🎠🎠🎠
“Jani!”
Ini sudah berapa kali Nadine meneriaki nama Jani, tetapi perempuan itu tetap tidak mendengarnya. Ia terus saja melangkahkan kakinya, yang sudah bisa di tebak Nadine yaitu tempat yang jarang sekali murid datangi, perpustakaan.
Nadine berlari mengejar Jani, yang untungnya bisa cepat di gapai sebelum Jani masuk ke perpustakaan.
“Jani!”
Nadine menepuk bahu Jani, membuat gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang sambil memasang wajah bingung.
“Kenapa?” tanyanya polos.
Kini, emosi Nadine naik, bisa-bisanya temannya ini hanya memasang wajah polos seakan ia tak ada kesalahan. Matanya menatap tajam Jani, melihat ke arah telinganya.
“Lo ngga denger dari tadi gue panggilin?” tanyanya.
Jani menggeleng, “Engga. Emangnya lo manggil gue buat apa?”
Nadine memejamkan mata, berusaha meredam kekesalannya. Setelah dirasa cukup baik perasaannya, Nadine mulai mengungkapkan alasan mengapa dia memanggil Jani.
“Jani, lo dipanggil ke ruang guru. Kata Bu Desi, dia perlu ngomong sama lo.” Jelasnya akhirnya.
Jani menautkan alisnya, pasalnya ia tidak merasakan ada hal yang salah. Tapi, biar bagaimanapun, Jani tetap menuruti untuk pergi ke ruang guru.
“Ya udah, makasih ya,”
Kini, langkah kaki Jani berbelok meninggalkan Nadine di pintu masuk perpustakaan sendirian tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Nadine yang melihat dirinya di tinggal Jani membulatkan matanya tak percaya. Pasalnya, dia sudah berusaha lari secepat mungkin untuk memberitahu informasi itu, tetapi apa yang dia dapat? Ditinggalkan? Sungguh, ini sangat menyebalkan.
Nadine mengelus dadanya, dia memang sudah terbiasa ditinggalkan seperti ini. “Beruntung lo Jan punya temen sabar kek gue gini,” batinnya dalam hati.
🎠🎠🎠
Jani melepaskan earphone yang ia pakai sebelumnya, lalu memasukannya ke dalam saku roknya. Jani mengetuk pintu coklat itu, “Permisi,” ujarnya.
Pintunya terbuka, menampilkan sosok yang ingin bertemu dengannya.
“Oh Jani, silahkan masuk.”
Bu Desi mempersilahkan masuk yang langsung dijawab oleh Jani dengan anggukkan kepalanya. Keduanya kini masuk, berjalan menuju meja Bu Desi.
Jani duduk berhadapan dengan Bu Desi, ia menundukkan kepalanya. Sampai suara Bu Desi menginstrupsinya untuk menegakkan kepalanya.
“Jani, apa kamu tahu kenapa kamu ibu panggil kesini?” tanyanya menatap ke mata Jani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos
FanfictionTak ada yang lebih berarti baginya, selain dunia kecilnya itu. 🍒 Mikrokosmos