Second Murder

45 0 0
                                    

Seluruh syaraf yang ada di otak Megan dan Liam bekerja secara bersama-sama. Setiap kata yang tertulis dalam buku harian sang pembunuh itu diproses dengan baik di dalam kepala mereka. Kedua orang itu adalah kombinasi yang diperlukan oleh dunia kepolisian di seluruh dunia, gabungan antara pemikiran luar biasa dari dua makhluk berbeda dengan 99% logika dan 99% perasaan. Namun, yang lebih unik lagi adalah seorang Megan-lah yang bertindak berdasarkan 99% logika.

Bagi mereka berdua, menghubungkan neuron satu dengan yang lainnya adalah hal yang mudah.

"I was standing in front of the usher
She was the first who knock the door
To call the lower to the upper." Megan membacakan kembali kata-kata yang ada di dalam buku tersebut.

"Usher, She was the first, entah mengapa aku jadi ingat kepada Sarah Clarke yang terpilih sebagai pengantar wanita pertama dalam 669 tahun." Liam menerawang ke arah jalan raya yang dilewati mobil.

"Sebentar, kenapa kau langsung berpikir ke arah sana? Bukankah ada beberapa kemungkinan jika kita mendengar kata usher? Lalu, ada banyak wanita pertama yang melakukan suatu hal." Megan bertanya dengan semangat.

"Oh, Megan. Kumohon, jangan berpura-pura bodoh. Dalam memecahkan suatu kode atau semacamnya kau harus lihat secara keseluruhan, apakah saling berhubungan atau tidak. Seperti, bagaimana aku mengatakannya ya," Liam terdiam sebentar dan melanjutkan, "seperti menyelesaikan deret dan baris bilangan mungkin?"

"Lalu?"

"'It's not about the human
I was thinking about the gate
To the palace
Where the parliament regulate the country'
Kurasa, kau tahu apa arti dari tiga baris kalimat ini, Meg?"

"Kalau usher adalah sebuah pintu masuk ke istana dimana para parlemen mengatur negara, kurasa istana tersebut adalah Palace of Westminister."

"Benar! Kalau berbicara tentang pengantar di istana Westminister, aku akan langsung ingat The Gentleman or Lady Usher of Black Rod!"

"Kau memang detektif yang sangat pandai! 'She was the first who knock the door, to call the lower to the upper' Bukankah ini adalah pekerjaan seorang Black Rod untuk memanggil anggota parlemen guna mendengar pidato dari Yang Mulia Ratu." Megan menimpali.

"Aku yakin kau sudah mengerti semuanya, namun kau hanya membuat ini menjadi seperti di dalam drama detektif yang ada di televisi."

Megan tertawa dengan kencang, "bukankah menjadi lebih menarik jika aku menjadi kontra dalam setiap analisismu?"

"Iya, menarik tapi menyebalkan. Aku dipermainkan dan aku tahu hal itu, sehingga aku merasa terhina."

"Itu adalah kelebihanmu yang lain."

"Black Rod, sebuah pintu masuk ke Istana Westminister, it's really obvious, right?" Liam tersenyum lebar.

"Black Rod's Garden Entrance, Abingdon Street."

"Kita langsung menuju kesana?"

"Aku benar-benar bersemangat!" Megan berteriak dengan keras.

"Hei! Kita akan pergi ke medan pertempuran bukan taman hiburan."

"Bagiku sama saja, Li."

"Terserah kau saja," Liam memalingkan pandangannya ke arah seorang petugas polisi, "officer!"

"Ya, detektif." Petugas itu tersenyum.

"Tolong selidiki lebih lanjut tentang korban dan segera lapor apabila kalian menemukan hal yang penting."

"Baik, Detektif Liam!"

Liam berbalik arah menuju Megan yang ekspresi wajahnya berubah seketika saat melihat layar ponsel pintarnya.

"What's wrong, pals?" Kekhawatiran terpancar dari suara Liam.

Temannya itu hanya terdiam kaku sambil menggenggam gawai yang ia miliki. Air mukanya terlihat sangat serius dan bola matanya seakan-akan hampir keluar dari tempatnya.

"Ada apa, Meg?" Kata Liam sambil merebut ponsel dari tangan Megan.

Layar ponsel menunjukkan sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal:

"Aku yakin petunjuk mudah seperti ini bisa kalian selesaikan kurang dari 5 menit saja

You have ten second from now."

Tiba-tiba pesan itu berubah menjadi hitungan mundur, Liam berusaha untuk menghentikannya, namun sia-sia.

"Kita harus bergegas, Li!" Megan berlari.

"Kau benar! Ayo, naik mobilku saja! " Liam berteriak dan mengikuti temannya itu.

Megan dan Liam melangkahkan kaki mereka yang panjang dengan kecepatan kuda menuju mobil BMW hitam milik Liam. Megan berusaha menarik pintu mobil yang belum dibuka oleh Liam dengan remotnya.

"Cepat, Li! Aku dan kau salah! Kita terlalu santai! Korban itu masih hidup!"

"Bagaimana kau yakin?!" Kata Liam sambil menekan remot kunci mobilnya.

"Pembunuh itu mengirimkan hitungan mundur, kemungkinan korban masih hidup sekarang ini!"

Liam dan Megan masuk ke dalam mobil dan bergegas pergi ke tempat kejadian pembunuhan selanjutnya.

"Kita butuh waktu sekitar empat menit untuk sampai ke Abingdon Street."

"Li, kita sudah kehilangan 45 detik."

"Baiklah, kita harus lebih cepat dari peluru!"

Liam memacu mobilnya dengan sangat kencang tanpa peduli batas kecepatan yang berlaku. Dua detektif handal ini berusaha untuk tetap tenang dalam situasi yang gila itu, hitungan mundur di layar ponsel Megan terus berkurang sehingga menambah kekesalan. Aliran keringat yang turun dari pelipis mereka menandakan bahwa mereka sedang berpacu dengan pikiran mereka masing-masing.

Siapakah pembunuh yang menyusahkan ini?

Sekitar empat menit kemudian, mereka sampai di Abingdon Street tepat di depan pintu masuk Black Rod's Garden dan Victoria Tower.

Seorang wanita dengan pakaian compang-camping berdiri tepat di depan tempat yang dimaksud oleh pembunuh tersebut, rambut coklatnya panjang tergerai dengan tidak teratur, seluruh badannya terdapat luka memar dan sedikit mengeluarkan darah. Wajahnya dan bibirnya pucat, ia menggenggam kertas yang dibentangkannya dengan tulisan:

"Sisa waktumu bisa digunakan untuk menyelamatkan wanita cantik ini, selamat bersenang-senang!"

Megan dan Liam keluar dari mobil dengan terburu-buru, menghampiri wanita yang hampir menemui ajalnya. Tiba-tiba wanita itu menangis dan memohon kepada mereka berdua.

"Tolong aku! Aku tidak bisa bergerak! Ada sesuatu yang dipasang dalam tubuhku, kalau aku bergerak, orang itu bilang aku akan mati!"

-to be continued

Break The Code : Murderer DiariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang