Waktu yang Ingin Dihentikan : 1

33 3 2
                                    

€ : Inikah yang sebenarnya kamu mau?
¥ : Sebenarnya aku hanya ingin bahagia, sedikit saja.

~(•-•)~


               Waktu kecil aku begitu memujanya, berharap suatu saat nanti aku akan menjadi sepertinya.

Dulu, ketika aku kecil; masih tidak mengerti dengan kejamnya dunia. Fyi, kecil disini yaitu usia 7 tahun ke bawah.

Aku tidak diajarkan berpikir dewasa secara cepat kok, hanya didikan mereka yang begitu keras saja yang membuatku harus berpikir dewasa.

Terkadang aku juga mudah iri dengan orang lain. Melihat teman sebayaku mudah tertawa, begitu dimanjakan, bersenang-senang, dan disayang.

Aku tidak.

Ketika temanku diajarkan penjumlahan dengan penuh kasih sayang oleh orang tua mereka, aku disiram ketika tidak bisa menghitung perkalian.

Saat masa libur sekolah, temanku pergi jalan-jalan ke kebun binatang, aku berjuang keras mempelajari koordinat.

Itu ketika umurku 7 tahun.

Aku tidak mengeluh, tidak saat orangtuaku untuk kesekian-kalinya bertengkar hebat. Akhirnya penyelesaian dilakukan, ayah pergi dan meninggalkanku bersama ibu.

Saat itu terjadi, aku menangis keras dan sebuah sapu melayang ke dahiku.

"Gak usah nangis, bego!" teriaknya seraya berkali-kali memukulkan gagang sapu ke tubuh ringkihku.

Ketika akhirnya dia selesai dengan segala kegilaannya, ia pergi meninggalkanku yang terisak kecil.

Namun, aku sama sekali tidak bisa benci, mungkin hanya kesal.

Sebatas itu. Karena aku tau, ibu hanya keras.

Dan, ketika aku menjadi dewasa, masalah datang lebih berat, dia lebih sering tidak peduli pada kami dalam artian luas.

Aku sudah cukup tidak peduli lagi dengannya, bahkan untuk sekadar berbicara-pun rasanya muak.

Aku bahkan ingin sekali pergi dari sini, kalau bisa. Masih sangat membekas dalam ingatanku, ketika aku ingin pergi dari tempat sialan ini.

Aku menangis tertahan setelah mendapati kenyataan bahwa dia membenciku.

'Aku ingin pergi. Aku ingin pergi!'

Tekanku dalam benak, saat kaki ini melangkah pergi, bajuku tertahan sesuatu, aku berbalik menemukan dua adikku menarik pinggir bajuku pelan, tatapan mereka begitu polos namun paham betul mengenai kerasnya dunia.

"Angan eghi!" (jangan pergi!)

"Kaka Aira mau kemana?"

Ya tuhan!!

Aku semakin terisak dan memeluk kedua adikku erat. Mereka butuh aku, tuhan.

Histo (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang