"Huuh... "
Terdengar tangisan seorang perempuan di sebuah kelas. Perempuan itu menangis tersedu-sedu sambil mengusap air matanya.
Ia dikelilingi oleh para pem-bully yang suka menindasnya."Oi, Aya. Loe ngapain sih pake acara nangis segala?! Malu-maluin aja!" gertak seorang siswi kepada Aya, perempuan yang menangis.
"Ya. Lagian kita kan udah bilang, loe itu gak usah masuk ke sekolah lagi. Gak ada yang suka sama loe!" kata seorang siswa.
Air mata Aya bertambah banyak ketika mendengar perkataan mereka. 'Kenapa sih mereka ngomong kayak gitu? Emang aku salah apa?' tanya Aya dalam hatinya.
Tiba-tiba, rambut panjang Aya ditarik sampai Aya terjatuh dari kursinya. Aya, berusaha untuk mengurangi rasa sakit itu, memegang rambutnya yang ditarik. 'Aduh... Sakit banget, " batin Aya.
"Loe dengerin gak sih?! Kenapa malah makin kenceng nangisnya?" tanya siswi yang menarik rambut Aya.
Siswi itu mendekat ke telinga Aya dan berbisik, "Jangan dateng lagi ke sekolah ini atau ngasih liat muka loe ke kami semua. Kalo bisa, bunuh diri aja. Gak ada yang peduli sama loe ini. Ngerti?"
Aya berdiam sambil mencoba untuk menghentikan tangisannya. Namun, hal ini membuat siswi yang menarik rambut Aya semakin marah.
Siswi itu menarik rambut Aya lagi dengan kencang. Mukanya penuh amarah.
"Ahh!" teriak Aya merintih kesakitan.
"Loe denger gak?! Jawab dong!" seru siswi yang menarik rambut Aya.
"Y-ya.. Aku dengar, " kata Aya pelan.
Siswi itu tersenyum geli melihat Aya merintih kesakitan. "Bagus sekali, " katanya.
Ia melepaskan rambut Aya dan mengusap-usap kepala Aya seakan-akan ia bangga dengan apa yang dilakukan oleh Aya.
"Aya itu anak yang pintar sekali. Jadi, mulai besok kalau Aya menampilkan wajahnya di sekolah ini, mau tidak mau Aya akan dikasih pelajaran. Iya ka, teman-teman?" tanya seorang siswa sambil tersenyum ironis.
Siswa-siswi yang mengelilingi Aya menganggukan kepala mereka masing-masing.
"Ok, ayo kita pergi dari sini. Gue udah gak tahan deket-deket sama si pecundang ini, " kata seorang siswi kepada yang lain.
Para pem-bully itu akhirnya keluar dari kelas itu dan meninggalkan Aya seorang diri di kelasnya.
Aya mencoba untuk menghentikan tangisannya. Ketika tangisan Aya sudah berhenti, hari sudah petang. Matahari sudah mulai terbenam.
Aya meraih tasnya dan berjalan keluar dari kelas. Ia mengangkat salah satu tangannya untuk mengusap air mata yang masih mengalir.
Aya mengingat perkataan-perkataan para pem-bully tadi. 'Tidak ada yang peduli denganku, ya?' batinnya.
«»«»«»
Dua minggu pun berlalu, Bu Elli, seorang guru yang baik hati, sedang mengecek kehadiran siswa-siswi yang akan diajarnya. Hingga akhirnya ia memanggil nama Aya.
"Aya?" panggil Bu Elli.
Namun, tidak ada yang menjawabnya. Bu Elli pun melihat siswa-siswi yang ada di kelas itu. Ia merasa bingung ketika tidak melihat kehadiran Aya.
Bu Elli akhirnya bertanya, "Anak-anak. Apa ada dari kalian yang tahu di mana Aya berada sekarang?"
Siswa-siswi di kelas itu hanya berbisik-bisik. Lalu, seorang siswa mengacungkan tangannya ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Despair in My Heart
Teen FictionApakah kalian pernah merasakan putus asa? Aya, seorang siswi sma, selalu ditindas oleh teman-teman sekolahnya. Rasa putus asa di hati Aya semakin bertambah besar. Suatu hari, Aya tidak datang ke sekolah. Ia menghilang tanpa kabar. Akhirnya, Bu Elli...