10

19 1 0
                                    

Mata nyalang yang berpeluh darah itu kini hanya berjarak kurang dari satu jengkal dari pandangannya. Disertai desisan senandung dari robekan mulutnya.

Suara itu, dentingan memuakkan yang membuat Naura kembali membeku ketakutan. Senandung tengah malam itu kembali muncul tepat beberapa menit setelah denting jam kuno berhenti. Naura tercekat, suara itu seakan tepat berada di belakang lehernya. Ia mengalihkan pandangannya, memberanikan dirinya melongok ke jendela.

Saat itu Naura melihatnya. Dia yang menyorot jendela Naura sembari bersenandung. Sosok yang sama seperti yang digambarkan Nando. Di tengah gelap, Naura hanya bisa melihat matanya yang melotot nyalang. Seluruh tubuh Naura membeku. Otaknya tidak bisa bekerja saat ia dikuasai rasa takut.

Perempuan itu terus menatap jendela kamar Naura sembari bernyanyi lirih, namun sangat jelas terdengar.
Naura lekas menutup tirai jendelanya. Ia bahkan memukul-mukul kedua telinganya. Berharap suara itu akan segera hilang seperti yang sudah-sudah. Namun percuma, ia senandung memilukan itu terus memekak telinga.

Beberapa saat setelahnya, suara itu menghilang. Benar-benar berhenti. Namun bukannya lega, Naura justru semakin tidak tenang. Karena Naura khawatir, senandung itu belum benar-benar hilang. Seakan sengaja berhenti. 

Naura kembali memberanikan diri membuka tirai jendela kamarnya. Dalam hati ingin memastikan hilangnya suara itu. Namun secara mengejutkan, sosok wajah mengerikan itu kini menempel tepat di jendela. Mata nyalang yang berpeluh darah itu kini hanya berjarak kurang dari satu jengkal dari pandangan Naura. Ia mengejang saat melihat robekan luka di wajah mengerikan itu.

Naura benar-benar kehilangan kendali atas dirinya. Tubuhnya tidak mampu bergerak menjauh, bibirnya ternganga lebar tanpa bersuara. Dalam jarak yang terlampau dekat, matanya tertuju langsung oleh penampakan mengerikan di hadapannya yang kini semakin jelas tertangkap. Kulit yang mengelupas disertai sayatan berdarah. Membelah pipinya secara ironis. Merobek sebagian besar mulutnya yang ia gunakan untuk bersenandung.

Sedetik kemudian, senandung itu kembali menguar dari mulut lebarnya tidak lama setelah ia berhenti. Kali ini lebih jelas terdengar di hadapannya. Ia bisa melihat dengan jelas sudut mulutnya yang semakin robek terbelah saat ia melantunkan nyanyiannya. Sungguh, Naura terjebak dalam lubang ketakutannya. Bahkan Naura tidak bisa mengontrol degup jantungnya sendiri saat ini.

Naura semakin terkejut saat tangan wanita itu mencoba menembus jeruji kayu jendela mulai mendekati lehernya. Dalam sekejap tangan itu berhasil meraih leher Naura dan mencekiknya. Naura mengais udara tanpa bisa mengeluarkan suara. Ia sudah kalap sampai akhirnya merenggut kesadaran Naura sepenuhnya.

Naura berhasil terbangun kembali dengan posisi duduk. Kedua matanya mengerjap saat menangkap cahaya yang memasuki celah ventilasi. Ia mengumpulkan kesadarannya cukup lama, sampai akhirnya ia baru tersadar jika hari sudah cukup siang. Ia tampak linglung, tak bisa memastikan apakah kejadian semalam adalah mimpi belaka. Namun jika itu  benar mimpi, lantas bagaimana ia bisa terbangun dalam posisi duduk? Pikirnya.

Naura kembali dikagetkan dengan kehadiran Pak Tuki yang mengetuk pintu kamarnya keras-keras. Ia hampir lupa jika Pak Tuki seharusnya sudah mulai bebersih pada jam ini.
"Mbak Naura kesiangan lagi?" tanya Pak Tuki heran saat menemukan Naura membuka pintu dalam keadaan setengah sadar.

Naura membisu sejenak, sampai akhirnya ia mulai membuka mulutnya pelan. "Semalam saya dicekik orang itu, Pak!" Lantas mendengar itu Pak Tuki diam, ada sedikit kerutan di keningnya, menampakkan airmuka yang sulit diartikan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 31, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kastil AnoWhere stories live. Discover now