genggam

122 19 8
                                    

Seperti dongeng. Aku bergerak tertatih, putus asa. Lalu kemudian sejulur lengan meraih genggam, menawarkan dunia.







Jika ditanya, tempatnya berpijak hari ini tidak pernah sekadar ia pikirkan. Semua berjalan tidak sesuai harapan, bahkan ia belum bisa percaya Woojin ada di sana, berbaring nyaman di ranjang berbalut seprai koral berteman boneka pooh besar. Ia kembali memejam mata, mengingat setiap detil apa-apa yang membuatnya terdampar di sini hari ini. Termasuk pria itu, si murung.

Ia ingat ketika pertama memandang wajahnya, rupanya benar-benar tidak asing. Dan ketika bibir tebal itu melafal hyung pertama kali, ia ingat anak itu berasal dari rumah lamanya juga kampung halamannya. Ketika itu si murung sudah menggenggam dunia, biar ia tersingkir dari program sialan itu, julukan nation's boyfriend membuatnya dikenal khalayak. Ya memang secantik itu, berbanding terbalik dengan nama murung yang juga ia sandang.

Tungkainya melangkah hati-hati meninggalkan peraduan, tak ingin adiknya terbangun di menjelang fajar seperti ini. Benaknya bayangkan segelas susu hangat yang barang tentu akan buat matanya berat dan lebih mudah memeluk mimpi. Lampu dapur menyala terang, punggung lebar yang dikenalnya membelakangi, fokus pada panci yang ia yakin berisi mie instan karena harumnya yang semerbak.

Bibirnya menarik kurva, sandal rumahnya ciptakan decit samar yang makin lama makin ia redam, berniat kagetkan pria itu. Lengannya terjulur menutup mata yang lebih tinggi darinya, berhasil buat laki-laki itu berjengit kaget. Keduanya terdorong mundur hingga suara tabrakan punggung si canggung dengan punggung kursi makan mereka menjerit nyaring. Sekon terlewat, yang lebih muda lengkap dengan raut khawatir berbalik mengusap punggung yang mencumbu kayu ek furnitur dapur mereka.

"Karmanya cepat sekali." Si canggung ikut mengusap pinggang belakangnya yang sedikit nyeri. Bibir mengerucut lucu memancing tawa si murung pecah. Menarik kursi, yang lebih muda silakan ia untuk ambil duduk selagi menyelesaikan midnight snacknya.

Keduanya sibuk dengan hidangan masing-masing, sepanci kecil mie instan dan segelas susu hangat. Suara seruput mie melolong nyaring, tidak yakin tiga yang sudah berteman mimpi tidak merasa terganggu. Si canggung mencuri pandang, si murung terlihat bagus dengan rona di wajah dan bibir belepotan saus mie yang lagi-lagi sukses terbitkan senyumnya.

"Aku tidak tahu aku setampan itu sampai kau melihatku seperti itu." Masih fokus pada untai mie yang berkelok di jepit sumpitnya, si murung ulas senyum jahil. Sebabkan rona ikut menjalar pada pipi si canggung yang terlewat bening. Yang lebih muda menatap lembut kepala berhelai terang yang menunduk di seberang meja, bnapas leganya terdengar sangat jelas.

"Aku sudah berikan dunia padamu, sesuai janjiku waktu itu. Jadi jangan lagi lepaskan genggamku, Woong-hyung."











































Diketik disela kegabutan nunggu puding dingin:(

Selamat malam minggu, jomblo:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ah, berisik [ab6ix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang