Chapter 05

6.3K 507 13
                                    

***

Alex, tolong aku..

Beritahu dia, bukan dia yang membunuh tapi seorang perempuan. Masih muda, cantik, matanya cerah namun penuh nafsu dunia.

Sembuhkan Steve, aku mohon, sampaikan maafku padanya.

Alex membuka mata dengan cepat saat suara itu berbisik melewati kegelapan malam. Meski waktu termasuk jam tidak diperlukan disini, hanya formalitas, namun kebiasaan melihat jam tentu masih dilakukan.

"Apa.. apa-apaan tadi.."

Tangannya mencoba meraih kertas yang ada diatas meja namun tak mendapat hasil, kertas itu hilang! "Seseorang mengambilnya? Tapi.." Alex menatap pintu dan jendela, semua terkunci dari dalam! Seharusnya tak ada siapapun yang bisa masuk. Segera bangkit lalu mencari di lantai hingga kolong tempat tidur juga sampah di kamarnya namu tetap tak ada.

Perasaannya campur aduk sekarang. Jika di dunia nyata kejadian seperti ini akan sangat menakutkan namun karena menganggap dirinya telah mati, Alex tak merasa takut sekarang, hanya khawatir dan penasaran.

Sempat ragu akan keluar kamar akhirnya setelah beberapa saat Alex berhasil membulatkan hati, ia membuka kunci pintu lalu menuruni tangga perlahan. Lampu tidak dimatikan, tak seperti biasanya, suasana ruang depan yang gelap hemat listrik sekarang justru sebaliknya. Perlahan ia berjalan mendekati ruang depan. Ayah, ibu, dan Sam sedang duduk di sofa, mengitari meja, terlihat mengamati sesuatu dengan serius.

Kini Alex merasa takut.

Sam yang sadar kehadiran Alex kini sedikit mendongak, menatapnya dengan dingin diikuti kedua orang tuanya. Kulit mereka semakin lama terlihat semakin pucat bahkan Sam memiliki kantung mata yang cukup kontras dengan warna kulit lainnya.

"Kemarilah.." Kata sang ibu.

Alex sedikit gemetar dan entah dorongan dari mana ia menurut, mendekat lalu duduk di sofa kosong bersikap senormal mungkin.

"Apa ini milikmu?" Sang ibu menyerahkan secarik kertas pada Alex. "Ibu menemukan itu di meja mu ketika membereskan nampan. 'Apa aku sudah mati di duniaku?' Kami tidak mengerti maksudnya. Tapi itu cukup membuat kami sesak."

Kedua mata Alex melebar, kini ia menunduk menatap kertas tulisannya sendiri sesekali melirik ketiga orang di depan dan samping, berusaha tak menatap langsung ke mata.

Apa-apaan ini..

Aku seperti dihakimi.

Daripada itu, bagaimana ibu bisa mengambil kertas ini dari kamarku.. dan.. oh iya!!

Peralatan makan yang semalam masih ada, pagi tadi sudah bersih dari meja!

"Kami tidak tidur semalaman karena sibuk mengartikan ini." Sambung sang ayah.

"Kau harus menjelaskan ini.." Akhirnya Sam berbicara setelah keheningan beberapa saat.

Mereka memandangi Alex, hawa menjadi semakin dingin saat tangan sang ibu menyentuh rambut lelaki kecil ini. Tangan itu semakin mendekat namun Alex tak merasakan sentuhan apapun. Tangan sang ibu menembus kepalanya! 

"Bu.."

Sang ibu kembali duduk. Ia menunduk sambil melirik Sam aneh. Kini justru mereka bertiga yang tidak mengerti.

"Kau harus menjelaskan ini." Ulang Sam.

Alex merasa kepalanya pusing, sangat berat hingga merasa ingin menjambak hingga seluruh rambutnya rontok tapi jelas ia tak akan melakukan itu. Sebagai gantinya, air mata mulai menetes dari sebelah kiri disusul kanan. "Aku menyayangi kalian, sungguh.. Aku tak ingin berpisah dengan kalian.. aku senang bisa berkumpul lagi, tapi.. tapi.."

Alex and Steve (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang