"Bi, baksonya 3 ya!"
"Oh iya nak Eric, nanti bibi antar."
Eric berjalan ke arah Lia dan Ivi yang terlebih dahulu duduk. "Udah gue pesenen kalian."
"Siap ric!", ucap Ivi dan Lia bersamaan sambil menunjukkan jempol tangan mereka.
Lalu kedua manik Eric tiba-tiba menemukan suatu hal yang janggal. "Ivi", panggilnya singkat.
Ivi yang terpanggil lalu mendongakkan kepala meninggalkan aktivitasnya bermain subway surf.
Tangan Eric terulur, menunjuk luka yang terdapat di lengan kiri Ivi. "Itu kenapa?"
Ivi yang menyadari apa yang ditunjuk Eric lantas terkekeh. "Ohh luka ini… Kegores besi kemaren hehe."
Maaf tuhan, Ivi berbohong.
Lia yang ragu dengan jawaban Ivi lalu menatapnya perlahan. "Yang ini juga kegores besi?"
Lia menunjuk luka yang terdapat di ujung bibir Ivi, terdapat luka kecil disana.
Ivi masih ingat kejadian atas asal mula kedua luka itu ada, pisau yang menggores dan tamparan Hwall, dia masih jelas mengingatnya.
"Lupain aja mah, luka kecil doang. Ehh bi makasih ya baksonya!", ucap Ivi sambil menerima bakso yang telah datang.
Masih curiga, Eric dan Lia lantas mencoba melupakan hal itu lalu menyantap bakso mereka.
•••
"Gimana? Bisa gak?"
"Gak ada jawaban nih ric"
"Terus gimana dong?"
Eric mengetukkan jari di dagunya, mencoba berpikir kemana hilangnya Ivi. Karena jarang-jarang seorang Ivi tidak mengaktifkan handphone nya.
Padahal mereka berdua berniat mentraktir Ivi.
Lia yang bersama Eric juga bingung kenapa tiba-tiba Ivi tidak bisa di hubungi. "Coba aku telpon Minju aja kali ya?"
"Minju?"
"Iya, Minju. Katanya mereka mau pulang bareng soalnya."
Eric yang mendengar itu lalu ber-oh ria. Karena memang dia tidak terlalu suka Minju yang selalu hidup dengan kemewahan dan terkadang juga dia memamerkan barang-barang mahalnya.
Lia mulai fokus kembali dengan handphone nya, mencari nomer telepon seorang oknum bernama Minju.
"Ketemu", ucap Lia sambil menatap Eric.
Di tekannya nomer Minju lalu menaruh benda pipih itu di telinganya.
Nomer yang anda tuju sedang tidak—
Pip!
"Gak aktif ric!", Lia mendecak.
Dan sekarang mungkin Lia dan Eric akan makan-makan berdua saja. Sungguh tidak seru jikalau tidak ada Ivi.
Disaat mereka berdua akan melanjutkan perjalanan, tiba-tiba ada adik kelas yang menghampiri Lia dan Eric.
"Kak", singkat adik kelas itu.
Lia membalikkan badannya, iya Lia doang. Eric? Pergi duluan dianya.
"Kenapa Kai?"
Hueningkai.
"Kakak nyariin kak Ivi ya?"
Lia pun mengangguk. "Kamu tau dimana?"
Kai nampak berpikir sebentar. Lalu dia menjentikkan jarinya.
"Tadi aku lihat kak Ivi pulang bareng sama murid baru itu. Siapa namanya? Kak Hyunjoon kalau gak salah."
•••
"Lepasin!"
"Stttt… jangan ramai-ramai."
Ivi dibawa paksa ke dalam mobil milik Hwall. Iya, mobil tanpa sopir yang bisa jalan sendiri itu.
"Lepasin gak?! Aww!"
Hwall tidak melukai Ivi sama sekali, dia hanya menekan luka yang ada di lengan kiri Ivi.
Hanya? Itu sama saja dengan melukai. Dasar!
"Mulut lo bisa diem gak sih?!"
"Lo nya ngapain juga pake narik-narik segala?!"
Hwall mendecak, lalu memasangkan sabuk pengaman untuk Ivi. Dan lanjut memasangkan untuk dirinya sendiri.
"Tuh, kalo mau minum. Capek kan lo habis teriak-teriak", ucap Hwall sambil menunjuk botol air mineral yang ada di depannya.
Tanpa perlu babibu Ivi bergegas mengambil botol itu. Lalu segera meminumnya. Dia sangat kehausan sekarang.
Cukup lega ketika air minum itu telah melewati tenggorokannya dan membuat dahaganya menghilang.
Tapi di saat Hwall mulai menjalankan mesin mobilnya, rasa kantuk yang sangat menyerang Ivi.
Mencoba untuk tidak menutup mata, Ivi sampai membuka kaca mobil berharap angin luar bisa membuat kantuknya hilang.
Tapi percuma saja, Ivi sudah tertidur bersandar di kursi mobil milik Hwall.
Hwall yang masih fokus menyetir melirik Ivi sebentar lalu tersenyum miring. "Mari kita lanjutkan."
•••
Tijel paraaa
Partnya makin dikit salahan:(