Disclaimer:
Chapter ini mungkin akan panjang karena isinya perkenalan tokoh. But don't worry, chapter selanjutnya gak bakal sepanjang dan sebosenin ini. Happy reading, though!
***
Sebuah anak panah dilepas dari busur berlapis emas yang memiliki banyak ukiran kecil di dahannya. Si pemanah bersorak kecil dalam hati setelah melihat dimana anak panah itu mendarat di papan sasaran.
Ia memicing lagi, memastikan anak panahnya benar-benar tertancap di area lingkaran berpoin delapan. Lumayan kecewa karena ia hampir bisa mendapat sembilan, kalau saja anak panah itu bergeser sedikit ke kiri. Tapi pada akhirnya ia berdeham, berlagak tidak puas walau pada kenyataannya ia sudah menjerit senang dalam hati.
Dengan raut wajah merendah ia mempersilahkan seseorang yang sedari tadi mengamatinya dari belakang untuk maju. "My turn already?" tanya orang di belakangnya retoris. Orang itu melangkah maju dan berhenti di garis berjarak tiga puluh meter dari papan sasaran. Dengan tenang, tangannya lalu meletakkan anak panah di busurnya yang juga dilapisi emas murni.
Hanya butuh waktu tiga detik bagi orang itu untuk melepas anak panahnya yang selanjutnya terbang dan menancap tepat di tengah papan kayu. Dan tentu saja itu membuat rahang si pemuda pertama hampir jatuh ke lantai. Mendapat poin sepuluh tanpa membidik, itu bukan sesuatu yang dapat dilakukan sembarang orang.
"I win." ungkap orang itu puas. Senyum penuh kemenangan menghiasi wajahnya sementara ia mencuri lirik ke pemuda pertama. "Hey, why the long face? I played fair, right?"
Pemuda satunya tidak menjawab, terlalu terkejut dengan kekalahannya. Padahal ia sangat yakin akan menang dengan poin delapan.
"Seharusnya kau pikir dua kali kalau ingin menantang, Hyunjin." lelaki itu melangkah tenang ke arah papan sasaran untuk mencabut kedua anak panah yang tertancap di situ. "Asal kau ingat, ayah ini lulusan terbaik akademi memanah. Dan dari-"
"-132 orang, ayah yang nomor satu, yang artinya ayah boleh jadi adalah pemanah terbaik di negeri ini. Iya, aku tahu." Hyunjin memotong ucapan ayahnya, jengkel.
"Here's yours." Hyunjin refleks menangkap anak panah yang dilempar ayahnya ke arahnya. "Hey? Kau bahkan sudah hafal ceritanya! Tapi kenapa kau terus lupa bagaimana memposisikan anak panahmu dengan benar agar tepat sasaran?"
Hyunjin menghempaskan busurnya asal di rumput karena kesal. Gerakan itu menarik perhatian ayahnya yang sedang membuka arm guard dari lengan kirinya. "Kenapa kesal begitu? Ayah kira kita bermain dengan sportif?" nada bicaranya jahil, tentu saja berniat menggoda Hyunjin.
Tapi sebelum Hyunjin sempat balik menyalak marah karena provokasi menyebalkan ayahnya, telinganya menangkap suara lembut seorang wanita "Ayah mengganggumu lagi ya, Hyunjin?"
"Ayah tidak mengganggunya. Ayah hanya sedang merayakan kemenangan, karena ternyata ayah yang menang..." ia tersenyum sombong. "-lagi." orang itu memberi penekanan pada kata terakhirnya, berusaha untuk terus mengingatkan Hyunjin akan kekalahannya agar pemuda itu makin kesal.
Hyunjin membanting arm guardnya sekuat tenaga, sengaja ia lakukan dengan keras untuk menunjukkan amarahnya.
Wanita yang baru datang itu justru tersenyum hangat melihat perdebatan keduanya. Lalu tanpa melepas pandangan ke lelaki yang lebih tua, ia berujar, "Jinyoung, sudah waktunya kau bersiap. Duke dari Selatan sebentar lagi sampai."
"Mhm? Iya, aku memang mau membersihkan diri sekarang." Jinyoung menanggalkan chest guardnya, tidak lupa melepas quivernya yang penuh anak panah terlebih dahulu. Bulir keringat menetes dari helai rambutnya yang menjuntai menutupi dahi ketika ia melakukan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Runaway Prince
PertualanganLosing loved someone, escaping reality, and taking back what's his, all in that order.