Dulu, Senja hanya memiliki pemikiran yang sederhana saja dalam menjalani hidup. Seperti yang dikatakan almarhum ayahnya dulu.
"Hiduplah seperti air mengalir, neng. Tetaplah jadi diri sendiri. Menuntut ilmu kemudian baktikan hidupmu untuk keluargamu."
Almarhum tak pernah menyinggung persoalan menafkahi keluarga. Almarhum selalu mengingatkan supaya Senja senantiasa semangat belajar tanpa harus memikul beban lain yang bukan haknya.
Tapi kini, semenjak Senja terlahir sebagai anak yatim piatu, semua konsep hidup yang ayahnya terapkan hancur sudah.
Ekonomi keluarga semakin buruk, kakak tertuanya memilih menikah dan melepas tanggung jawab untuk merawat senja pada kakak ketiganya yang memiliki nasib lebih memilukan.
Ayu namanya. Wanita berusia 25 tahun itu adalah wanita tunawicara. Mengurus Senja sejak gadis itu berusia 8 tahun. Tahun dimana sang ayah yang begitu ia cintai pergi meninggalkannya.
Karena ayu pula Senja memberanikan diri merantau jauh. Mencari uang demi menghidupi keluarganya. Atau lebih tepatnya Senja ingin membalas Budi Ayu yang dengan segala keterbatasannya begitu sabar merawat dan mendidik Senja sampai remaja.
Sedangkan kakak keduanya adalah petani sejati. Baginya tidak bisa hidup dengan tidak pergi ke sawah setiap harinya. Tak ada yang lebih penting bagi sang kakak selain sawah yang saat itu satu-satunya harta yang bisa menghidupi keluarga di kampung.
Kini, tiga tahun sudah Senja hidup di kota orang. Menjalani rutinitas yang terkadang membuatnya lelah dan tak bersemangat.
Jika tidak mengingat Ayu, rasanya Senja ingin berhenti saja dan pulang ke kampung kumpul bersama keluarga.
Tiga tahun ia hidup dibawah naungan kuasa mamah Yola yang sudah membantunya. Menjalani rutinitas sebagai penyanyi membuat Senja merasa hidupnya tak lagi sama seperti dulu.
Usianya 17 tahun saat pertama kali ia menginjak kaki di dunia malam yang begitu asing dan liar. Senja merasa sedikit kikuk dan takut. Ia takut jika nasib buruk akan menghampirinya karena bekerja disebuah tempat yang mungkin akan membuat kakaknya murka jika tahu bagaimana tempat ia bekerja selama ini.
Di awal-awal bekerja Senja tidak langsung dititah untuk bernyanyi. Senja diberi pelatihan khusus oleh mamah Yola.
Bagaimana cara ber-make up supaya terlihat lebih menarik. Berpakaian yang membuat Senja jengah karena terlalu mengekspos tubuhnya. Belajar berjalan menggunakan sepatu hak tinggi yang luar biasa membuat kakinya-terutama betisnya-pegal-pegal keesokan harinya, dan masih banyak lagi pembelajaran lain yang sedikit demi sedikit merubah Senja yang terlihat tak menarik dengan penampilan kampungan menjadi begitu menarik dengan kecantikan yang luar biasa.
Barulah setelah dirasa siap Senja diperkenalkan kepada dunia malam yang menakutkan.
Mamah Yola memang benar saat mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang wanita yang membuka usaha karaoke. Memang betul tempat ia bekerja adalah tempat dimana orang-orang melepas penat dengan menyanyi sepuasnya.
Tapi Senja tahu-cukup tahu-dibalik kepolosannya, ia menyadari ada aktivitas lain yang dilakukan rekan kerjanya yang terkadang melewati batas tugas pekerjaan yang harus mereka lakukan.
Dan Senja bersyukur karena mamah Yola menjaga janjinya saat itu.
Setiap kali ada pria hidung belang yang memintanya untuk menemaninya bernyanyi dan bahkan sesekali meminta hal lebih. Mamah Yola selalu datang bak pahlawan penyelamat. Entah apa yang diucapkan mamah Yola pada pria hidung belang itu, tapi yang jelas Senja selalu berhasil terlepas dari ancaman menakutkan yang selalu membuat Senja merasa ingin berhenti saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noda
General FictionApa yang kalian pikirkan setelah mendengar/ membaca kata Noda? Kotoran? Bercak? Atau hal lain lagi yang kalian asumsikan sebagai noda? Ini bukan kisah tentang pakaian yang terciprat kotoran hingga meninggalkan jejak noda. Bukan pula kisah tentang ba...