[1]-Terseret

5.2K 239 14
                                    

Rumah sakit kadang terasa seperti rumah sendiri bagi perempuan super ceroboh seperti (Namakamu). Pagi ini, (Namakamu) menggerutu karena telinganya terus mendengar suara ponsel. Dia hafal betul kalau nada dering 'tempo' dari boyband Exo asal Korea itu milik teman sekamarnya--Bastian Siregar--si gila itu menjadikan musik dengan dentuman yang berisik sebagai dering panggilannya. Memang benar-benar gila.

Dengan mata setengah terpejam dan kaus kaki bekas semalam yang lupa dilepas, (Namakamu) menyabet ponsel Bastian. Menekan tombol tengah, matanya sempat membulat. Detik berikutnya tertawa sembari melempar ponsel itu ke atas kasur tingkat yang dihuni Bastian.

Ponsel tersebut mendarat mengenai perut Bastian dengan mulus dan membuat dengkuran Bastian berganti dengan pekikkan kaget. "(NAMAKAMU)!!!"

(Namakamu) tertawa sambil merebahkan dirinya. "Sial banget pagi-pagi ditelepon macan tutul hahaha." (Namakamu) tahu kalau adegan berikutnya, Bastian akan bangun sambil menjambak rambut.

"Gue harus gimana?!" Bastian panik seraya meratapi ponselnya yang belum berhenti berkedip dan menampilkan nama 'Pak Kiki' di sana.

"Selamat mendengarkan siraman rohani," ejek (Namakamu). Setelah menjaga pasien setengah baya semalaman, siapa memangnya yang ingin diganggu Pak Kiki yang cerewet dan galak itu? Meski (Namakamu) tahu kalau Pak Kiki adalah pimpinan rumah sakit yang sangat dihormati oleh banyak orang. (Namakamu) juga menghormatinya. Kadang-kadang tapi.

"BASTIAN! KENAPA LAMA SEKALI ANGKAT TELEPONNYA?!"

Berkat teriakkan di seberang sana, Bastian sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. "Ma-maaf pak, saya ketiduran."

"Mana (Namakamu)?!"

Kening Bastian berkerut. "(Namakamu)?" Bastian menengok ke bawah.

Kini (Namakamu) menunjuk dirinya sendiri.

Bastian mengabaikan (Namakamu). Dia kembali mendegar suara Pak Kiki dari balik telepon yang tersambung. "Iya Pak. Baik, Pak. Akan saya sampaikan." Bastian menunggu panggilan dimatikan oleh Pak Kiki.

Di bawah sana, (Namakamu) bersuara lagi. "Ada apa Bas? Kenapa sama Pak Kiki? Kenapa lo lirik gue kayak tadi?" tanya (Namakamu) beruntun.

Bastian malah menunjukkan cengiran menyebalkannya pada (Namakamu). "Dia bukan cari gue, tapi dia cari lo. Cek aja tuh, ponsel lo. Gue mau tidur lagi. Selamat mendengar siraman rohani, (Namakamu)." Bastian melambaikan tangan setelah menunjukkan senyum miringnya.

"Hah?!" (Namakamu) menjambak rambut, bangun, dan ketar-ketir mencari ponselnya. "30 panggilan nggak terjawab? Ah ... mati gue, mati!" (Namakamu) tidak sadar kalau mode ponselnya diatur dalam keadaan hening. Pantas saja Pak Kiki sampai menelepon ke Bastian. Tanpa tunggu lama, (Namakamu) segera mengikat rambutnya yang berantakkan itu. Lalu pergi dari kamar dokter ini. Masa bodo dengan Bastian yang katanya masih mau melanjutkan tidurnya.

(Namakamu) membanting pintu, berlarian melewati selasar rumah sakit di pagi hari yang nampak ramai dengan lalu lalang pasien. Dia hampir saja menabrak seorang nenek yang duduk di kursi roda. Beruntung sepatu (Namakamu) punya rem alami. Merasa bersalah, dia pun beberapa kali mengatakan maaf. Saat sampai di meja represionis, langkah (Namakamu) sempat terhenti karena panggilan Bella.

"(Namakamu)!" teriak Bella.

(Namakamu) menoleh dan melambai. Dia pikir Bella sedang menyapanya. Ternyata Bella menunjuk-nunjuk pipinya sendiri, hendak memberi tahu (Namakamu) kalau di wajah (Namakamu) terdapat iler.

"Oh iya!" (Namakamu) mengucek pipi kanan dan kirinya menggunakan lengan jas putih khusus dokter yang dipakainya. "Udah hilang?"

Angukkan kepala Bella membuat (Namakamu) tersenyum. Dia segera melanjutkan langkah kesetanannya menuju ruang operasi jantung.

W [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang