Ilustrasi Kedua

6 0 0
                                    

"Masih ada dua bagian cerita yang harus anda buatkan gambar ilustrasinya. Sekarang bagian kedua yang kukirimkan. Gambar ilustrasinya pasti lebih hebat dari yang pertama", itulah pesan berikutnya. Aku tak sabar membaca cerita bagian kedua ini, tapi kursor di monitor laptopku tampak masih berputar-putar.

Akhirnya file nya terbuka, kalimat demi kalimat kusimak tanpa ada yang terlewat. Sambil kubayangkan tempat mana lagi yang besok akan aku datangi. Hingga mataku tertuju pada satu baris kalimat "... aku sangat suka menulis, bisa cerpen, puisi, dan apa saja. Tapi aku tak bisa menggambar, gambarku tak berubah sejak aku masih anak-anak. Artinya aku butuh seseorang untuk membantuku. Menjadi temanku, asistenku atau pendampingku."

Tapi aku tak terlalu memusingkan kalimat itu, yang penting hari ini kulanjutkan tugasku menelusuri tempat-tempat yang pernah ia tinggali dulu. Hari ini aku akan menuju kota yang lumayan jauh dari tempat tinggalku. Namun terpaksa tetap kugunakan motorku, meski penat sudah terbayang nanti. Menjelang siang, aku sampai di sebuah kampus ternama di kota itu. Aku susuri koridor kampus, hingga sampai pada sebuah pintu ruangan. Aku sangat penasaran, seperti apakah sosok yang menulis cerita itu, mungkinkah ada di balik pintu ini.

Kuketuk pintu ruangan itu, perlahan kudorong daun pintunya. Bersamaan dengan itu, ada seorang gadis akan keluar ruangan. Hampir saja bertabrakan. Kami saling pandang, dia tersenyum. Sejenak aku terhenyak, kaget campur terkesima. Aku akhirnya mundur untuk memberinya jalan. Aku masih tertegun, sampai dia melintas dan berjalan menjauh. Aku sempat berpikir, kenapa tidak kutanya siapa nama gadis tadi.

Sesampainya di rumah, aku masih sulit melupakan raut wajah gadis di kampus tadi. Tak sadar aku meraih pensil, gurat-gurat wajahnya mulai kulukis di atas selembar kertas. Dua jam tak terasa pikiran dan tanganku bergerak tiada henti. Wajah yang membuatku terkesima itu telah selesai kubuat ilustrasinya. Sebelum kukirim ke e-mailnya, kupandangi gambar wajahnya dengan sangat mendalam.

Sejam lalu sudah kukirim gambar ilustrasi kedua, namun ia belum membalasnya. Aku masih belum bisa menghapus wajah gadis tadi dari pikiranku, gambarnya masih setia kupandangi. Dering hapeku menggugah lamunanku, ada pesan masuk. "Lho kok begini gambarnya, itu bukan aku. Tadi kenapa tidak ke tempat yang sudah kutulis di pesanku semalam?", dia nampaknya kesal. Aku jadi tersadar, jika aku sudah keliru menggambar ilustrasi wajahnya.

ILUSTRASI SANG REMBULANWhere stories live. Discover now