PROLOG

23 2 0
                                    

Menawar eksistensi dari sebuah bangunan kokoh di hamparan ladang sereh. Tertancap megah diantara lereng bukit. Aku menjejak pertama kali pada ubin yang tak beraturan. Melintasi empat pilar besar yang berdiri menantang. Kuresapi tembok lembab dengan rona kusam. Bercak-bercak kelabu tercetak di antara dinding lapuk. Gelap dan suram.

Kesunyian merambat melalui setiap celah udara. Melebur bersama deritan pintu jati yang setiap saat terseok angin. Semakin mencekam saat menyambut datangnya jangkrik malam. Hanya tiga sumber suara yang memekak telinga. Angin, detikan jam dinding, dan jangkrik malam.

Kulihat beberapa jendela telah reot termakan rayap. Tidak ada sisi berwarna yang terlihat. Awalnya aku pikir bangunan itu memang kelam karena tergerus usia. Tetapi nyatanya ada energi lain yang menjejali setiap dindingnya. Menebar setiap hawa mencekam bagi siapa saja yang mencoba menjarahnya.

Siapa yang sangka, bangunan kusam itu ternyata sebuah balai pengobatan paling terpencil. Meski begitu, gedung lapuk itu masih berdaya guna hingga kini. Hanya saja, kesan suram yang dimunculkan lebih kuat sejak sorotan pertama. Saat itu untuk pertama kalinya aku membaca aksara yang di ukir pada dua tembok menara yang menjulang.

KASTIL ANNO 1806

Blitar

Kastil AnoWhere stories live. Discover now