❤ Nikah Lagi? (3)

104 8 9
                                    

Tak ada perempuan yang baik-baik saja, saat laki-laki yang dicintainya dipaksa harus mendua, meski dengan cara yang sah.

🌹

Author POV

"Abyan, Ibu mau bicara sama kamu" suara dari seorang wanita paruh baya membuat Abyan yang sedang asik mengoreksi tugas anak didiknya, seketika menoleh ke arah wanita itu.

"Ada apa Bu? Kok kayaknya serius banget," ucap Abyan masih dengan memusatkan perhatiannya pada tumpukan kertas yang ia koreksi.

"Yan, mau sampai kapan kamu begini terus?" ujar Ibu dengan pandangan berharap pada putra semata wayangnya ini.

"Begini apanya Bu?" ujar Abyan masih dengan aktivitas mengoreksinya.

"Yan, lihat Ibu!" titah Ibu, kini dengan nada yang sedikit meninggi.

Abyan menghentikan pekerjaannya, menaruh tumpukan kertas milik murid-muridnya itu di atas meja ruang tamu. Kemudian beralih menatap lekat Ibunya.

"Ada apa sih Bu? Ibu mau apa?" ucap Abyan lembut, sambil meraih telapak tangan Ibu dan mengelusnya lembut.

"Ibu mau kamu nikah lagi!"

"Sstt... Ibu, jangan keras-keras! Kalau Syahifa denger kan kasian dia," ucap Abyan sambil menempelkan jari telunjuk ke mulutnya.

Ia takut Syahifa akan mendengarnya.

"Biarin! Biarin istri kamu itu denger! Biar sadar diri dia!" Ibu bukannya merendahkan suaranya, justru malah mengeraskannya. Seolah memang, Syahifa harus mendengarnya.

"Aduh, Ibu udah dong," bujuk Abyan, namun Ibu tak menggubrisnya.

"Biarin! Syahifa!" Ibu semakin mengeraskan suaranya untuk memanggil Syahifa. Namun tak ada jawaban.

"Bu, Ibu, Ibu dengerin Abyan ya? Ibu harus pertimbangin dulu baik buruknya keputusan Ibu ini dong. Jangan gegabah Bu," bujuk Abyan dengan ekspresi memelas.

"Ibu nggak peduli! Ibu malu Abyan, malu! Temen-temen Ibu semua udah pada gendong cucu. Sedangkan Ibu?" jawab Ibu sambil menahan kumparan air mata yang hendak jatuh dari pelupuknya.

Abyan membungkuk, memeluk kaki Ibunya. Ia pun juga menangis.

"Bu, Abyan juga punya keinginan yang sama kaya Ibu. Tapi Abyan nggak mungkin ninggalin Syahifa, Bu. Cukup Syahifa, dan hanya Syahifa Bu..." Abyan menggantung kata-katanya. Ia mengusap air mata yang mengalir deras di pipinya.

Ia mendongak pelan. Menatap wajah Ibunya yang tidak kunjung membalas tatapannya. Tersirat kemarahan yang tampak di wajah Ibunya.

"Ibu doain Abyan sama Syahifa ya? Biar kita kuat menghadapi ujian dari Allah ini, dan semoga kita lekas diberi keturunan, ya?" ucap Abyan dengan memasang senyum 'sok kuat' miliknya.

Ibu tidak menggubris ucapan Abyan. Ibu mengusap kasar air mata yang mencelos dari pelupuknya, kemudian pergi berlalu meninggalkan Abyan yang masih tersungkur di lantai.

Abyan menunduk. Larut dalam tangisannya malam ini.

Ya Allah, kuatkan aku, dan istriku.

***

"Mas, Ibu tadi manggil aku?" tanya Syahifa sambil sibuk merapikan kasur yang akan ia dan Abyan gunakan untuk tidur.

"Mas?" melihat ucapannya yang tidak mendapat jawaban suaminya, Syahifa pun memanggilnya.

Tatapan Syahifa tertuju pada suaminya yang duduk bersandar di atas kasur dengan pandangan kosong.

Syahifa menghampiri Abyan. Dilihatnya mata Abyan yang bengkak, seperti sehabis menangis.

"Kamu kenapa, Mas? Kamu habis nangis?" ujar Syahifa sambil menggenggam tangan Abyan.

Mata Abyan bergulir ke arah Syahifa perlahan. Air mata kini kembali berkumpul pada pelupuknya. Ia menatap lekat Syahifa. Syahifa yang melihat Abyan berkaca-kaca ikut terbawa suasana.

"Kamu kenapa, Mas?" tanya Syahifa sekali lagi. Kini suaranya bergetar karena menahan tangisnya.

Abyan masih membisu. Tiba-tiba Abyan menyalimi tangan Syahifa, kemudian menciumnya berkali-kali sambil menangis.

"Maafin aku, sayang..." lirih Abyan sambil menangis.

"Kamu kenapa, Mas? Ada apa?" Syahifa kini tak mampu menahan tangisnya, dan mau tak mau air matanya kini mengalir pada kedua pipinya.

Abyan berusaha menghentikan tangisnya. Ia mengusap air matanya. Kemudian ia berusaha mengambil nafas hendak bicara.

"Maafin aku, aku nggak bisa jadi imam yang sempurna buat kamu. Gara-gara kamu nikah sama aku, hidup kamu jadi gini. Kamu tiap hari dimarahin Ibu, kita juga tinggal di rumah yang sederhana, dan...."

"Sssttt... kamu nggak boleh ngomong gitu, Mas" Syahifa menempelkan telunjuk kanannya di bibir Abyan. Kemudian Syahifa mengusap lembut air mata Abyan.

"Apa yang membuat kamu ngomong gitu, Mas?" tanya Syahifa yang masih dengan tangisnya.

Abyan mencoba menetralkan suaranya. Ia berusaha menahan tangisnya sekuat tenaga. Kemudian ia memulai ucapannya.

"Ibu, Ibu tadi ngomong sama aku kalo aku harus..." ucapan Abyan terhenti. Tangisnya kembali pecah.

"Harus apa, Mas?" tanya Syahifa sambil sedikit menggoyangkan tubuh Abyan.

"Aku harus nikah lagi, tapi aku nggak mau Syahifa, aku nggak mau..." Abyan kembali menciumi tangan Syahifa. Sedangkan Syahifa berusaha menahan ledakan yang ada di hatinya.

Memang, Abyan memang tidak menyetujui keputusan Ibunya. Hanya saja, rasa takut akan kehilangan cintanya kini semakin menjadi dalam hati Syahifa.

"Mas, aku nggak pernah maksa kamu buat nurutin semua kemauanku. Aku akan menyetujui semua keputusan kamu, selagi itu baik untuk kita..." ucapan Syahifa terjeda. Syahifa kembali berusaha menetralkan suaranya yang bercampur isak tangis.

"Untuk Ayah dan Ibu..."

"Dan tentu saja, untuk Allah..."

Sampai pada kalimat terakhir Syahifa, tanpa pikir panjang, Abyan segera memeluk istrinya itu. Mendekapnya erat, seperti pelukan terakhir di malam itu.

Abyan tak mampu berkata apapun. Ia tak mampu mengungkapkan bagaimana bersyukurnya ia saat mendapat istri seperti Syahifa.

Dalam hati, Abyan berjanji bahwa ia takkan meninggalkan Syahifa, kecuali jika Allah yang berkehendak. Sekalipun dalam keputusan untuk menikah lagi, meskipun Syahifa tak pernah melarang Abyan melakukan hal itu.

***

Assalamualaikum
Mohon maaf ya, kalo part ini kesannya agak lebay, alay, atau sebagainya. Namanya juga cerita yakan? 😅. Tungguin terus kelanjutan ceritanya ya...
Oh iya, jangan lupa tinggalkan vote dan komentar kalian. Terima kasih dan semoga terhibur! 😊

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang