6. Berita Bahagia?!

12 1 0
                                    

Merindu itu terjadi saat jarak muncul dihadapan mata.

Tak bisa melihat ia secara langsung tanpa tabir yang memisahkan.

Begitulah yang kurasa.
Ibu di Bandung lebih kurang 3 bulan, berasa begitu lama.

Setelah menemani kak Pika yang pekan depan sudah kembali ngantor.

"Jam berapa keberangkatan ibu?"
Aku menelpon ibu agar tahu kapan bisa menejmputnya di bandara.

Setelah berusaha membujuk bos besar aku pun mendapat izin menejmput ibu.

Aku iseng-iseng buat tulisan di sebuah karton, menyambut kedatangannya. Biar jadi kejutan ibu

*

Dan moment itu pun hadir.

Ibu berjalan tergopoh-gopoh sambil membawa bawaan yang lebih banyak dibanding waktu pergi.

Alhasil, tentu saja aku menuju ibu. Selama apapun aku menunggu sambil memegang karton agar ibu bisa membaca tulisannya, tak akan dilihat. Ibu aja nunduk terus, fokus sama bawaannya.

"Mau dibantu, Bu?" kataku mulai menawar.

Ibu, tetap terus menunduk

"Eh, gak usah, gak apa, nanti anak saya yang bantu." Ibu bahkan menepis dengan halus tanganku.

Aku sedikit kaget tapi juga merasa ini lucu,"lha, anak ibu ada lagi ya selain kak pika dan aku?"

"Ha?"

Akhirnya, Ibu mendongak ke atas, "Kamu toh," seraya memukulku dengan lembut.

"Ibu sih, jalannya nunduk aja. Kenapa? Ada koin jatuh--"

"Kamu!"

Aduh, aku dipukul lagi. Kali ini lebih kuat.

*

Kami sudah dalam taxi menuju rumah. Beberapa bawaan ibu ada yang sudah dibuka.

"Ini dari Kak Pika. Dia kasih kamu jaket."

"Wah jaket Bandung aku suka banget."

Dan beberapa bawaan lainnya.

*
Dan bab rindu itu sudah tamat. Aku tidak sendiri lagi sekarang. Ibu sudah kembali lagi menemani hidupku

Ya, aku masih single. Dan sesungguhnya masih sendiri dalam artian status.

Ibu juga semakin, apa ya? Pokoknya lebih terasa berbeda dari sebelumnya.

"Ibu baru liat, ada karton tulisannya gini." aku yang sedang asyik ngemil buah naga, apel, alpukat dan pisang auto cengir saat ibu menunjukkan tulisan menyambut ibu kembali ke Pekanbaru.

"Iya, kemarin itu bawa karton itu, tapj gak jadi liatin ke ibu."

Ibu geleng-geleng seraya senyum manis.

Tapi, malam itu senyum itu akan segera hilang.

Malam-malam kami kedatangan tamu jauh.

"Siapa yang bertamu?" aku mengangkat bahu, ibu beri kode padaku agar segera membuka pintu

"Assalamu'alaikum, Kitty?"

Aku tertegun melihat siapa yang malam-malam begitu semangat datang memencet bel rumahku.

"Ta-tante Katherine?"

Wanita paruh baya itu tersenyum. Tampak wajah lelah tergurat jelas.

Aku dan Ibu terkejut karena tak menyangka akan kedatangannya

"Kamu baru sampai dari Bandung?"
Tante Katherine menaruh barangnya dan baru tahu ibu baru kembali.

"Tadi siang. Mbak kenapa gak bilang-bilang dulu sih mau datang? Jadi gak ada persiapan nyambut."

"Gak usab repot-repot."

Tapi, nyatanya aku membuatkan minum teh melati pesanan beliau. Untung stocknya masih ada. Teh ini khusus untuk tante karena kalau gak disuguhkan teh melati nanti bisa...gitulah pokoknya. Astaghfirullah.

"Diminum, Tante."

"Terimakasih, Ya Nak Kitty." Senyum ramah itu tak biasa hadir, hingga membuatku sedikit tidak nyaman.

"Darimana, Mbak? Sendiri aja? Mas pur gak ikut?"

"Aku kesini sendiri, Mas nanti nyusul. Aku gak sabar pengen nyampein langsung ke kamu sama Kitty."
Aku menelan ludah penasaran apa itu.

"Apa, Mbak?"
Ibu terus mendesak. Apakah ada kabar gembira sampai malam-malam begini harus datang. Kalau penting banget bisa via telpon atau chat.

"Kamu harus dengarkan baik-baik." Tante Katherine memegang tangan ibu, "sebentar lagi kamu akan punya mantu."

Ibu terperangah. Aku? Lebih dari itu.

"M-maksud, Mbak?"

"Ya, Kitty akan menikah dengan seorang yang aku kenal. Dia anaknya teman Mas Pur. Dia tertarik sama Kitty waktu ada acara keluarga beberapa bulan yang lalu.

Aku dan Ibu saling berpandangan. Nafasku tak karuan. Jantung berdegup kencang.

"Yakinlah, dia ini cocok banget sama Kitty, aku takin Kitty pasti suka."
Tante Katherine memandangku dengan senyumnya yang semakin ramah.

Kenapa tiba-tiba? Aku gak ngerti? Sejak kapan Tante begitu peduli pada kami? Kenapa dia tiba-tiba menyodokan aku seorang calon.

"Kitty," dia memanggilku ramah dan meminta duduk di sampingnya. Aku rasanya enggan tapi ibu memberi kode, "Tante yakin kamu pasti suka. Tante ada fotonya dan akan menjelaskan kamu tentang dirinya."

Aku memandang ibu dan lebih kaget lagi. Ibu terharu, bahkan sudah mulai menangis. Terdengar lirih bilang terimakasih pada tante.

Mohon, Ibu! Kitty belum yakin. Cocok dimata Tante apa juga cocok menurutku dan ini bukanlah putusan final. Ini hanyalah tentang seseorang yang belum jelas kuketahui.

Ibu, jangan bahagia dulu, aku takut ibu cepat kecewa.

Bersambung...

WAITING PATIENTLYWhere stories live. Discover now