Awal Dari Masalah - PROLOG

384 92 32
                                    

Candy menghembuskan nafas leganya setelah keluar dari toilet. Ia berjalan kearah deretan rak minuman, mengambil dua botol air mineral lalu membawanya menuju Kasir. Gadis itu mengucapkan terima kasih sembari tersenyum saat Kasir tersebut memberi uang kembalian. Baru saja tangannya menyentuh pintu Minimarket, ponsel didalam sling bag-nya itu berdering.

Kak Mitha.

Nama itu tertera dilayar smartphone-nya. Candy menggerutu tak jelas sebelum akhirnya menggeser icon berwarna hijau.

"Lagi dimana sih?"

Gadis itu memutar bola matanya. Pertanyaan yang sudah sangat dia hafal ketika mendapat tugas mengantar bunga seperti ini.

"Minimarket."

"Ngapain disana? Kakak nyuruh kamu nganter bunga, bukan belanja."

"Kebelet, Kak. Udah enggak bisa ditahan."

Suara hembusan nafas terdengar dari seberang telepon, "Yaudah, buruan kesini, tugas kamu banyak nih."

"Iya, ini juga udah mau keluar kok."

"Awas kalo mampir sana sini lagi, nanti komisi kamu Kakak potong."

Candy berdecak. Jurus andalan yang bisa membuatnya tak berkutik, "Baik Ibu Bos, huh." Ia lalu mematikan ponselnya dan memasukan kembali dalam tasnya.

"Kak Mitha bisanya ngancem doang," gerutunya keluar dari Minimarket. Gadis itu berjalan menuju motor skuter listrik-nya yang diparkirnya asal-asalan didepan arah masuk Minimarket lantaran dia sudah tidak bisa menahan rasa ingin buang airnya lebih lama. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti melihat seorang laki-laki tengah mendorong motornya.

"EH, MAS, MOTOR SAYA MAU DIBAWA KEMANA?" Ia bergegas lari menghampiri laki-laki itu. Bahaya jika sampai motornya dibawa kabur Pencuri-tuduhnya.

"Mas, mau nyolong ya?" Laki-laki itu mendongkak, wajah tampan dengan sorot mata dingin itu nyaris membuat Candy terperangah.

"Jadi ini motor lo?" Laki-laki itu malah balik bertanya. Candy hanya mengangguk mengiyakan.

Laki-laki itu mendengus kesal, "Lain kali parkir motor itu jangan sembarangan. Lo bisa ngehalangin mobil masuk."

"Hehe, maaf, Mas. Tadi saya kebelet soalnya. Maaf ya," Candy menyengir, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh, minta maaf juga tadi saya nuduh Mas mau nyuri motor saya, enggak taunya mau parkirin motor saya." Gadis itu merogoh saku celana jeans-nya, mendapati uang lima ribu dan memberikannya pada laki-laki itu.

"Ini maksudnya apaan?" Laki-laki itu menatap tak suka uang yang ada ditangannya.

"Bayar parkir."

"Apa? Parkir? Lo kira gue Tukang Parkir?" Ada nada kekesalan dibalik wajah dingin laki-laki itu. What the hell, gadis didepannya ini sudah mulai menguji kesabarannya.

"Gimana sih, Mas. Masa iya Tukang Kebun?"

"Denger ya. Gue bukan Tukang Parkir. Motor lo itu-"

Kring. Ponsel Candy kembali berdering, "Udah ya, Mas. Saya lagi buru-buru nih," gadis itu buru-buru mengenakan helm lalu menaiki motornya, tanpa mempedulikan panggilan teleponnya dan wajah si Tukang Parkir yang seakan siap menelannya hidup-hidup.

"Oh iya, Mas, enggak usah malu jadi Tukang Parkir, asalkan halal. Emangnya jadi Tukang Parkir enggak boleh ganteng, gitu?" ucap Candy seolah memberi nasehat sebijak mungkin sebelum akhirnya meninggalkan area Minimarket.

"Sialan," Laki-laki itu mengetatkan gerahamnya. Apa gadis itu tidak tau, siapa yang sudah disebutnya 'Tukang Parkir' itu? Ia menatap lembaran uang lima ribu yang sudah koyak.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang