KAMERA

75 4 2
                                        

~ Kamera ~

Aku melihat jam tanganku di tangan sebelah kiriku, disitu telah menunjukan pukul 09.00 WIB. Sekitar lima belas menit lagi, InsyaAllah istirahat akan tiba. Aku lihat Naura disebelahku sangat fokus memperhatikan pelajaran yang dijelaskan Madame Hotma, Madame Hotma adalah orang medan, dia orang yang tegas, suka galak jika kami tidak bisa menjawab pertanyaannya – mangkanya murid-murid sering menyebut Madame Hotma adalah the Killer Woman. Kalau ada Madame Hotma, semua murid kabur lari kocar-kacir kayak lihat penampakan hantu, ditambah wajahnya yang datar dengan tatapan mata yang tajam dan mistar kayu berukuran satu meter yang seakan tak pernah lepas dari tanganya, ditambah lagi pakaiannya yang selalu gelap, melengkapi sudah kengeriannya bagi murid-murid.

"Ehhh, Naura." Aku berbisik pelan memanggil Naura. Dia tetap saja fokus pada penjelasan Madame Hotma di depan kelas, matanya menatap lamat-lamat dengan teliti goresan spidol di papan tulis. Madame Hotma mengajar tentang Kepemimpinan, Karakter, dan Keterampilan, mata pelajaran Pendidikan Karakter Milenial. Aku tidak bisa konsentrasi, karena sejak pagi, aku belum sempat mencicipi breakfast buatan Umi. Aku menyikut lengan Naura "Hei, Naura." Setelah aku menyikutnya barulah dia menanggapiku.

"Ada apa, sih? Aku lagi asik dengarin Madame jelasin, Win." Naura dengan nada lembut menjawab.

"Aku lapar, nanti temanin ke kantin, ya"

"Win..." Naura menyinggung ketus. "Kamu manggil aku cuman mau bilang itu? Ya ampun, nanti udah pelajaran kan bisa bilangnya." Naura jengkel karena aku mengganggu kesenangannya.

"Asif, Ra..." Aku memelas minta maaf.

"Huff." Naura tampak menghela nafas bete. "Ya, Win. Nanti aku temanin, wajahnya jangan cemberut gituh dong, entar hilang manisnya." Naura yang tadi seperti ketus berubah lembut mengiyakan ajakanku, terkadang aku heran kepada Naura, dia begitu lembut padaku, dia sudah seperti Teteh bagiku.

"Syukran, teteh, Naura."

"Eish... Apa? Teteh!" Naura terkejut dan nada suaranya sedikit naik.

"EHEMM! Sudah bicaranya? Tidak kalian dengarkan saya ini? Sudah berapa kali Madame bilang, jangan bicara kalau guru sedang menjelaskan, bisa melayang mistar ini ke jidat kalian." Madame menegur lembut dengan logat khas bataknya, namun tidak menghilangkan ketegasan dan ke-Killerannya. Aku dan Naura cuman bisa tertunduk malu, terdengar bisikan tertawa dari teman-teman sekelas. Aku jadi merasa bersalah sudah membuat Naura yang serius dalam pelajaran justru menanggung malu karena aku yang mengajak mengobrol. Dalam hati aku bergumam semoga Naura tidak marah padaku.

"Sudah, kita lanjutkan pelajaran." Tegas, Madame Hotman. Tiba-tiba Madame Hotman membahas tentang kebiasan remaja sekarang yang suka selfie.

"Madame ini bingung sekali dengan kalian ini, kalau sudah pegang HP keluarlah penyakitnya, sudah kayak cacing kesiram air asam, menggeliat tidak jelas. Foto sini, foto sana. Aishh... Bisa kambu kurap Madame di pinggang ini lihat tingkah kalian. HP itu digunakanlah untuk yang bermanfaat, bukan foto-foto alay itu, bisa rusak generasi ini ulah kalian." Ceramahnya Madame Hotman membuat murid-muridnya tersimpul senyum, bahkan ada yang menahan tawa, seperti itulah perempuan gagah itu, meskipun terkenal galak dan tegas, tapi selalu ada sentilan lucu di setiap penjelasannya.

"Siapalah disini yang suka selfie-selfie itu?" Madame melontarkan pertanyaan pada kami dan serentak semua murid di kelas bersorai menyebut nama "EKOO! Madame." Dahi Madame-pun menyerengit dalam, seolah terkejut mendengar nama Eko, laki-laki yang wajahnya selalu menampilkan simpul senyum, rambut brokoli, dan warna kulitnya yang kehitam-hitaman.

CINTA DIBALIK HIJABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang