Suasana sore yang tenang di awal musim semi. Kota Seoul berjalan seperti setiap harinya, padat dan seolah tak pernah tertidur. Orang-orang berjalan cepat memenuhi trotoar ketika senja tiba menghiasi langit sore. Beberapa saat kemudian langit berubah gelap, malam datang mengganti hari.
"Apa???" Mata bulat Sihyeon –Yoo Sihyeon—melebar. Ia berdiri terpaku menatap sang majikan. "Paman, aku berani bersumpah! Aku tidak mencurinya. Sungguh! Aku tidak tahu bagaimana barang itu bisa berada di dalam tasku."
Ji Suk Jin berkacak pinggang dan menatap kesal pada Sihyeon, satu-satunya karyawan wanita yang bekerja di mini market miliknya. "Apa mungkin barang itu terbang sendiri dan masuk ke dalam tasmu?! Sihyeon, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi?!"
"Tapi aku tidak mencurinya!"
"Kau berani memnbentakku!" Sukjin dengan nada meninggi dan melotot ke arah Sihyeon.
Sihyeon langsung menunduk dan menggelengkan kepala.
"Hah!" Sukjin menghela nafas.
Sihyeon kembali mengangkat kepala dan cemberut.
"Sihyeon-aa, barang bukti ada di dalam tasmu dan kau masih mengelak? Kenapa tidak kau akui saja jika kau memang mencurinya?" Dongwoo –Jang Dongwoo— yang sedari tadi berdiri di samping Sukjin ikut bicara sambil menatap serius pada Sihyeon dengan tatapan yang mampu membuat ketakutan siapa saja yang menerimanya.
"Aku tidak mencurinya, apa yang harus aku akui?!" Sihyeon bersikukuh.
Suasana jadi hening dan tegang. Dongwoo terlihat geram, sedang Sukjin tidak tahu harus berkata apalagi agar Sihyeon menyerah dan mengakui perbuatannya.
"Aku yakin aku tidak salah dan aku tidak mau mengakui tuduhan kalian itu!" Sihyeon menegaskan.
"Sihyeon-aa!" panggil Howon –Lee Howon (Hoya)—dari arah belakang.
Sihyeon membalikan badan.
"Saengil chukae!!!" Howon langsung menimpuk kepala Sihyeon dengan tepung. Dongwoo ikut bergabung bersama tiga karyawan lainnya dan menghajar Sihyeon dengan tepung di tangan Howon.
"Saengil chukahamnida... saengil chukahamnida... saranghaneun Sihyeon-aa... saengil chukahamnida." Howon, Dongwoo dan Sukjin bernyanyi untuk Sihyeon. Sihyeon terharu, ia menutup wajah dengan kedua tangannya dan menangis.
"Sihyeon-aa, sudahlah... jangan menangis." Howon mencoba membuka kedua tangan Sihyeon. Sihyeon bertahan seperti itu dan tak mau membuka kedua tangannya. Howon memeluk Sihyeon disusul Dongwoo.
Howon dan Dongwoo membantu Sihyeon mencuci rambutnya di toilet. Tak jarang keduanya berbuat usil dengan mengacak-acak rambut Sihyeon hingga gadis itu protes. Howon membantu mengeringkan rambut Sihyeon dengan handuk.
"Berhenti menangis! Kau terlihat makin jelek, tahu!" olok Dongwoo.
"Aku tidak menangis! Mataku pedas terkena shampoo." Sihyeon mengelak.
"Bohong!" Howon seraya menekan kepala Sihyeon.
"Dia tidak menangis karena tuduhan mencuri itu, hah... sandiwara kita gagal." Keluh Dongwoo.
"Itu terlihat bodoh! Kalian mau melawan master akting kalian?!" Sihyeon menyombongkan diri membuat Dongwoo dan Howon tertawa geli. "Ini berlebihan, maksudku hadiah-hadiah itu."
"Kalau kau tak mau, buatku saja!" sahut Myungsoo –Kim Myungsoo (L)—yang sudah berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum dan berjalan mendekati Sihyeon. "Saengil chukahae, Sihyeon!" Myungsoo mengulurkan kado.
"Kamsahamnida." Sihyeon menundukkan kepala dan lagi-lagi air matanya menetes.
"Cengeng!" Myungsoo berlutut di hadapan Sihyeon dan mengusap sisa air mata di pipi gadis itu. Sihyeon tersenyum tersipu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Fantasy
FanfictionNae majimak pantajireul nae gaseume yeongwonhi... IU - Last Fantasy. Kehidupan bisa berubah kapan saja. Tentang takdir itu rahasia. Ketika kerasnya kehidupan mengujimu, kau akan belajar banyak hal dan memetik buah manis sesudahnya. Percayalah bahwa...