1. Started

98 14 9
                                    

      Han Jisung membuka matanya, tepat setelah jam weker scooby doo-nya berbunyi dengan berisik di atas nakas. Dengan ogah, pemuda itu menyibak selimut birunya dan segera bangkit. Sambil duduk ia mengucek keras kedua matanya.

      “Remember this is Hongkong,” sambil berkata untuk dirinya sendiri, Jisung menepuk pipinya. “pantang untuk bangun siang!”

      Melihat jarum jam yang sudah menunjukkan angka 6 kurang, ia segera terbirit-birit masuk ke dalam kamar mandi. Keluar setelah 10 menit membersihkan diri, pemuda ini mematut dirinya di depan cermin lemari sambil tersenyum pepsodent memperlihatkan gigi putihnya yang seperti tupai.

      “Seperti biasa menjadi Han Jisung yang paling keren sedunia.”

      Mungkin bila cermin itu mahluk hidup, ia sudah muntah duluan melihat kenarsisan Jisung. Setelah pindah pun, kenarsisannya masih utuh. Tidak ada yang tertinggal di Malaysia.

      Setelah mematut dirinya selama 10 menit, pemuda Han ini segera memakai hoodie ungunya dalam sekali sentakan. Ia menarik jeans favoritnya dari gantungan baju di pojok, sedikit menciumnya sebelum benar-benar memakainya. Sambil meraba perutnya yang lumayan terbentuk, Jisung menaikkan resleting celananya.

      Ia menyambar ponsel juga ransel hitamnya dan segera turun ke lantai bawah. Bau roti panggang segera menyeruak masuk ke dalam penciuman, bunyi benturan spatula pada teflon terdengar.

      “Kau lama sekali,” Seorang wanita paruh baya menyambut dengan kata-kata tajamnya. “hampir saja roti ini dingin duluan.”

      Jisung menarik kursi kayu dari dalam meja, dan sedikit meringis mendengar bunyinya.

      “Ah eomma jangan begitu, lihat saja kan rotinya masih dipanggang.”

      Wanita paruh baya itu menghela napasnya “Dasar kamu itu, selalu menjawab perkataan orang tua.”

       “Hehehe,” Jisung nyengir sambil memainkan kakinya. “syukurlah eomma tidak memesan makanan China dari restoran seberang lagi.”

      “Ya sepertinya ini lebih baik,” Nyonya Han mengendikkan bahunya. “sepertinya lidah keluarga belum menemukan masakan yang cocok disini.”

      Mendengar itu Jisung meringis, mengingat tiga hari kemarin. Sang eomma yang terburu-buru memesan makanan China untuk sarapan dengan asal, tanpa tahu bentuk masakannya (yang ternyata itu sangat pedas), alhasil membuat orang satu rumah sakit perut seharian.

      “Mungkin eomma harus pesan cap jay.” Tiba-tiba Jisung bergidik memikirkan jika mereka setiap hari harus sarapan dengan roti panggang. “aku lihat itu pernah dijual di Malaysia.”

      “Awas saja nanti semua sayurnya kamu pinggirkan.”

      “Salah mereka yang menggunakan terlalu banyak sayur!”

      Dasar Jisung. Cap jay kan memang masakan yang menggunakan sayur sebagai bahan utamanya.

      Asap mengepul mendekati meja. Nyonya Han menaruh sepasang roti panggang pada piring putranya. “Kau oleskan sendiri selainya ya, Ji.”

      Itu bukan merupakan sebuah pertanyaan, namun lebih kepada sebuah pernyataan. Mendengar itu Jisung pun merengut. “Tapi nanti tidak rapi bagaimana?”

      “dan berakhir aku bisa terlambat”

      “Dasar kau itu sudah besar,” Nyonya Han mengambil sekantong susu dari kulkas, sudah paham sifat manja Jisung yang selalu muncul kapan saja. “Eomma akan membuatkanmu susu hangat.”

Blue HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang