEWhere stories live. Discover now