Hari Rindu Nasional

22 6 4
                                    

Gadis itu memandang tumpukan buku di hadapannya tanpa minat. Masih mikir dia, seandainya dia masih di SMA pasti hari-harinya nggak bakalan kayak gini. Dan hari itu tiba-tiba menjadi hari rindu nasional buat sekolah lamanya.

Dia ngebayangin asiknya nongkrong di kantin Bu Endang sama temen-temen Girl Friend-nya. Ngomongin guru BK yang penuaannya terlalu dini sebab marah-marah tiap hari, ngomongin kakel yang lagi ditaksir Salsa tapi kakelnya malah naksir temen mainnya, atau ngehayalin member BTS di tahun 2025 yang menurut mereka akan hijrah ke Indonesia lalu hidayah jatuh melalui kekaguman BTS pada sebuah bangunan indah yang bernama masjid (Amin-kan, dong!) Kemudian mereka jadi mualaf setelah itu Girl Friend dan BTS manggung bareng di acara putri muslimah dan sehabisnya tukeran whatsapp, IG, atau akun sosmed lainnya lalu chatingan tiap malem, saling curhat hingga nyocok-nyocokin yang sebenernya ngga cocok sampai merasa cocok kemudian lanjut ta'aruf. Setelah itu BTS balik ke korea dan kisah cinta mereka jadi LDR hingga tersebar berita ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Plis deh ngga usah curhat!.

Ternyata persepsi bebas dalam pikiran gadis itu telah menciptakan penjara mini untuk dirinya sendiri dalam dunia pesantren.

"Jen, lu kenapa si?" Yang dipanggil nggak nyaut.

"Jeeeeennn ...."

"Oy, Jeeeeen!"

Jen ngangkat wajah, menatap lurus dan menjawab datar, "Paan si. Gue masih belum budeg juga."

"Dari tadi lu melototin buku mulu. Ada apanya si tu buku?"

"Lu nggak tau ya. Seumur hidup baru kali ini gue belajar Basa Arab. Buat apa coba gue belajar Basa Arab kalo kenyataannya Raja Salman dan pangerannya pas kunjungan ke Indonesia nggak peduli ama gue?" Jen membekuk catatan kosa katanya. Kecewa dia gegara pangeran Arab nggak nemuin dia.

"Sa ...." Tiba-tiba tatapan Jen penuh penuh gairah.

"Ya." Salsa melongo. Jen bisa gitu yah. Mood-nya berubah dalam sekejap. Tapi Salsa tetap menunggu Jen bicara sambil berzikir. Hatinya dag dig tuh. Dia was-was kalau kalau Jen akan berbuat noda dan dosa.

"Hari ini ada jadwal latihan buat manggung minggu depan. Lu inget nggak?"

"Iya inget."

Mendengar jawaban Salsa, Jen semakin napsu. Perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke wajah salsa. Napasnya terasa lembut menyapu wajah Salsa. Beberapa inc lagi bibir mereka bertaut.

"Lu kelilipan ya?" ucap Jen kemudian menarik diri dari hadapan Salsa.

Salsa udah nggak karuan dia. Dikira mau dicium. soalnya dia udah janji nggak akan ciuman sama apa pun selain sama siapa pun, eh. Selain suaminya nanti maksud dia.

"Gue kira lu kelilipan. Itu bola mata lu di putihnya ada titik item."

"U-udah lama ini. Kek tahi lalat kan?" Salsa keliatan gugup banget, mengusap-usap matanya berusaha nguasain keadaan.

"Itu kalo ngga diobatin lu bisa ngga liat nanti. Kalo dalam dunia kesehatan namanya gejala katarak." Jeni mengada-ada seenak pengetahuannya. Emang gitu dia, suka nakut-nakutin orang.

"Jen, tadi lu bilang hari ini ada jadwal latihan."

"Emang iya."

"Terus?"

"Yaampun. Masa lu ngga inget?" Mata Jeni berbinar. Wajahnya bercahaya. Keknya wudunya selama seminggu di pesantren mulai ngefek di wajahnya. Nggak perlu nunggu hari kiamat buat membuktikan dia jadi ahli wudhu.

"Rasti ama Windi nungguin kita pastinya." Jeni menekan suaranya sambil celingukan kalau-kalau ada makhluk lain yang mendengar.

"Ya terus?"

"Ya kita samperin mereka."

"Maksudnya?"

"Ijin ke pengurus kalau kita mo latihan ngedens sama nyanyi."

"Apa dibolehin?"

"Menurut loe?"

Salsa menggeleng.

"Ya ngga mungkinlah diijinin. Makanya kita harus kabur."

"Hah, kabur?!" Jeni membekap mulut Salsa yang suaranya ngegas beberapa oktaf. Emang ngeselin si Sasa polos ngga pada tempatnya.

"Lu pikun, kita ada janji sama mereka buat latihan bareng?"

"Iya inget si. Terus kita kabur lewat mana?"

"Lewat jendela! Lu kira ini di rumah, apa? Lewat jalan yang amanlah. Pokoknya lu ikut gue aja."

"Tapi Jen, fsjeyhdg nafamsye gdfsbduon fsirutsnchdf." Salsa mencoba mengingatkan.

"Pokoknya nakjsfyentsl cxhdteinc." Jeni ngga mao kalah dan perdebatan pun terjadi.

"Coba deh lu pikir lagi! Stenfjtsh asyanehdykcv dercxzkehd bfurgapbd vslrawhdung." Pake bahasa alien mereka debatnya biar ngga ada yang tau rencana-rencana kaburnya.

"Jadi cuma segitu doang nyali lu? Inget dong! Hakebfaybsk bejsyaea kequehdob."

"Iya, gue selalu inget. Tapi jafdewbdu zxsjerb kopnfsbhjnda daquteind."

"Udah tenang aja. Debdsangeydb lkjiebgsm fas kqwpodsbcz fquytsnlhegn, dil?"

"Diiiiil." Mereka jabat tangan.

Ya Allah, perdebatan macam ava ini? Udah kayak acara super dil ajah pake jabat tangan.

Setelah mencapai kesepakatan, mereka mengemasi barang-barang untuk disimpan di lemari masing-masing. Merka pergi ngga bawa apa-apa, cuma dompet doang biar ngga ngribetin.

"Aman, Sa." Jeni ngasi kode yang langsung dibuntutin Salsa.

"Lu bisa manjat, kan?" tanya Jeni ketika sampai di gerbang belakang. Salsa mengangguk yakin.

"Hati-hati, Sa!" Mereka mengangkat-angkat rok bersiap melewati pagar penghalang.

"Ehm!"

Salsa dan Jen saling pandang mendengar deheman seseorang.

......

Sampai sini dulu yah! Moga suka sama ceritanya. 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Girl Band Masuk Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang