O3 | Midam |

18 6 27
                                    

Brakk!!

"KAKAK APA-APAAN?!"

"Apa-apaan gimana dah Hwall?"

Hwall mendecak, menatap tajam kakaknya yang fokus bermain playstation. "Kak kalo diajak bicara diliat coba lawan bicaranya!"

Midam lalu meletakkan stick ps nya. Bangkit dari duduknya lalu melipat kedua tangannya.

"Kenapa?"

Bughh!

"KAKAK KENAPA GANGGU AKU?!"

Bughh!

Bughh!!

"Heh bocah kasian tangan lo!"

Midam menarik tangan Hwall paksa. Tangan Hwall sudah berceceran darah, tapi sama sekali si pemilik tangan tidak merasa sakit.

Pada ngira Hwall nonjok Midam kah? Hwall tadi memukul-mukul tembok kamar Midam yang berwarna putih. Tapi sekarang tembok putihnya ternodai dengan darah.

Untung adik gue yekan?, batin Midam.

"Kakak salah emang ya?", tanya Midam yang mencoba menenangkan Hwall.

Hwall yang sudah mulai tenang lalu duduk di kasur milik kakaknya itu. "Jelas salah lah! Kakak ganggu Hwall main."

Hwall yang tidak berani menatap kakaknya, hanya menunduk sambil sesekali mengelupas kulit tangannya yang berceceran darah.

Plak!

Midam memukul lengan Hwall cukup keras, membuat sang empunya sedikit mengerang.

"Siapa yang ngajarin buat ngelupas tangan? Sana balik kamar lo, tidur! Besok lo sekolah!"

"Hah?"

Hwall mengerutkan dahinya, tak mengerti apa yang dikatakan kakaknya itu, sekolah? Demi apa!

"Iya kemaren kakak ndaftarin kamu sekolah", ujar Midam yang mulai fokus dengan ps nya kembali.

"What the—?"

Sebelum Hwall mengucapkan kata yang buruk di kamarnya, Midam buru-buru menarik lalu mendorong Hwall keluar dari kamarnya.

Menutup rapat lalu menguncinya.

Tak sudi Midam jikalau kamarnya diisi dengan kata-kata buruk.

•••

"Ivi!"

Ivi yang mengenakan setelan seragam dengan tas punggung yang melengkapi, menghentikan jalannya.

"Heh noleh dong!"

Sesuai perintah, Ivi menolehkan kepalanya. Ditemukannya sesosok teman yang sudah 1 tahun menjalin pertemanan bersamanya.

Lia.

"Kenapa li?"

Dilihatnya Lia yang terkekeh geli. "Bareng yaa", ucapnya sambil menggandeng tangan Ivi.

Lalu mereka berdua mulai berjalan di lorong kelas yang sudah cukup ramai, karena bel juga sudah berbunyi.

Ketika mereka berdua masuk ke kelas, dilihatnya dari pojokan kelas ada seorang lelaki melambai-lambaikan tangannya.

Eric.

Lelaki yang memiliki darah LA yang selalu ia banggakan. Masih melambaikan tangannya, lalu mengisyaratkan untuk duduk di bangku depannya.

Mereka berdua menurut lalu duduk di bangku yang Eric tadi maksud.

Di sekolah ini memang para murid di bebaskan untuk memilih tempat duduk. Jadi setiap harinya pasti ada saja yang pindah.

"Ehh katanya habisini ada murid baru loh!", ujar Eric dengan hebohnya.

Lia dan Ivi sedikit tersentak, bukan karena apa, tapi Eric yang ada di belakangnya itu tiba-tiba berlari ke arah bangku mereka berdua.

"Astaga santai dong ric!", ucap Lia yang menopang dagunya.

Ivi sebenarnya kepo siapa murid baru tersebut, toh percuma dia nyari-nyari tau, biar nanti murid barunya yang ngenalin sendiri.

"Laki apa perempuan?", tanya Ivi yang ikut-ikutan menopang dagu.

"Laki sih katanya", ucap Eric sambil berjalan kembali ke bangku belakangnya.

Kenapa kembali? Gurunya udah dateng.

"Halo anak-anak, perkenalkan nama saya Pak Juyeon. Guru olahraga sekaligus wali kelas kalian!"

Juyeon lalu membungkukkan badannya, tapi perkenalan itu malah membuat para murid berseru, "UDAH KENAL PAK!!"

Sudah lebih dari 50 kali Juyeon melakukan hal seperti ini semenjak menjadi wali kelas mereka, dan itu benar-benar membosankan.

Dan semenjak itulah Juyeon mendapat gelar 'guru membosankan' dari para anak didiknya.

Kembali ke topik, Juyeon yang tumbenan memakai baju seragam itu berdeham.

Seragam guru maksutnya.

"Kalian akan memiliki teman baru setelah ini"

Setelah ucapan Juyeon tadi seketika semua murid berbisik-bisik, entah membahas murid baru itu laki atau perempuan, atau yang lain entahlah.

Kecualikan Eric, Lia dan Ivi. Mereka udah tau duluan.

Tok! Tok!

Dari ujung pintu muncullah sesosok lelaki dengan tas punggung hitamnya. Sedikit membungkukkan badannya lalu berjalan masuk ke kelas.

Tanpa perlu pengijinan lelaki itu langsung mengucapkan salam lalu memperkenalkan dirinya. "Hai! Perkenalkan nama saya Hyunjoon. Mohon bantuannya!"

Lalu Hyunjoon kembali membungkukkan badannya dan tersenyum.

Ke arah Ivi.

Sontak itu membuat seorang Ivi seketika bergidik ngeri, ni bocah bangsat ngapain sekolah sini? Sekelas lagi, huh!

Juyeon lalu mempersilahkan Hyunjoon duduk di bangku yang kosong, tepatnya bangku pojok sebelah Eric belakang Ivi.

Hyunjoon sudah duduk di bangkunya lalu tersenyum ke arah Eric, teman bangkunya sekarang.

Lalu berjabat tangan mengenalkan diri masing-masing.

Dan tanpa diduga setelah itu Hyunjoon menepuk pundak Ivi dari belakang.

Spontan Ivi menoleh kebelakang, dilihatnya Hyunjoon yang tersenyum menunjukkan deretan giginya.

Ya tuhan, tolong lindungilah aku dari godaan setan yang terkutuk, ucap Ivi dalam hati.

Hyunjoon yang mengetahui pikiran Ivi lantas tersenyum. "Kau harus selalu denganku."

Dan demi apapun Ivi ingin berteriak sekarang.

•••

Tijel tulunggg:(
Lanjut gak ni? Bahasanya ribet bro!
Kapan-kapan gw revisi dah:(

H W A L LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang