Hai, aku Harin. Harin Wardhani Putri lengkapnya. Anak pertama dan satu-satunya dari ibu yang kini tinggal di desa, menghidupi dirinya sendiri tanpa pasangan hidup. Prihal bapak, aku tak tau kini entah dimana. Kadang aku benci jika mendengar kata "bapak". Kau tau, aku belum pernah melihat wajah aslinya, ibu hanya menyimpan satu foto tentang dirinya dan bapak, yaitu foto saat mereka menikah, itupun sudah lusuh, gambarnya sudah tidak jelas lagi, karena itu, aku tidak mengenali seperti apa wajah seseorang yang aku sebut bapak, lagipula siapa peduli tentangnya, meskipun kewajiban seorang anak adalah berbakti kepada orang tua, namun kenyataannya malah Ia yang meninggalkanku dengan ibu, bagaimana cara berbakti kepada orang tua yang tega meninggalkan istri dan anaknya tanpa kepastian.
Umurku dua puluh empat tahun. Semester akhir jurusan Psikologi pendidikan salah satu kampus di kota Semarang. Menyukai kucing dan kue cokelat. Lebih sering membeli buku daripada perlengkapan make up, bagiku, cantik bukan sekedar kulit putih dan hidung mancung, namun bagaimana kita menjaga apa yang kita miliki sebagai anugerah dan sebagai perempuan. Ketika kita menerima diri kita apa adanya, maka dunia akan menerima kita. Terlahir sebagai perempuan bukanlah sebuah pilihan, kita tidak bisa memilih terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, apapun itu, bersyukur adalah cara terbaik berterimakasih kepada Tuhan.
Aku mengontrak di kompleks perumahan tua daerah Tembalang Semarang, selain kuliah, dua tahun terahir ini aku memulai bisnis ice cream, aku memilih bisnis itu berawal dari hobiku, makan ice cream, kata ibu, bekerja dengan hobi itu dua hal berbeda, namun akan lebih menyenangkan ketika hobi menjadi sebuah pekerjaan, menyenangkan katanya. Setiap pagi aku menelpon ibu, selain meminta do'a agar dilancarkan segala hal hari ini, bertukar kabar menjadi hal penting ketika dua raga terpisah jarak dan waktu. Itu sedikit tentangku, selebihnya, mari kita diskusi sembari seruput kopimu pelan-pelan.
Akhir pekan seperti ini, tidak ada yang lebih menyenangkan dari istirahat setelah bekerja seharian, merenggangkan otot-otot yang kaku dengan siraman air hangat dari shower kamar mandi, membaca buku lalu melihat hasil penjualan Ice Care hari ini. Ya, bisnis ice cream itu aku beri nama ice care, aku menyisihkan sepuluh persen hasil penjualan untuk disedekahkan kepada yayasan atau sekolah yang membutuhkan, jadi, selain berbisnis aku sembari berbagi meskipun tidak seberapa. Sekali gayung, dua tiga pulau terlampaui.
Setiap hari penjualan fluktuatif, begitulah sebuah bisnis, kita tidak selalu mendapatkan hasil positif sesuai rencana, seteliti apapun kita, semua berjalan tak terduga, begitupun hidup, kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada kita ke depan, kita membuat rencana, Allah pun membuat rencana, sungguh, Allah lah sebaik-baik perencana. Sebagai hamba, menjalankan perintah Nya adalah ibadah.
Senin pagi, aku bersiap ke kampus setelah istirahat cukup nyenyak semalam, jalanan masih terlihat basah, embun masih terlihat diujung dedaunan, ternyata semalam hujan. Setelah mengunci pintu, mengambil sepatu di rak sudut teras lalu memakainya, menelpon Indah temanku, mengajaknya berangkat bersama, aku melihat amplop coklat kecil diantara tumpukan koran, ku pikir mungkin itu surat dari pengirim yang sama seperti tiga hari lalu, aku berniat meninggalkannya, namun rasa penasaran membuatku mengambil amplop itu lalu membukanya.
"Semoga harimu menyenangkan nak, bapak selalu mengawasimu, kamu sudah bekerja keras selama ini, maafkan aku yang tidak mampu menjadi bapak yang baik dari anak hebat sepertimu, semoga kita lekas bisa bertemu, aku tidak sabar menantikan saat-saat itu"
Dari bapak yang merindukanmu
Kejanggalan menyelimuti hatiku. Tidak ada tukang pos pagi ini, bagaimana surat ini sudah ada di mejaku. Kapan surat ini datang, lalu, apa maksud surat ini, aku merasa ini bukan surat rindu seseorang bapak kepada anaknya, aku tidak merasakan itu, aku merasa ini adalah teror yang akan membuatku semakin terbebani berada disini, bukankah aneh ketika seseorang tau alamat kita, mengatakan rindu kepada kita, namun tidak ada niat mengunjungi tempat dimana aku tinggal, bukankah itu hal mudah untuk dilakukan, berjalan menuju tempat orang yang kita rindukan bukankah hal mudah, apa yang membuatnya seperti ini, aku bahkan tidak merasa senang sama sekali dengan adanya surat ini, bagiku ini adalah ketakutan yang segera harus aku hilangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELAKSA -tidak mudah menjadi perempuan-
Romansaselalu ada kekuatan di belakang kita yang lebih besar sari usaha yang kita lakukan. "menjadi perempuan bukanlah pilihan, bersyukur adalah cara terbaik berterimakasih pada Tuhan" -Harin.