Mobil BMW i8 bernomor plat B 9312 ALD, berhenti didepan halaman rumah minimalis tingkat dua disalah satu komplek perumahan yang terletak dibilangan Tangerang. Seorang laki-laki tampan keluar dari mobil itu. Dahinya mengernyit mengamati keadaan sekitar rumah yang tampak sepi, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Laki-laki itu mengambil sebuah Kartu Pelajar dari saku jaket kulitnya dan mencocokan dengan nomor rumah yang tertera pada dinding pembatas pagar besi. Tidak salah lagi, ini rumahnya. Ia lalu berjalan menuju gerbang yang tertutup rapat.
"Permisi," panggilnya cukup keras. Ia menunggu beberapa saat, sebelum akhirnya berseru kembali untuk kedua kalinya. Namun tetap tidak ada reaksi atau tanda-tanda kemunculan seseorang. Emosinya mulai naik. Ia merogoh ponsel disaku celana jeans-nya. Jemarinya bergerak lincah diatas layar smartphone. Ia lalu menempelkan ponsel itu ditelinganya, menunggu sejenak sampai nada sambungan dari seberang telepon berganti dengan suara seseorang.
"Sial," ucapnya kesal mematikan panggilan telepon. Ia kembali menghubungi orang tersebut, tapi hasilnya tetap sama.
"Dek," tepukan dibahunya membuat laki-laki itu terhenyak. Ia menoleh, mendapati seorang pria paruh baya tersenyum kearahnya.
"Ada yang bisa Bapak bantu?" tawar pria paruh baya itu to the point.
"Oh, iya, Pak. Ini benar rumahnya Candy?"
"Candy?" Pria paruh baya itu tampak berpikir sejenak. "Oh, Candy anaknya Pak Taufik?" terkanya.
Laki-laki itu mengangguk seolah ikut mengiyakan saja.
"Mereka sudah pindah Dek, sejak tiga bulan yang lalu."
What the hell. Laki-laki itu mendengus. Gadis bodoh itu benar-benar membuatnya murka. Tidak ada gunanya mengambil Kartu Pelajar gadis bodoh itu jika seperti ini jadinya.
"Kira-kira pindahnya kemana ya, Pak?"
"Di Jakarta Selatan, Dek. Tapi kurang tau daerah mana."
"Oh, yaudah kalo gitu. Makasih, Pak," Ia menghela nafasnya, melangkah gontai memasuki mobilnya. Shit. Laki-laki itu memukul stir mobilnya, lalu melempar ponselnya kekursi penumpang disebelahnya. Baru saja dia ingin mulai bermain-main dengan gadis bodoh itu, tapi dia sudah kehilangan jejak diawal. Laki-laki itu memandang tajam foto Candy yang tertera di Kartu Pelajar gadis itu. Masih ada alternatif kedua, menemui gadis itu disekolahnya. Ia bersumpah, akan menyeret gadis itu dan mempermalukannya.
Kring.
Deringan ponselnya, membuyarkan semua pikiran yang menumpuk diotaknya.
Idiot.
Ia menyeringai mengetahui siapa pemilik nomor yang menghubunginya itu. Ternyata tidak perlu melempar umpan untuk membuat ikan menyambar pancingannya. Laki-laki itu men-slide icon berwarna hijau.
"Hallo."
Deg. Dentuman dihatinya berdebar keras. Laki-laki itu terdiam, menyadari suara penelpon diseberang sana begitu familiar ditelinganya.
"HALLO, WOOOYYY!"
Laki-laki itu terperanjat kaget menjauhkan ponselnya itu dari telinga. Astaga, apa yang dia pikirkan? Tidak mungkin suara itu milik gadis idiot itu, pikirnya demikian.
"Kenapa telepon gue enggak diangkat?" Suara dingin laki-laki itu terdengar dalam dan tajam.
"Ini siapa?"
"Masih nanya gue siapa?"
Hening beberapa saat. "Oh, si Brengsek Egois."
"Ternyata lo mau main-main sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Teen FictionBagi Candy, Gerald itu sosok cowok yang ingin sekali dia lenyapkan dari muka bumi. Laki-laki yang begitu dibencinya. Egois, pemaksa, otoriter, kasar, tukang ngancem dan yang paling penting catat dan garis bawahi, Gerald itu BRENGSEK. Kenapa Candy bi...