BAB 3

9.8K 637 7
                                    

GIGA Jarion Tedjawidjaja sedang sangat kesal karena tidak dapat menghubungi adiknya, Terra Pradana Tedjawidjaja.

Beberapa hari yang lalu mereka melakukan meeting untuk kerjasama perusahaan mereka yang entah untuk ke berapa kalinya, tanpa kehadiran sekretaris pribadi Terra. Dan sekarang ia memerlukan data dari perusahaan Terra untuk keperluan kerjasama ini namun adiknya sama sekali tidak dapat di hubungi.

Panggilannya selalu berakhir di mail box.

"Apa sekretaris Terra sudah mendapatkan emailnya?" tanya Terra pada sekretarisnya melalui sambungan interkom.

"Sudah Pak. Sekretaris Pak Terra mengatakan kalau ia sudah mengirimkannya kepada Pak Terra dan sedang ditinjau ulang."

Giga mendesah kesal. Terra selalu saja menganggap remeh sesuatu. Padahal ia harus segera membuat proposal dan membuat meeting untuk tindakan selanjutnya.

Akhirnya Giga memutuskan untuk menelepon ke kantor adiknya meskipun entah mengapa Terra melarang keras dirinya untuk menelepon ke kantornya. Terra selalu mengatakan kalau jika ingin bicara kepadanya, Giga harus menelepon melalui telepon pribadi.

Begitu juga dengan setiap meeting yang melibatkan mereka berdua. Terra tidak pernah mengajak sekretaris pribadinya. Adiknya selalu mengajak Moreno, sekretaris senior hanya untuk membahas meeting antara mereka berdua.

"Saya akan menelepon kantor Terra," kata Giga lagi.

"Saya akan menyambungkannya untuk anda, Pak."

"Saya saja yang menelepon, Sintha," jawab Giga. Lagipula ia ingin tahu tentang sekretaris Terra yang sepertinya sangat dirahasiakan ini.

Giga segera menelepon kantor Terra dengan telepon kantornya dan menunggu beberapa detik sebelum panggilannya di angkat.

"Good morning, Wididjaja Corporation in Mr. Terra Tedjawidjaja's office. Ussyleine Maldov is speaking. Can I help you?"

Giga terdiam. Seluruh saraf tubuhnya seolah berhenti berfungsi bahkan rasanya ia nyaris melepaskan gagang telepon yang ia pegang.

"Hallo?" panggil suara lagi.

"..." Kini Giga tahu mengapa Terra begitu mempersulitnya untuk bertemu dengan sekretaris Terra sendiri bahkan untuk urusan bisnis sekalipun.

Karena..

Karena..

"Sorry I Will en-"

"Elline?"

"..."

"..." Terjadi hening di antara mereka berdua namun Giga tahu kalau wanita itu masih di sana karena sejauh ini, sambungan telepon masih terhubung.

"..."

"Elline aku tahu kamu masih di sana. Selesaikan saja permainan menghindar yang kamu ciptakan ini."
***

Suara telepon di mejanya membuat Ussyleine mendongakkan wajahnya dari layar komputernya. Ia segera mengangkat panggilan telepon kantornya itu karena bagi seorang sekretaris, tidak baik mendiamkan panggilan terlalu lama.

"Good morning, Widjaja Corporation in Mr. Terra Tedjawidjaja's office. Ussyleine Maldov is speaking. Can I help you?"

Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Apa yang sedang ia pikirkan? Mengapa ia menyebut 'Ussyleine Maldov?' seharusnya ia menyebutkan nama Gabriell. Semua orang tahu nama sekretaris Terra Tedjawidjaja adalah Gabriell. Bukan Ussyleine.

Ia berharap orang di teleponnya tidak terlalu mendengarkan namanya.

"Hallo?" sapanya lagi.

Terjadi hening beberapa saat, membuat Ussy bingung. Sistem telepon di kantor ini sudah sangat baik, tidak mungkin ada telepon nyasar yang bisa masuk ke sini. Apalagi jika sudah masuk ke kantor boss-nya. Telepon itu pasti sangat penting namun mengapa orang di seberang sana malah diam?

Apakah sistem di kantor ini sedang terganggu?

"Sorry, I Will en-"

"Elline?"

Tubuh Ussy membeku. Dari ratusan bahkan ribuan orang yang menjalin hubungan bisnis dengan Terra Tedjawidjaja, mengapa harus orang ini?

Suara itu dan nama itu..

Elline..

Hanya satu orang yang pernah memanggilnya dengan nama itu. Hanya dengan satu kata dapat membuatnya terbang ke beberapa tahun yang lalu dan membangunkan perasaan yang selama ini coba ia hilangkan.

Ini tidak boleh terjadi, seharusnya ini tidak boleh terjadi.

Ia dan lelaki itu tidak boleh bertemu atau yang lebih tepatnya, lelaki itu tidak boleh mengetahui dirinya berada di mana.

"Elline aku tahu kamu masih di sana. Selesaikan saja permainan hindar-menghindar yang kamu ciptakan ini," suara itu terdengar lelah.

"Maaf, Pak Terra sedang berada di luar kantor."

Cepat-cepat ia mematikan sambungan telepon dan mengatur napas sambil mendekap mulutnya.

Hanya satu hal yang ada di pikirannya sekarang meskipun hal ini akan menjadi pilihan terakhirnya namun sekarang, itulah pilihan yang harus ia jalani.

Pergi dari tempat ini sejauh mungkin meninggalkan semuanya. Ia tidak bisa lagi bersembunyi. Ia harus pergi. Segera.

*Bersambung*

Begin HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang