SMA Garuda merupakan salah satu SMA favorit di kota Jakarta. Karena itu, banyak sekali siswa dari kalangan atas yang menempuh pendidikan di sana. Karena merupakan sekolah favorit, SMA Garuda pun menjadi incaran para siswa. Tetapi, karena seleksi yang ketat, tak sedikit juga yang gugur dan tak di terima.
Raffardhan Adhitama. Salah satu siswa yang mencolok di SMA Garuda. Memiliki perawakan jangkung dan wajah tampan. Tambah dengan kecerdasannya dan keaktifannya dalam berbagai organisasi. Membuatnya di kagumi para siswa perempuan. Satu lagi, dia merupakan anak pengusaha batu bara yang kaya. Tambah-tambah lah nilai plus dalam dirinya.
Sekarang, Raffa sudah duduk di kelas XII. Di semester dua, dia mulai di sibukkan dengan belajar karena tak lama lagi akan menghadapi ujian. Karena itu, dia sudah tak masuk organisasi apapun.
Di SMA Garuda, Raffa juga terkenal bersama dengan gengnya. Dia sebagai pempimpin geng tersebut yang anggotanya semua dari kalangan atas. Angkasa. Itulah nama geng yang dipilih Raffa. Entah apa alasannya dia memilih kata itu.
Seperti hari ini, geng Angkasa yang beranggotakan tujuh orang dari kelas berbeda sedang berkumpul di parkiran sekolah. Menunggu sang pimpinan yang belum terlihat batang hidungnya.
"Ken, lo udah coba hubungin Raffa? Tumben sekali itu anak belum nongol juga," ucap Sebastian pada Kenan.
"Udah. Mungkin bentar lagi. Bisa jadi ban motornya bocor," jawab Kenan asal. Yang lain diam dan mengangguk saja. Sesekali melirik ke arah gerbang menunggu Raffa datang.
Mereka mengobrol. Bercanda sampai tertawa terbahak-bahak. Walaupun kelakuan mereka absurd, tetap saja mereka jadi idola para siswa perempuan.
Beberapa menit kemudian, yang mereka tunggu datang. Raffa datang memasuki gerbang sekolah menunggangi motor ninja berwarna hitam legam. Sebuah helm melindungi kepalanya dan sebuah jaket kulit melekat di tubuhnya.
"Tumben sekali lo baru datang," komentar Alvin. Raffa tak menjawab dan memilih melepaskan helmnya. Lalu melepaskan jaket dan menenteng tas gendongnya.
"Ada urusan penting barusan," balas Raffa. Wajahnya kaku dan dingin. Membuat mereka yang menunggu saling pandang lalu mengangkat bahu tanda tak tahu.
Tanpa bicara, Raffa langsung berjalan meninggalkan parkiran. Pikirannya kalut dan kacau karena ucapan ayahnya tadi pagi sebelum dia berangkat kerja. Ucapan yang tak masuk akal dan keterlaluan menurut Raffa.
Jelas saja. Ayahnya memintanya untuk menikah. Dengan alasan ikatan bisnis agar bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi. Padahal, dia masih sekolah dan masih duduk di bangku SMA.
Terkadang, Raffa menyesali takdirnya yang harus terlahir dari keluarga kaya yang hanya mementingkan harta dan dunia saja. Jarang sekali dia menghabiskan waktu bersama dengan orangtuanya. Karena mereka, sibuk dengan dunia mereka sendiri.
Sampai di kelas, Raffa mendudukkan dirinya di kursi. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Berusaha menjernihkan pikirannya.
"Lo kenapa Raf?" tanya Denis heran. Yang lain ikut menatap Raffa dengan tatapan penasaran. Raffa menghela nafas panjang. Merasa belum saatnya untuk berbagi.
"Ada masalah. Nanti gue cerita," jawab Raffa singkat. Denis mengangguk saja. Dari jawaban Raffa barusan, dia tahu kalau masalah yang di hadapi Raffa cukup rumit.
Denis dan yang lainnya pun kembali mengobrol dan bercanda berusaha menghibur Raffa. Raffa pun berusaha ikut larut dalam candaan dan berusaha melupakan masalahnya sejenak. Karena hanya di sekolah saja dia bisa mendapatkan keceriaan.
***
"Kayla, kamu harus menikah dengan anak rekan bisnis Papa. Papa tak mau mendengar penolakanmu. Karena ini penting bagi kemajuan usaha Papa," Reno berbicara tegas tanpa memberi kesempatan untuk anak semata wayangnya berbicara.
"Papa dan rekan Papa sudah sepakat untuk menikahkan kalian. Kamu tenang saja. Tak usah takut perihal sekolah. Karena pernikahan kalian akan dilakukan secara privat." Kayla, gadis remaja itu hanya duduk dengan kepala menunduk. Tak sedikit pun menatap laki-laki yang dia panggil 'Papa'. Pun tak menatap ibunya yang tak dapat dia andalkan.
"Ingat, kamu harus turuti semua ucapan dan perintah Papa. Jangan membuat Papa malu. Mau tidak mau, kamu harus menikah." Egois. Memang begitulah Reno. Usaha yang dia rintis dari nol sudah mulai menanjak. Dan pernikahan anaknya akan membuat usahanya semakin sukses. Karena itu, dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan.
"Kayla, kamu tak usah takut. Calon suamimu, masih muda kok. Bukan om-om. Usianya sama sepertimu. Dia juga masih sekolah," ucap Hana, ibu Kayla. Dia berbicara dengan harapan perasaan Kayla tak terlalu sakit. Namun nyatanya, itu malah membuat Kayla semakin kalut.
Bagaimana nasibnya nanti? Dua orang remaja yang menikah muda karena terpaksa? Kayla tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya nanti setelah menikah.
"Tak adakah cara lain selain menikah?" tanya Kayla penuh harap. Reno menggeleng tegas. Sorot matanya begitu tajam menatap Kayla. Memberi tanda kalau dia tak suka di bantah.
Kayla menghela nafas pelan. Menyerah dan mengalah. Tak bisa berbuat apa-apa.
"Baiklah. Aku terima," lirih Kayla menyayat hati. Reno dan Hana tersenyum puas mendengar itu. Setelah itu, mereka berdua bangkit berdiri dan berjalan beriringan masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Kayla yang termenung di sofa ruang keluarga sendirian.
***
Raffa duduk di restoran dengan wajah bosan. Sudah setengah jam dia dan orangtuanya menunggu disana. Menunggu keluarga 'calon istrinya'.
Raffa menebak-nebak siapa yang akan menjadi istrinya nanti. Dia sudah diberi sedikit gambaran oleh kakak kandungnya.
Ciri-cirinya, perempuan. Itu jelas. Masih gadis, masih muda. Usianya sama dengannya dan bahkan katanya satu sekolah dengannya juga.
Ada ratusan siswa perempuan di sekolahnya dan Raffa tak bisa menebak siapa perempuan itu. Dia hanya berharap, semoga perempuan yang dimaksud orangtuanya bukan perempuan tak baik.
Lima menit kemudian, datanglah pasangan suami istri dengan seorang perempuan muda yang berjalan di samping mereka. Mata Raffa menyipit berusaha memperjelas penglihatan. Dan setelah mereka dekat, Raffa terdiam. Ah, ternyata dia lumayan mengenal perempuan itu.
Para orangtua bersalaman dan berpelukan sambil bertanya kabar dan tertawa kecil. Sedangkan Raffa dan Kayla saling diam. Bingung mau bicara apa dan enggan untuk memulai.
"Reno, Raffa sudah aku beritahu tentang rencana kita. Tujuan kita melakukan pertemuan hanya untuk mengenalkan mereka." Trisna berucap pada Reno yang di balas Reno dengan anggukkan.
"Kalian bisa saling bertanya dan berkenalan. Merasa cocok atau tidak, bukan urusan kami. Yang jelas, kalian akan menikah satu bulan lagi secara sembunyi-sembunyi," ucap Reno tanpa perasaan. Kayla dan Raffa saling diam mendengar itu. Sudah hafal keadaan kalau mereka tak akan bisa menolak kehendak orangtua.
"Kalau tidak salah, kamu Kayla?" tanya Raffa memulai pembicaraan. Kayla yang semula menunduk langsung mendongak. Lalu mengangguk. Raffa tersenyum kecil karena tebakannya benar.
Melirik para orangtua, mereka sibuk dengan bahasan masing-masing yang tak jauh dari bisnis, harta dan uang. Raffa pun dengan berani mengajak Kayla untuk pergi dari sana. Menuju sebuah taman mini di dekat restoran.
"Pertama-tama, maaf. Aku tak bisa menolak perintah orangtuaku. Jadi, kuharap kamu bisa mengerti," ucap Raffa. Kayla memalingkan wajah. Memejamkan mata lalu mengangguk. Dia mengerti. Sangat mengerti bagaimana posisi Raffa karena dia juga sama.
"Iya. Aku, Kayla Farida Syaqila. Panggil saja Kayla. Kuharap kita bisa jadi teman yang baik," ucap Kayla penuh keputusasaan.
"Aku Raffardhan Adhitama. Dan terima kasih mau menerimaku sebagai temanmu," balas Raffa. Setelah itu, mereka saling diam. Masih canggung dan kaku. Hingga Raffa mengajak Kayla untuk kembali masuk ke dalam restoran.
_______________________________________
Hai hai...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Marriage
عاطفيةDisaat dua anak manusia yang tak saling mengenal terlibat dalam suatu ikatan sakral bernama pernikahan. Disaat dua kepribadian yang berbeda di satukan dalam satu hubungan yang serius dan di saat usia masih muda harus menanggung beban sebagai suami i...