Bab 1

209 15 0
                                    

Semenjak usianya menginjak angka 14. Di dalam hatinya sudah mulai timbul tanya “Kapan aku jatuh cinta?” atau “Apakah kisah cintaku akan seindah Cinderella?” atau “Cinta itu apa?”

Semua berjalan biasa-biasa saja. Hidup di kampung, pergi bertani, menjual hasil panen untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sepintas, pemikiran cinta itu tertimbun dengan beban lain yang ia pikul.

Semua itu bermula dari sini. Berawal dari kisah sosok gadis polos dari kampung yang diusianya ke 17 sudah memutuskan untuk merantau ke Bandung demi menghidupi keluarga di kampung dan memperbaiki nasib perekonomian keluarganya.

Nama gadis itu Senja. Hanya Senja tidak ada nama belakang yang tersemat dari nama indahnya.

Gadis itu cantik dengan segala kepolosan dan kesederhanaan nya. Berjalan dengan gontai memasuki setiap toko atau restauran yang sekiranya membutuhkan jasanya—dibidang apapun—untuk kemudian diberi upah yang sanggup menghidupi dirinya sendiri di kota orang dan keluarganya di kampung nun jauh di sana.

Awalnya senja bekerja sebagai buruh cuci piring di salah satu warung makan dengan gaji yang sangat kecil tapi cukup membuatnya bahagia meskipun hanya cukup untuk biayanya makan dalam sehari.
Kemudian ia kembali mencari lowongan pekerjaan. Kerjaan apapun ia lakukan selagi itu halal di matanya.

Menjual koran, tisu, minuman, ojek payung, sampai yang terakhir ia menjadi karyawan di salah satu pabrik tekstil entah bagaimana ceritanya.

Bisa dikatakan ia beruntung dapat bekerja di salah satu pabrik cukup terkenal se-Bandung itu. Ia bekerja dengan tekun, menikmati segala peluh dengan penuh rasa syukur, memberi kabar lewat surat kepada keluarga di kampung, mensisihkan gajinya untuk keperluan di masa depan, berbelanja baju baru, sampai kemudian ia hanya sanggup bertahan 3 bulan lamanya sebelum akhirnya surat gugatan pemecatan dirinya dilayangkan begitu saja.

Senja tidak tahu apa sebabnya, hanya saja yang ia tahu dirinya ditendang secara tak manusiawi dari pabrik tempat ia bekerja sampai kemudian pada akhirnya ia bertemu dengan seorang wanita dengan penampilan yang cukup nyentrik menurutnya.

Dress warna merah menyala selutut, rambut berwarna, make up yang cukup tebal, sepatu berhak tinggi yang membuat senja menggeleng tak percaya memikirkan bagaimana bisa wanita itu berjalan dengan mudahnya di atas hak setinggi itu? Dan masih banyak lagi hal-hal aneh yang dipakai wanita yang kini duduk manis di hadapannya.

Mereka berdua kini berada di sebuah warung makan pinggir jalan yang siang itu sepi pengunjung. Hanya ada senja dan wanita ajaib di hadapannya kini yang hanya saling diam dengan senja yang memperhatikan dengan baik bagaimana wanita itu menyesap rokok lalu mengeluarkan asapnya dari dalam mulut dengan begitu entengnya.

“Nama kamu?” tanyanya seraya menyesap rokok yang asapnya membuat Senja terbatuk-batuk.

“Senja.”

“Senja?”

“Hanya senja.” Ucapnya pelan.

Wanita itu tersenyum tipis. Jari-jemarinya yang lentik dengan kuku panjang yang dihiasi kutek berwarna merah—lagi, menyentuh daguku kemudian menekannya ke samping kiri dan kanan seolah tengah mengamati sesuatu dari wajah polos tanpa make up di hadapannya kini.

“Lumayan.” Bisiknya pelan. “Kamu bisa nyanyi?”

Senja tidak yakin, hanya saja dalam pikirannya saat itu ia bisa bekerja, bisa menghasilkan uang, dan bisa membiayai kehidupan keluarga dan dirinya sendiri disini. Masalah pekerjaan di bidang apapun itu bisa atau tidaknya dia itu urusan belakangan. Yang penting bisa menghasilkan uang dan halal tentunya.

“Bisa.” Jawabnya ragu.

“Mau kerja sama saya?” tanya wanita itu lagi seraya kembali menghisap rokok sebelum membuangnya ke jalanan dengan tampang cuek.

“Cuman nyanyi kan Bu?” tanyanya polos.

“Menurut kamu?”

“Saya mau kalau hanya diminta untuk bernyanyi. Tapi... Kalau untuk melakukan hal yang lebih saya tidak bisa.” Ucap Senja kemudian.

“Walaupun bayarannya fantastis?”

Senja mengangguk mantap.

“Baiklah saya akan jelaskan sama kamu prosedurnya. Kamu hanya bekerja di malam hari. Dari mulai jam 7 – 2 malam. Siangnya kamu pakai istirahat. Sama halnya dengan pekerjaan biasa, kamu akan di gaji setiap bulannya. Hanya saja spesial nya dari pekerjaan ini adalah, setiap harinya kamu akan mendapatkan uang dari para pengunjung yang membutuhkan kamu sebagai penghiburnya. Ya... semacam uang tip lah.”

“Penghibur?”

“Menyanyi = menghibur. Saya bukan mucikari. Saya hanya wanita yang membuka usaha karaoke.” Jelasnya mantap membuat Senja akhirnya berhasil bernafas dengan lega.

“Kalau begitu saya mau.”

Wanita itu tersenyum tipis. Ia kembali menatap lekat wajah polos di depannya. Matanya sedikit menyipit. Mulutnya membuat satu tarikan garis tipis. Sekilas terlihat menyeramkan sangat kontras dengan sosoknya yang terlihat nakal beberapa saat lalu.

“Bisa make up?” tanyanya kemudian setelah hening beberapa saat.

Senja menggeleng ragu.

“Sedikitpun?” tanyanya meyakinkan dan dijawab anggukkan tak kalah yakin oleh senja.

Wanita itu mendesah pelan, “Bisa diatasi.” Putusnya kemudian.

“Lulusan sekolah?”

Senja terdiam beberapa saat. Ia ragu untuk mengatakan, takut kalau wanita dengan segala kemurahan hatinya yang menawarkan pekerjaan mudah untuknya menarik kembali tawarannya setelah mendapat jawaban dari pertanyaannya barusan.

Wanita itu masih setia menunggu dengan kedua matanya yang nampak tajam. Senja menelan ludah dengan susah payah sebelum akhirnya memberi jawaban dengan suara tercekat.

“SMP.”

Wanita itu kembali tersenyum tipis membuat Senja semakin merasa ciut karenanya.

“Tidak masalah. Kalau begitu mulai besok kamu sudah mulai kerja. Ingat prosedurnya, soal tempat tinggal saya sediakan kost gratis. Kemudian pakaian akan saya berikan stok gratis hanya untuk kamu. Dan untuk masalah make up, saya bisa mengadakan kelas privat khusus untuk kamu. Bagaimana?”

Senja tersenyum lebar. Ia mengangguk mantap kemudian menjabat tangan wanita itu dengan erat.

“Saya terima bu.”

Wanita itu kini terlihat sedikit lebih lebar menarik mulutnya menciptakan senyuman yang terlihat tulus di mata senja.

Senja tidak tahu kalau masih ada orang sebaik wanita yang menolongnya ini di sebuah kota yang sangat sibuk ini.
Senja merasa beruntung diselamatkan oleh wanita yang tampak nakal dilihat dari cara berpenampilan nya tapi begitu memiliki hati yang sangat lapang dan membuat Senja merasa berhutang Budi karenanya.

“Oh iya , Senja.” Panggilnya sebelum masuk ke dalam mobil sedan hitam miliknya. “Panggil saya Mamah Yola. Para pekerja ku dan pelanggan ku memanggilku dengan panggilan itu.”

Senja mengangguk paham sebelum akhirnya ikut masuk ke dalam mobil yang membawanya pergi ke sebuah dunia baru yang baru ia kenali.
Dan kisah sebenarnya baru saja dimulai. Dimana pada akhirnya Tuhan mentakdirkan Senja untuk mengukir sejarah hidupnya di tempat yang sangat asing baginya.

***

NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang