Di Bawah Lampu Taman (03)

8 0 0
                                    

Langit berwajah cerah. Rembulan perlahan-lahan menanjak dari Timur tanpa serakah. Beberapa anak muda yang sedang menikmati malam tampak terkekeh. Mungkin mereka sedang menoleh pahit-manis kisah sehari dengan raga yang begitu lelah. Atau sedang melepas resah karena begitu banyak tugas kuliah.

Malam kian menanjak namun arus lalu lintas masih terlihat ramai. Bundaran Tirosa kini tak seperti wajahnya yang dulu lagi. Waktu mengubah semuanya dengan proses panjang yang telah usai. Kini, lampu-lampu taman menarik minat para penikmat selfi. Di seputar tugu, hijau mulai terlihat dari pohon-pohon dan rerumputan yang ditanami. Kendati kerap harus disirami tangan-tangan yang menanggungjawabi.

Aku memilih duduk di sebuah bangku taman di sebelah barat. Menikmati sepoi angin malam dengan dingin yang kian menggigit. Beberapa penjaja kopi keliling tampak sibuk dengan pelanggan yang ingin meneguk aroma kopi yang begitu nikmat. Seandainya ingin memesan, aku akan lebih memilih segelas kopi pahit.

Bukan takut pada manisnya gula namun bibirku lebih cocok dengan rasa yang biasa-biasa saja. Sebagaimana hidup yang sedang kujalani tanpa sesuatu yang istimewa. Namun, selalu ada syukur pada detik pertama pagi ketika tersadar dengan napas yang masih ada. Walau akan kembali berkutat dengan harapan-harapan yang berakhir sirna.

Tak masalah, senja yang begitu merahpun akan ditelan malam sebelum perlahan-lahan melahirkan purnama. Langit yang begitu murungpun akan menghilang seusai hujan yang membentangkan cerah ceria.

Setelah puas di bawah terpaan lampu taman dengan lelah yang kubiarkan berlalu, aku memilih pulang. Pijakan kakiku meremukkan dedaunan yang entah dari mana datang. Begitu akrab di telinga bunyi yang begitu garing. Debu-debu jalananpun mungkin ikut melayang menggiringku pulang.

Di beberapa sudut jalan daun-daun kering melayang-layang. Kemudian jatuh di atas aspal sebelum menepi dengan remuk yang bukan kepalang. Digilas roda-roda karet yang hanya tahu merusak kemudian menghilang.

Kupang, 14 Juni 2019

WAJAH KEMARAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang