Part 6: I'll taste every moment

5.8K 234 5
                                    


George sudah bangun dan beres-beres untuk kembali ke Jakarta. Dilihatnya Kinan masih tidur, satu tangannya terjulur keatas dan tangan yang lain terlipat di dada. George ingin membangunkan namun melihat nyenyaknya tidur sang gadis dia urung membangunkannya. Kinan masih mengenakan gaun semalam, dia terlihat sangat manis dengan gaun itu. Saat membeli gaun itu di mall, hampir saja George terlupa membawanya dikarenakan banyaknya hal yang dipikirkan. Makanya waktu itu George tiba-tiba meminta pak supir untuk berhenti dan segera mengambil belanjaannya, dia merencanakan dinner yang romantis buat mereka. George dengan gugup menyatakan pada pengurus vila untuk membuat dekorasi dan perlengkapannya seperti yang diinginkannya. Walaupun kawasan vila itu milik kenalannya namun ia tidak mau berbuat seenaknya dengan memanfaatkan fasilitas yang bisa dengan gampang ia terima dan George sangat berterima kasih kepada petugas vila atas bantuan tersebut. Dinner semalam benar-benar mengesankan. George tersenyum.

Kinan menggeliat, dia bangun. Menggeleng-gelengkan kepalanya dan melihat ke arah George. Dengan malas dia bangkit dan menuju kamar mandi. "Selamat pagi," kata Kinan dengan suara serak bangun tidur tanpa melihat pada George malah matanya terpejam.

George menoleh dan mengernyitkan dahi melihat gadis itu berjalan sambil memejamkan mata, dia menggelengkan kepala dan mengejar Kinan. "Hei... matanya dibuka, kalo kamu menabrak sesuatu, gimana?" tanya George, namun Kinan tetap cuek sambil terus berjalan dengan mata terpejam, dia memang mengantuk dan lelah. George memegang tangan Kinan dan mengarahkannya ke pintu yang benar.

George sedang menunggu Kinan sambil menikmati cappuccino buatan gadisnya. Saat Kinan menghampirinya dia tersenyum karena gadis itu terlihat begitu manis dengan kaos merah dan skinny jeans. George masuk ke dalam rumah sambil mengacak lembut rambut gadis itu dan segera kembali dengan membawa satu tas besar dan satu ransel. Mereka akan bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta.

Sebelum ke bandara Ngurah Rai, mereka singgah mengunjungi museum Bajra Sandhi yaitu museum perjuangan rakyat Bali, bangunan museum yang indah dan benar-benar berciri khas Bali ditambah lagi pemandangan di sekitarnya terlihat sangat indah dan asri. Tampak beberapa pasangan sedang melakukan sesi foto prewedding di lingkungan sekitar museum. Kinan dan George juga tidak melewatkan untuk berfoto di sana.

Dari museum mereka selanjutnya mengunjungi pusat oleh-oleh Krishna. Bermacam cenderamata, makanan, pakaian dan kerajinan tangan lainnya ada di sana. Kinan melihat dan memfoto beberapa barang kerajinan yang dianggapnya dapat dikembangkan untuk usaha Kinan dan kawan-kawannya di Jakarta.

Setelah makan siang mereka langsung menuju bandara. Sepanjang menuju check in counter sampai akan naik pesawat mereka banyak terdiam. Kadang-kadang mereka saling mengenggam tangan satu sama lain seolah-olah melalui genggaman tangan itu mereka berbicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing yang tidak ingin terpisah. Saat pesawat sudah lepas landas mereka baru memulai pembicaraan.

"Kenapa diam saja?" tanya Kinan.

"Nothing." George menghela nafas panjang, tersenyum lalu mencium puncak kepala Kinan dan memindahkan tangan kirinya merangkul gadis itu agar Kinan dapat bersandar di bahunya. Kinan pun merapatkan duduknya agar lebih dekat kepada lelaki itu. Aroma George yang menenangkan dan sensual memenuhi hidungnya, menggodanya agar berada terus dalam dekapannya. Tidak banyak perbincangan yang terjadi, hanya banyak berbicara melalui bahasa tubuh mereka.

Sesampainya di Jakarta, George tidak langsung mengantar Kinan pulang. Ia membawa gadis itu ke sebuah taman. Ada pembicaraan serius yang ingin ia nyatakan.

"Kamu jangan mundur lagi. Kamu harus resign dari Coffie and The Garden. Aku akan membantumu mencari pekerjaan lain. Percayalah, kita bisa melalui semua masalah ini," George menyemangati gadisnya.

Beyond The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang