"Tok tok tok."
"Siapa?"
"Tukang pos."
Perempuan yang sedang mengenakan jilbab sembari menggigit jarum pentul itu bergegas membereskan kerjaannya. Dalam hati, ia merasa tak pernah mengirim surat kepada siapapun. Namun pagi ini ada tukang pos datang ke rumah kontrakannya. Ketika membuka pintu, benar saja, tukang pos sudah berdiri di hadapannya dengan senyum diiringi anggukan kepala.
"Maaf mbak, ada surat." Tukang pos itu memberikan amplop coklat kepadanya.
"Dari siapa pak."
"Alamatnya tertera di amplop mbak."
Ia melihat amplop tersebut, tak ada alamat tertera, hanya ada tulisan "Dari Bapak yang tidak jauh darimu." Seketika matanya terbelalak. Ia mengucapkan terimakasih lalu menutup kembali pintu rumahnya. Ia merasa aneh, tak ada alamat rumah namun mengapa tukang pos bisa tau rumahnya. Buru-buru jemarinya membuka amplop itu. Di dalamnya hanya ada selembar surat tiga lipatan, Ia membukanya. Gaya tulisannya khas orang tua jaman dulu, latin yang tiap hurufnya saling menyambung satu sama lain.
Bissmillah
Mungkin kata maaf adalah kata paling pas untuk membuka surat ini nak, namun aku masih percaya bahwa Tuhan itu ada. Maaf jika surat ini mengagetkanmu nak. Maaf juga jika selama ini bapak tidak pernah menemuimu meski kita berjarak tidak jauh. Sungguh, jika bapak sanggup, ingin sekali bapak menghampirimu lalu menangis meminta maaf padamu. Namun apalah dayaku nak. Bapak tak mampu untuk melakukan itu, bapak malu jika mengingat apa yang sudah bapak lakukan terhadap ibu dan kamu. Bapak bangga melihatmu sekarang nak, bangga sekali.
Jika bukan kegigihan ibumu dan kuatnya tekadmu, mungkin kamu tidak akan menjadi seperti sekarang. Bapak tau betul bagaimana ibumu. Betapa dia menderita setelah kepergian bapak. Maaf sekali lagi nak, sungguh bapak ingin menemuimu, namun bapak malu padamu. Semoga waktu yang akan menjawab itu, banyak yang ingin bapak sampaikan padamu. Cukup ini surat dari bapak, semoga tidak membebanimu. Maaf dan semangat nak.
Dari bapak yang tak jauh darimu.
Ia menutup surat itu. Perasaan dan pikirannya entah apa namanya, ia sendiri tak tau bagaimana menanggapi surat dari "bapak" nya. Ia hanya tau tentang bapaknya dari cerita sang ibu. Rencana berangkat kuliah pagi ini agak kacau setelah mendapat surat itu. Ia mengambil handphone dari tas kecilnya, menelpon ibunya di rumah.
"Assalamu'alaikum bu."
"Wa'alaikumussalam Rin, bagaimana kabarmu, sehatkah, kuliahmu lancar, jangan terlalu sibuk bekerja, imbangi kuliahmu, jaga kesehatanmu." Suara dari seberang sana sedikit membuat hatinya lega.
"Alhamdulillah aku sehat bu, kuliah dan kerjaku juga lancar, do'akan saja bu."
"Buuu, tadi aku mendapatkan surat dari tukang pos." lanjutku.
"Waaahh sudah ada yang memberimu surat Rin, kau sudah besar ya ternyata, sudah ada yang menyukai, siapa gerangan laki-laki yang berani memberi surat pada anak ibu yang hebat ini?"
"Bukan bu, bukan surat cinta, tapi surat dari bapak."
Seketika tak ada jawaban dari seberang sana, suasana hening, suasana kompleks perumahan pun belum terlalu ramai pagi ini, menambah hening suasana di rumah kecil itu.
"Tuuut." Telpon dimatikan.
"Buuu ibuuu."
Selamat membaca cerita dariku, semoga kalian suka, salam kenal dari penulis.
Semangat dan jangan lupa tersenyum hari ini, karena dengan senyuman, dunia tau bahwa kita baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELAKSA -tidak mudah menjadi perempuan-
Romanceselalu ada kekuatan di belakang kita yang lebih besar sari usaha yang kita lakukan. "menjadi perempuan bukanlah pilihan, bersyukur adalah cara terbaik berterimakasih pada Tuhan" -Harin.