Ilustrasi Pertama

6 0 0
                                    

Malam belum seberapa larut saat kebuka surat elektronik di laptopku. Ada pesan dari seseorang yang belum pernah kukenal sebelumnya. "Ada cerita yang kutulis, tolong buatkan ilustrasinya. Mohon dibaca dengan baik, tampilkan ilustrasinya seperti kenyataannya", demikian pesan yang kubaca dari sang pengirim.

Segera aku buka file yang di lampirkan dalam e-mail tersebut. Kata demi kata kupahami sebaik-baiknya, sebagaimana permintaan si pengirim. "Aku lahir tepat di bulan purnama, itu cerita dari ibuku. Di sebuah rumah sederhana, satu diantara rumah-rumah di tengah perkebunan kakao yang rindang. Rumahku terletak paling ujung timur. Di depan rumahku ada tanaman kakao yang tertata rapi bagaikan pasukan yang sedang berbaris. Saat kecil aku sering bermain diantara pohon-pohon itu".

"Untuk bisa menuju ke rumahku, bisa melewati jalan utama di sepanjang jalur selatan kota ini. Perkebunan kakao sudah terkenal di kota ini, hanya satu-satunya. Di gerbang batas kota bagian selatan, bisa berbelok ke utara. Lima kilometer kemudian ada gapura yang menandakan telah masuk ke areal perumahan perkebunan kakao. Aku kadang suka bermain di gapura itu saat menunggu ayahku pulang bekerja".

"Saat sekolah dasar, aku bersekolah di kota, diantar oleh bis sekolah milik perkebunan. Namun itu hanya sampai aku kelas empat, lalu ayahku pindah tugas ke kota lain, tepatnya di perkebunan kopi. Untuk pertama kali aku merasakan pindah tempat tinggal. Sedih rasanya, karena aku harus meninggalkan teman-teman sekolahku."

Itulah penggalan cerita yang kubaca, tak ada hal yang sulit bagiku untuk sekedar menuangkannya menjadi sebuah gambar ilustrasi. Tapi saat mulai kugoreskan pensil hitamku, ada keraguan menggelayut dipikiranku. Detak jam dinding seakan menyadarkanku ada sesuatu yang kulewatkan. Akhirnya kubaca lagi pesan yang tertulis " .. tampilkan ilustrasinya seperti kenyataannya".

Kunyalakan motor CB ku, deru mesinnya memecah kesunyian pagi di teras rumah. Pagi ini kumulai petualangan menyusuri jejak-jejak yang tertulis dalam cerita itu. Tanpa kesulitan aku sudah sampai di gapura perumahan di area perkebunan kakao. Rasa-rasanya tempat ini tak asing bagiku. Tapi aku tak ingat, apakah aku pernah ke sini atau tidak.

Kupacu motorku agak pelan hingga di depan mulut gang, sederet perumahan berjajar rapi, didepannya tampak pohon-pohon kakao yang rindang. Persis seperti yang kubaca tadi malam. Aku melihat kiri-kanan, lalu mataku tertuju sebuah rumah yang terletak di ujung gang. Aku berhenti dan mengamati dengan seksama rumah yang teronggok di depan mata. Rumah itu dindingnya terbuat dari papan di bagian atasnya, tembok di bagian bawahnya. Masih terlihat rapi, meski catnya mulai kusam.

Tiba-tiba pintu rumah itu terbuka, jantungku langsung berdegup karena kaget. "Cari siapa ya?" seorang wanita paro baya menyapaku. Dengan masih agak gugup aku jawab hanya lihat-lihat saja. Namun kemudian aku beranikan diri untuk bertanya,"Apakah anda sudah lama tinggal disini?". Wanita itu menjawab, "Belum ada lima tahun, disini sering berganti penghuninya, karena pindah tugas. Apa kamu mencari seseorang?". Kujawab, "Sebenarnya iya, tapi mungkin sudah pindah".

Akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan perjalananku ke kota lain,sebagaimana yang tertulis dalam cerita itu. Hingga aku dapatkan semua gambarannyata apa yang seharusnya aku wujudkan dalam goresan ilustrasi. Malam ketigasejak pesan itu masuk, gambar ilustrasi sudah kukirim ke ­e-mail nya. Beberapa jam kemudian dia membalasnya. "Terima kasihsudah melukiskannya dengan sangat nyata", demikian kalimat yang kubaca daripesannya.

ILUSTRASI SANG REMBULANWhere stories live. Discover now