1. BX [Tes Univeritas dan Peraut]

496 27 0
                                    

Sorot lampu mendominasi ruangan tribun ini, sorak-sorai menggebu dari setiap sisi bagian penonton memenuhi ruang udara, menggema bersahutan dengan angin musim semi yang akan datang sebentar lagi.

Tetesan peluh membasahi pakaian kebanggaan. Warna putih itu tak terlalu mempertontonkan banyaknya keringat yang kini telah membasahi badannya. Tangannya mengepal, nafasnya menderu, kaki tanpa alas nya terhentak kuat diatas balok lantai kayu setinggi setengah meter itu.

Sepasang kaki bergerak kekanan dan kekiri mengikuti irama permainan bersama seorang lawan dihadapannya. Mata itu berkedip beberapa kali lalu membulat ketika sang lawan memberikan pukulan lurus kearah wajahnya.

Seketika ia mengelak lalu menangkap tangan lawannya dari samping, kemudian menikukkan lutut sang lawan hingga terpental jatuh kebelakang. Diputarnya tangan dan badan lawannya sehingga kini posisi sang lawan tengurap dengan tangan terlipat kebelakang. Dan dirinya sendiri tengah menduduki sang lawan.

Suara pukulan menghentak pada lantai kayu balok tersebut. Sembari menghitung sang wasit terus memukulkan tangannya seirama dengan hitungannya. Hawa didalam tribun menjadi lebih riuh.
"Satu..."
"Dua..."
"Tiga..."

Priittt

Kedua pria itu dipisahkan lalu dibantu berdiri tegap berdampingan dengan sang wasit berada ditengah-tengah.

"Pemenangnya adalah.....

Byounggon..." teriak wasit kuat seraya mengangkat tangan kanan pria dengan seragam putih. Sorak sorai penonton semakin memenuhi tribun, memberi semangat dan selamat pada pria yang baru saja mendapati kemenangannya.

Ia tersenyum menghadap keseluruh penonton. Memperlihatkan deretan gigi putihnya yang terawat, tersenyum sumringan sesekali melompat ketika euforia kemenangan itu membuncah di dadanya.

Seruan namanya dari para penonton terasa menggema di tribun itu, 'byounggon... byounggon.. byounggon..'

"Yak Byounggon..."
"Lee Byounggon irona!"

Dahinya menyerngit mendengar tersebut. Suara yang yak asing itu seakan mengganggu deretan peristiwa yang membahagiakan saat ini.

Suara bising yang meneriakkan namanya dengan beberapa kali suara pukulan pada kayu tebal lalu terdengar suara kayu yang menghantam dinding semen. Dan teriakan atas namanya semakin kuat terdengar. Ia mengedarkan pandangannya pada seluruh penonton tapi tak ada tanda-tanda mencurigakan.

"Byounggon! Irona!" Suara itu bahkan lebih keras sepuluh kali dari sebelumnya seperti berada disebelah telinganya.

"Bangun atau ku siram dengan air. LEE BYOUNGGON!!"
hingga teriakan bagai sangkakala membuat seluruh penghuni tribun menutup telingannya dan byur... hujan lokal dari atap tribun menjatuhi wajah tirusnya.

Seketika kedua manik hitamnya terbuka lebar, bagai ikan kehabisan oksigen ia menghirup udara disekitarnya, terlonjak dari singgasana empuk lalu terguling kesamping hingga terjatuh disisi ranjang.

Bruk...

"Aw aw aduh.. ahh..."

"Mau sampai kapan kau tidur haa?" Omel seorang wanita dengan apron merah dan gayung hijau kosong ditangannya.

Kesadarannya sudah kembali ia mengerjap sembari mengusap punggungnya yang terasa nyeri lalu menatap wanita itu masih dengan posisi jatuhnya.

"Eomma... kenapa kau menyiramku? Tak bisakah membangunkan dengan cara yang benar. Aku merasa bukanlah anakmu, kau kejam sekali untuk seorang eomma."

"Mwo? Aku? Kejam? Yang kejam itu aku atau kau? Kau yang susah dibagunkan! Tenggorokanku sampai sakit untuk membangunkanmu. Dasar anak tak tau diri."

Imagine with CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang