bersiap dilupakan

248 32 25
                                    


Rasa sakit tidak datang karena dilupakan tapi karena tak siap dilupakan.





Dengan terpaksa si tinggi mengayun kaki menutup pintu peraduannya. Sudah ketiga kali ia lakukan dalam satu jam terakhir, dan penyebabnya masih sama. Park Woojin. Kali ini ia putar kunci kamarnya, antisipasi jika anak itu kembali jahil melongokkan kepala dari balik pintu hanya untuk menyapa. Si tinggi hanya punya empat jam untuk tidur dan satunya terbuang sia-sia akibat keisengan teman sekampungnya itu.

Bukan ia tidak suka memandang parasnya, bukan. Si berisik itu pemuda yang menarik. Ia adalah satu-satunya pemilik wajah maskulin di lingkar teman dekatnya, benar-benar seperti seorang pria. Ia juga anak yang menyenangkan. Pandai melucu dan memahami situasi. Munafik jika ia bilang ia tidak tertarik, sungguh ia harus menahan langkahnya agar tetap pada batas yang ia buat.

Ia kembali meluruskan punggung pada ranjang, mencoba menjemput mimpi. Menghela napas lelah, si tinggi benci fakta bahwa matanya tidak mau terpejam meski raganya meronta kelelahan. Degub jantungnya malah semakin jadi, seperti berharap kepala dengan helaian sewarna teh rosela itu kembali muncul dari balik papan yang terkunci.

Detik ke seribu. Ia hanya punya sisa kurang dari tiga jam untuk istirahatkan diri. Kelopaknya menutup namun isi kepala masih berlalu-lalang asyik mengganggu waktu santainya. Kembali ia pandangi pintu bercat putih itu. Lalu kemudian terkekeh pelan, sumbang dan terdengar menyakitkan. Tentu Park Woojin tidak akan datang lagi. Ia punya teman mengobrol sekarang. Rumah baru, begitu si tinggi menyebutnya.

Si berisik tak lagi perlu mengganggu si tinggi jika baterainya belum habis. Ia punya rumahnya yang baru, dan Youngmin akan siapkan diri untuk dilupakan.

ah, berisik [ab6ix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang